Ada banyak situs sejarah peninggalan masa lampau dari etnis Batak dan Karo yang tersebar di sekitar Toba dan disimpan secara apik oleh sejumlah tokoh masyarakat.
Mendengar kata Toba, pasti banyak orang yang membayangkan hamparan biru air danau seluas 1.145 kilometer persegi nan indah. Sudah banyak wisatawan domestik dan mancanegara mengunjungi Toba untuk menikmati keindahan panorama danau kaldera terbesar di dunia tersebut. Akan tetapi, bahwa sesungguhnya Toba juga menawarkan hal-hal menarik lainnya selain pemandangan danau yang menarik mata.
Ternyata kawasan Destinasi Pariwisata Superprioritas atau DPSP Danau Toba memiliki potensi lain sebagai objek wisata sejarah. Di sekitarnya terdapat beberapa museum, yang tak kalah diminati oleh wisatawan minat khusus, yang menyenangi kunjungan ke situs-situs sejarah seperti museum.
Beberapa museum berlokasi di Samosir, pulau seluas 630 km2, dan satu-satunya yang berada di tengah danau. Berikut ini sebagian di antaranya, seperti dikutip dari website Pemerintah Provinsi Sumatra Utara.
Museum Tomok
Museum satu ini adanya di Desa Tomok, Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir. Lokasinya tepat di ujung perlintasan menuju pasar cenderamata Tomok dan kuburan tua Raja Sidabutar.
Bentuk bangunan museum memakai arsitektur khas Batak yang dikenal sebagai Rumah Bolon atau rumah adat Batak Toba khusus untuk para raja dan keluarganya. Meski baru selesai dibangun pada 2005, kita tetap bisa merasakan nuansa dari masa lampau ketika para raja Batak saat masih berkuasa.
Misalnya, di dinding luar bangunan museum terdapat aneka ukiran dan ornamen khas rumah Batak yang dikenal sebagai gorga. Hanya ada tiga warna utama di ornamen gorga yakni merah, putih, dan hitam karena sejak dulu masyarakat Batak meyakini warna-warna tadi sebagai simbol spiritual. Pintu masuknya mempunyai desain rendah dan bagian atapnya dibuat lebih tinggi di bagian depan dibandingkan belakang bangunan museum.
Koleksi museum yang dipamerkan terkait dengan kehidupan masyarakat di Toba pada masa lampau seperti alat-alat pertanian, peralatan makan dari porselen, peralatan memasak, dan aneka patung sebagai wadah persembahyangan. Ikut dipamerkan juga peralatan perang masa lampau seperti pedang besi.
Kalau mau berkunjung ke museum ini jangan lupa perhatikan jam operasionalnya, ya! Karena buka pukul 8.00 WIB dan tutup sekitar pukul 20.00 WIB dan buka setiap hari.
Museum Huta Bolon
Letaknya sekitar 21 km dari Museum Tomok, Museum Huta Bolon ada di Desa Simanindo, Kecamatan Ambarita, Kabupaten Samosir, atau sebelah utara Pulau Samosir. Museum ini dapat dicapai dengan berkendara selama 30 menit dari Dermaga Tomok.
Sejatinya, museum ini adalah sebuah kompleks bangunan rumah adat berusia ratusan tahun dan menjadi kediaman Raja Sidauruk beserta ke-14 istrinya. Pada salah satu bagian rumah ada hiasan 10 tanduk kerbau yang melambangkan 10 generasi di tempat ini.
Kompleks ini mulai dibuka sebagai museum untuk umum pada 1969. Koleksinya pun bermacam-macam seperti pakaian adat suku Batak, aneka perhiasan tempo dulu, peralatan makan, kain tenun Batak, porselen dari Tiongkok, hingga patung dan lukisan khas Batak. Terdapat pula naskah-naskah kuno nenek moyang orang Batak, termasuk resep masakan seperti parhalaan dan pustaha laklak.
Ada juga tunggal panaluan atau tongkat yang biasa dipakai oleh pemuka adat ketika memimpin persembahyangan. Jika belum puas menjelajahi isi bangunannya, kita juga bisa mendatangi replika kampung tradisional orang Batak atau biasa disebut sebagai huta bolon.
Ada rumah-rumah berornamen gorga berderet di kiri kanan dengan bentuk atap yang melengkung di tiap ujungnya khas rumah adat masyarakat di Pulau Sumatra. Menariknya, di depan area rumah-rumah ini biasa digelar pertunjukan boneka kayu Sigale-gale yang diiringi Tortor, tarian khas masyarakat Batak Toba.
Museum ini buka setiap hari mulai pukul 8.00 WIB sampai pukul 17.00 WIB dan tiket masuknya sebesar Rp10.000 per orang. Tetapi kalau ingin menyaksikan pertunjukan kesenian seperti boneka Sigale-gale dan tari Tortor, maka kita akan dikenai biaya tambahan sebesar Rp50.000 tiap orang.
Museum TB Silalahi
TB Silalahi adalah pensiunan jenderal bintang tiga TNI-AD yang berdarah asli Batak Toba. Semasa hidupnya, pria bernama lengkap Tiopan Bernhard Silalahi itu merupakan tokoh nasional dan pernah menjabat Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara era 1993--1998.
Dia pulalah yang menggagas museum yang berada di TB Silalahi Center tersebut. Letaknya di Desa Silalahi, Kecamatan Balige, Kabupaten Samosir, atau tak jauh dari Kompleks Kantor Bupati Toba Samosir dan makam Raja Sisingamangaraja XII. Museum ini terbagi dua bangunan, satu bernama Museum Batak dan lainnya adalah Museum Jejak Langkah dan Sejarah TB Silalahi.
Tepat di halaman luar, ditampilkan aneka bangunan rumah adat seperti sebuah perkampungan (huta), baik dari suku Batak Toba, Karo, yang telah berusia ratusan tahun. Uniknya, di sini juga ada tongkonan, yaitu rumah adat Toraja.
Museum Tomok juga berada di kompleks TB Silalahi Center. Seperti halnya Museum Tomok, Museum Batak juga berisi koleksi aspek kehidupan masyarakat Batak tempo dulu serta aneka pakaian adat yang digunakan sampai sekarang.
Sedangkan museum pribadi TB Silalahi isinya sejumlah barang yang pernah digunakan TB Silalahi termasuk bintang jasa, tanda kehormatan, dan kenang-kenangan dari para sahabatnya di seluruh dunia. Terdapat pula koleksi mobil, motor, sepeda ontel, dan senjata yang pernah dipakai TB Silalahi semasa hidup. Ikut dipamerkan pula koleksi ribuan buku bacaan milik TB Silalahi.
Pada salah satu sisi bangunannya, kita dapat menyaksikan keindahan Danau Toba dari ketinggian. Selain itu, di halaman luar museum ada juga ditampilkan patung anak menaiki kerbau dan prasasti dalam bahasa Batak dan peralatan militer seperti helikopter TNI-AD jenis Bell-105 dan artileri berat seperti tank ringan Yonkav-8 dan meriam anti pesawat.
Tarif masuk ke tempat ini Rp5.000 untuk anak-anak dan Rp10.000 untuk orang dewasa. Sedangkan turis asing dikenai biaya Rp50.000 per orang. Museumnya buka setiap hari dari pukul 8.00 WIB sampai pukul 18.00 WIB.
Museum Jamin Ginting
Selanjutnya ada Museum Jamin Ginting yang terletak di Desa Suka, Kecamatan Tigapanah, Kabupaten Karo. Tak seperti museum-museum di atas yang berarsitektur khas Batak, museum seluas 3.000 meter persegi ini justru seperti rupa kacang. Ada makna filosofis terkandung karena kacang mempunyai sifat melindungi isi di dalamnya.
Ada lebih dari 1.000 item koleksi dipamerkan di dalam museum berlantai dua yang beroperasi setiap hari, mulai pukul 8.00 WIB sampai pukul 18.00 WIB ini. Di antara koleksi-koleksi yang dipamerkan ada peninggalan budaya tempo dulu masyarakat etnis Karo. Seperti, jenis-jenis pakaian adat, perhiasan kuno, dan peralatan pertanian.
Sedangkan di lantai dua, kita dapat melihat koleksi pribadi dari Jamin Ginting Suka seperti buku-buku, foto, pakaian dinas, dan berbagai penghargaan. Asal tahu saja, ia adalah pensiunan jenderal bintang tiga TNI-AD berdarah asli Karo dari Desa Suka. Semasa hidupnya turut berperang memperjuangkan kemerdekaan.
Oleh Presiden Joko Widodo disematkan status Pahlawan Nasional pada 7 November 2014 bersama KH Abdul Wahab Chasbullah (salah satu pendiri Nahdlatul Ulama), Sukarni Kartodiwirdjo, dan Mohammad Mangundiprodjo.
Pemerintah Kota Medan, pada 28 Juni 2022, meresmikan patung besar Jamin Ginting sebagai penanda titik nol kilometer dari Jl Jamin Ginting, ruas utama di tengah Kota Medan.
Museum Lain
Sementara itu, masih di Kabupaten Karo ada dua museum etnis Karo berisi anek koleksi milik masyarakat pada tempo dulu. Keduanya adalah Museum Lingga yang berada di Desa Lingga, Kecamatan Simpang Empat yang telah dibuka sejak Juni 1989 silam.
Koleksi Museum Lingga berupa peralatan makan bernama capah atau piring besar terbuat dari kayu, alat-alat masak, alat musik tradisional, koleksi foto bersejarah dari kehidupan masyarakat Lingga tempo dulu. Sebagian koleksi adalah hasil sumbangan sukarela masyarakat setempat.
Kemudian Museum Simalungun dan usianya lebih tua, yakni dibangun sejak 1939 sebagai Rumah Pusaka Simalungun dan berubah menjadi Museum Simalungun pada 1954. Ada sekitar 975 buah koleksi dipamerkan di sini seperti koleksi porselen, aneka mata uang kuno, naskah-naskah kuno etnis Karo, arca, alat-alat rumah tangga tempo dulu, dan kerajinan tangan.
Penulis: Anton Setiawan
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari