Indonesia.go.id - Idulfitri dan Keindahan Beragama di Filipina

Idulfitri dan Keindahan Beragama di Filipina

  • Administrator
  • Senin, 24 April 2023 | 09:03 WIB
ASEAN
  Quezon City Memorial Circle, salah satu taman publik yang kerap digunakan sebagai tempat salat Id di Manila, Filipina. QUEZON CITY
Ribuan umat Islam dari berbagai penjuru Manila selalu memadati lapangan di Quezon City Memorial Circle untuk melaksanakan salat Id.

Islam memang bukan agama mayoritas di Filipina. Apalagi badan statistik setempat, Philippine Statistics Authority menyebutkan, sebanyak 81,04 persen populasi memeluk Katolik Roma dan hanya sekitar 5,6 persen merupakan Muslim.

Sejatinya Islam telah masuk ke Filipina sejak tahun 1380 lampau dibawa oleh perantau Muslim asli Indonesia berdarah Minangkabau bernama Raja Bagindo bersama Karimal Makhdum, ulama Persia.

Disebutkan, Raja Bagindo merupakan anggota keluarga Kerajaan Pagaruyung. Kawasan pertama persebaran Islam ada di Kepulauan Mindanao dan Sulu, dua daerah Muslim terbanyak di Filipina.

Umat Islam di Filipina pada 2002 mendapat kado khusus dari Presiden Gloria Macapagal-Arroyo yang menyatakan bahwa Idulfitri ditetapkan sebagai hari libur nasional. Bahkan, untuk memperkuatnya, Presiden Arroyo menjadikannya sebagai sebuah undang-undang dan mesti ditaati oleh setiap pemimpin Filipina ke depannya. Pasca-keputusan itu, Islam berkembang cepat bak anak panah.

Jika sebelum tahun 2000 kita sedikit kesulitan menemukan rumah ibadah Muslim di Manila, seperti pengalaman penulis saat bertugas meliput ke sana, maka tidak demikian halnya kondisi sekarang. Kalau kita melancong ke ibu kota Manila, misalnya, tak sulit menemukan masjid, surau, atau musala bersanding dengan gereja yang berdesain indah.

Ketika masuk waktu salat, kumandang azan dapat terdengar dari sudut Manila, terutama kawasan pesisir di sekitar Teluk Manila seperti Ermita dan Intramuros, yang banyak dihuni masyarakat Muslim lokal maupun pendatang. Hal menarik lainnya, waktu azan terkadang bisa bersamaan dengan bunyi dentang lonceng gereja penanda waktu misa, sungguh syahdu.

Dalam kehidupan sehari-hari pun antarpemeluk agama memang saling bertegur sapa dan berkegiatan bersama, tak ada penyekat. Sekarang ini juga sudah sangat biasa menyaksikan perempuan berjilbab atau laki-laki bergamis dan berjanggut lebat berbelanja di SM Mall of Asia, pusat perbelanjaan terbesar di Filipina dan salah satu terluas di dunia.

Pusat belanja seluas 42 hektare atau sekitar lima kali dari pusat belanja di sudut Pondok Indah ini kalau di bulan Ramadan menjadi tempat paling dituju oleh masyarakat Muslim di pesisir Manila. Mereka menghabiskan waktu berkeliling mal menunggu waktu berbuka puasa sambil menikmati keindahan matahari tenggelam.

Di sana, ada beberapa gerai makanan dan minuman halal di sini dan cocok untuk lokasi ngabuburit. Beberapa toko bahkan menyediakan takjil seperti kurma dan air mineral gratis untuk mereka yang ingin berbuka puasa.

Kebijakan Arroyo juga membuka jalan komunitas Muslim Filipina untuk mendirikan Pusat Islam atau Islamic Center. Lokasinya tepat di belakang Istana Kepresidenan Malacanang, yaitu di kawasan Barangay 645, Distrik San Miguel, Manila. Islamic Center berdiri di atas lahan seluas 1,6 ha dan dihuni oleh sekitar 32.000 populasi Muslim, mayoritas dari suku Maranao, dan sisanya berasal dari Maguindanao, Iranun, Tausug, Yakan, dan Sama.

Seperti dikisahkan oleh Cahyo Pamungkas, peneliti P2W Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dalam "Kaum Minoritas di Asia Tenggara", mereka yang mendiami Islamic Center kebanyakan adalah para perantau dari Mindanao dan Sulu di Filipina selatan. Semula, tempat itu adalah sebuah bangunan sekolah milik masyarakat Tionghoa.       

 

Peran Duterte

Kemudian lahan itu dijual kepada Asosiasi Muslim Filipina pada 1964. Secara bertahap mulai dibangun masjid dan merupakan rumah ibadah Muslim pertama di Manila dan hanya dipakai untuk keperluan salat Jumat. Setelah mendapatkan bantuan dari Pemerintah Kerajaan Arab Saudi, bangunannya diperluas dan bersalin wujud menjadi lebih megah.

Saat meletusnya konflik di Pulau Mindanao, Filipina Selatan era 1970-an sampai 1990-an, banyak penduduk yang mengungsi dan memilih tinggal di kawasan Baranay 645 ini. Akibatnya, populasi di sini meledak hingga menyentuh angka 50.000-an. Suasana menjadi tak teratur, kumuh, dan jorok.

Sebagian penduduk lama memilih keluar dan menetap di wilayah lain serta mulai membangun komunitas sendiri-sendiri. Mereka turut menjadi cikal-bakal berdirinya rumah-rumah ibadah Islam di sudut-sudut Manila. Sebuah pernyataan menarik pernah dilontarkan Presiden Rodrigo Duterte saat berkampanye di Moro, 15 Februari 2019.

Beberapa kali presiden pemeluk Katolik taat itu mengumandangkan takbir dan menyebut ada bagian dari dirinya yang Islam. Pada era Duterte, umat Islam di Filipina selatan diberi kebebasan untuk mengelola daerahnya sendiri atau dikenal sebagai ketentuan Hukum Organik Bangsamoro (BOL). "Supaya berdampak kepada kemajuan politik dan ekonomi setempat," kata Duterte seperti dikutip dari ABS-CBN News.

Dalam pidato menyambut Ramadan pada 14 April 2021, Presiden Duterte mengajak setiap pihak untuk bersama-sama menyalurkan semangat di bulan suci dengan membantu mereka yang kurang mampu dan paling membutuhkan. "Saya meminta semua untuk mempromosikan solidaritas di antara semua orang Filipina dengan mewujudkan iman melalui tindakan dan memupuk perdamaian, persaudaraan, dan persatuan di saat kita menghadapi saat menantang," katanya seperti dikutip dari Inquirer.

Duterte yang berkuasa sejak 2016 hingga 2022 itu juga mengingatkan kembali kepada seluruh gubernur dan wali kota bahwa Idulfitri adalah hari libur nasional. Ia mengizinkan diadakannya salat Id di lapangan terbuka di pusat kota Manila. Maka, sejak itu ribuan umat Islam tumpah ruah memenuhi beberapa lokasi lapangan terbuka di Manila. Salah satunya adalah Quezon City Memorial Circle, sebuah taman nasional berbentuk elips seluas 27 ha yang di salah satu sisinya terdapat makam Presiden Filipina Pertama, Manuel Luis Quezon.  

Ribuan lainnya memadati masjid-masjid besar Kota Manila seperti Masjid Pink dan Masjid Emas. Mereka juga menyiapkan hidangan khas Filipina di atas meja makan di rumah masing-masing saat Lebaran dan mengundang tetangga untuk ikut mencicipi meski non-Muslim.

Menu-menunya, seperti bulalo atau sup sumsum sapi, kaldereta (sup daging sapi atau kambing campur kacang hijau, keju, wortel, dan kentang), sinigang (sup asam dicampur aneka sayuran, daging ayam atau ikan), dan tinolang manuk atau sejenis gulai ayam. Kalau minumannya ada es buko pandan dan jus mangga.

 

Penulis: Anton Setiawan
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari