Indonesia.go.id - Sinyal Kepercayaan Investor di Indonesia

Sinyal Kepercayaan Investor di Indonesia

  • Administrator
  • Selasa, 31 Januari 2023 | 12:39 WIB
PEMULIHAN EKONOMI
  Foto udara pembangunan proyek jalan tol Makassar New Port di Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis (26/1/2023). Realisasi investasi sepanjang tahun lalu mayoritas atau sebanyak 52,7 persen berada di luar Pulau Jawa dengan capaian Rp636,3 triliun atau bertumbuh 35,9 secara tahunan. ANTARA FOTO/ Arnas Padda
Kementerian Investasi/BKPM tetap meyakini adanya harapan bagi Indonesia untuk berkelit dari dampak resesi global.

Perekonomian dunia tahun ini oleh sejumlah kalangan diprediksi masih bakal diselimuti awan gelap. Penyebabnya, masih terjadinya konflik yang berkepanjangan di daratan Eropa, yang kemudian berimbas terjadinya krisis pangan dan energi.

Kondisi dunia yang diprediksi tidak baik-baik saja itu juga dikonfirmasi oleh Dana Moneter Internasional (IMF). Wajar jika kemudian lembaga itu memberikan prediksi pertumbuhan ekonomi dunia hanya di kisaran 2,7 persen pada tahun ini. Angka itu mencerminkan bahwa sepertiga ekonomi dunia akan menghadapi technical recession.

Iklim perekonomian dunia yang suram itu juga berimbas terhadap Indonesia, termasuk ke sektor investasi. Seperti disampaikan Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia, 2023 akan menjadi tahun yang berat bagi Indonesia untuk meraup potensi penanaman modal.

Menurutnya, kinerja investasi tahun ini akan dipengaruhi oleh dua hal. Pertama, terkait dengan kondisi global tentang ancaman resesi yang akan dihadapi oleh sejumlah negara. Kedua, kondisi domestik Indonesia yang mulai memasuki tahun politik. 

“Beberapa lembaga dunia menyatakan bahwa potensi resesi global sangat besar. Nah, persoalannya adalah seberapa dalam resesi itu. Kedalamannya apakah dalam sekali atau tidak terlalu dalam,” ujarnya di Jakarta, Selasa (24/1/2023).

Menurut Bahlil, perkembangan kondisi global saat ini telah menjadi instrumen penting karena Foreign Direct Investment (FDI) atau bisa disebut Penanaman Modal Asing (PMA), berkontribusi besar terhadap realisasi investasi di tanah air.

Bahlil melanjutkan, di tengah ketidakpastian ekonomi dan pentingnya PMA bagi Indonesia, hampir semua negara berkembang berburu modal asing. Padahal, kondisi uang beredar saat ini sangat terbatas. Hal ini yang kemudian menciptakan persaingan antarnegara.

“Jadi, di satu sisi kondisi global sedang tidak bagus sementara di sisi lain terjadi kompetisi maksimal antarsesama negara untuk menarik FDI, khususnya negara berkembang,” kata Bahlil.

Bagaimana Menteri Investasi/BKPM itu melihat ekonomi dalam negeri di 2023? Dari sisi domestik, Bahlil menyatakan, 2023 merupakan tahun politik. Harus diakui, tahun politik acapkali memosisikan para pebisnis untuk mengambil sikap wait and see.

Oleh karena itu, dia menilai, stabilitas politik akan menjadi kunci dalam mengurai persoalan ini. “Ketika kita berdebat tentang hal-hal yang tidak substantif, maka mohon maaf investor itu akan melahirkan keraguan untuk bisa mempertahankan kita,” ujarnya.

Mungkin laporan dari World Economic Forum (WEF) berkaitan dengan risiko global 2023 dapat memperoleh perhatian tersendiri. Lembaga itu menyebutkan, polarisasi sosial yang kerap membayangi pada saat tahun politik, dinilai dapat menghambat penyelesaian masalah kolektif untuk mengatasi risiko global.

Hal tersebut juga dinilai mampu menyebabkan perselisihan yang lebih besar, terutama saat menavigasi prospek ekonomi di tengah ketidakpastian pada tahun-tahun mendatang. Fenomena itu menjadi relevan dengan laporan WEF karena di sejumlah negara yang tergabung di G20, seperti Amerika Serikat, Afrika Selatan, Turki, Argentina, Meksiko, termasuk Indonesia, akan menyelenggarakan pemilihan nasional.

Menjadi sebuah kewajaran dan relevan pernyataan Bahlil di awal yang menyebutkan bahwa 2023 sebagai tahun yang berat bagi Indonesia. “Benar, jujur saja, tahun 2023 adalah tahun yang berat bagi Indonesia,” ujarnya.

 

Masih Ada Harapan

Meski sejumlah tantangan siap menghadang, Bahlil tetap meyakini ada secercah harapan yang dimiliki Indonesia agar mampu berkelit dari dampak resesi. Apalagi, negara ini diproyeksikan tetap tumbuh di rentang 4,8 persen hingga 5 persen secara tahunan.

Tentu saja kenyakinan Bahlil bahwa soal investasi, baik dari PMA maupun domestik, tetap akan lari kencang bukan sebuah pepesan kosong. Terlebih bila acuannya berdasarkan pencapaian realisasi investasi sepanjang 2022.

Data Kementerian Investasi/BKPM menyebutkan, total realisasi investasi sepanjang 2022 mencapai Rp1.207,2 triliun. Dari jumlah tersebut, investasi PMA berkontribusi sebesar 54,2 persen atau senilai Rp654,4 triliun.

Sementara itu, realisasi investasi yang berasal dari Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) mencapai Rp552,8 triliun atau porsinya 45,8 persen dari total investasi sepanjang 2022. Angka tersebut naik 23,6 persen dibandingkan posisi 2021.

Tidak itu saja, realisasi investasi juga memberikan manfaat berupa penyerapan tenaga kerja. Data Kementerian Investasi/BKPM menyebutkan, serapan tenaga kerja dari realisasi investasi di Indonesia pada 2022 naik sekitar 7,5 persen secara tahunan (year-on-year/yoy). Total tenaga kerja yang terserap dari instrumen investasi 2022 mencapai 1,31 juta orang, dari 1,21 juta orang pada 2021.

"Kemarin Presiden Joko Widodo sudah menyampaikan di Forkopimda bahwa realisasi investasi di tahun ini, Alhamdulillah, mencapai target sebesar Rp1.207,2 triliun. Ini salah satu pertumbuhan investasi yang terbesar (dalam sejarah)," ujar Bahlil.

Nah, bila dilihat dari sebarannya, realisasi investasi sepanjang tahun lalu mayoritas atau sebanyak 52,7 persen berada di luar Pulau Jawa dengan capaian Rp636,3 triliun atau bertumbuh 35,9 secara tahunan. Pada saat bersamaan, realisasi investasi di Pulau Jawa sepanjang 2022 mencapai Rp570,9 triliun. Angka ini mencerminkan pertumbuhan 31,9 persen dibandingkan dengan 2021.

Data Kementerian Investasi/BKPM juga melaporkan daftar lima provinsi dengan Penanaman Modal Asing (PMA) terbesar di Indonesia sepanjang 2022.  Ternyata, Sulawesi Tengah atau Sulteng jawaranya. 

Setelah Sulteng, berikutnya Jawa Barat berada satu tingkat di bawah Sulteng dengan realisasi investasi asing sebesar USD6,5 miliar. Capaian ini diikuti oleh Maluku Utara yang menggenggam nilai investasi mencapai USD4,5 miliar, DKI Jakarta dan Banten masing-masing menduduki peringkat empat dan lima.

Pertanyaan berikutnya, kemana saja larinya sejumlah investasi itu? Ternyata, realisasi investasi kebanyakan untuk kepentingan industri manufaktur. Sektor itu berhasil menjaring investasi segar senilai Rp497,7 triliun sepanjang tahun lalu, atau tumbuh 52 persen dibandingkan 2021.

Bagi Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita, pencapaian itu merupakan sinyal bahwa Indonesia masih menjadi negara tujuan investasi bagi para pelaku industri manufaktur nasional maupun global. “Sektor industri masih menjadi penyumbang penanaman modal terbesar dibandingkan sektor lainnya. Selain itu, ini merupakan sinyal penting bahwa level kepercayaan terhadap Indonesia masih tinggi,” ujar Agus dalam keterangan resminya, Kamis (26/1/2023).

 

Penulis: Firman Hidranto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari