Indonesia.go.id - Perkuat ASEAN sebagai Pusat Pertumbuhan

Perkuat ASEAN sebagai Pusat Pertumbuhan

  • Administrator
  • Jumat, 27 Januari 2023 | 21:22 WIB
ASEAN
  Presiden Joko Widodo saat KTT ke-24 ASEAN-Jepang secara virtual di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat. SETPRES
Selama keketuaannya di ASEAN 2023, Indonesia akan menyelenggarakan KTT ASEAN pada Mei dan September 2023.

Indonesia sebagai Ketua ASEAN 2023 akan terus memiliki cara pandang yang positif dan optimistis. Terutama, guna menjadikan organisasi ASEAN sebagai barometer kerja sama yang dapat berkontribusi bagi perdamaian, stabilitas, dan kesejahteraan kawasan dan dunia.

Keketuaan Indonesia di ASEAN juga menjadi salah satu andalan diplomasi luar negeri Indonesia di 2023. “Di tengah tantangan dunia yang semakin sulit ini, cara pandang positif, kerja sama, dan optimisme, justru semakin diperlukan. Cara pandang inilah yang akan digunakan Indonesia dalam menjalankan keketuaan di ASEAN tahun ini,” kata Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno LP Marsudi, dalam Pernyataan Pers Tahunan Menteri Luar Negeri 2023 (PPTM 2023), di kantor Kementerian Luar Negeri (Kemlu), Jakarta, Rabu (11/1/2023).

Dengan semangat optimis itu, Keketuaan ASEAN 2023 mengambil tema “ASEAN Matters: Epicentrum of Growth”. Melalui ASEAN Matters, Menlu menegaskan, Indonesia bertekad menjadikan ASEAN tetap penting dan relevan bagi masa depan rakyat ASEAN.

“Dalam kaitan ini, maka masa depan ASEAN mulai harus disiapkan untuk menyongsong ASEAN 2045. Sentralitas ASEAN harus diperkuat agar mampu menjaga perdamaian, stabilitas, kemakmuran di Asia Tenggara dan IndoPasifik,” tutur Menteri Retno.

Selama keketuaannya di ASEAN 2023, Indonesia akan menyelenggarakan ASEAN Summit atau Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN selama dua kali di tahun ini, yaitu pada Mei dan September 2023. Kegiatan dilakukan di beberapa kota seperti Jakarta, Bali, dan Labuan Bajo.

Selain itu juga digelar flagship events yaitu ASEAN-IndoPacific Forum, dengan fokus pada beberapa kegiatan, yaitu Creative Economy, Youth Conference on Digital Economy for SDGs, Infrastructure Forum, dan Business and Investment Summit.

Menyangkut ASEAN-IndoPasifik, Menlu Retno menyampaikan, Indonesia akan terus mendorong kerja sama konkret yang inklusif dalam implementasi ASEAN Outlook of IndoPasific (AOIP). “Implementasi AOIP harus diarusutamakan dalam semua kegiatan ASEAN. Dalam konteks inilah atas inisiatif Indonesia telah disepakati ASEAN Leaders’ Declaration on Mainstreaming Four Priority Areas of the AOIP Within ASEAN–LED Mechanisms,” jelasnya.

ASEAN juga terus meningkatkan kerja sama dengan negara-negara Pasifik Selatan. Seperti pada 2022, Indonesia untuk pertama kalinya mengundang wakil Pasifik Islands Forum dalam rangkaian acara Presidensi G20.

Diakui Menlu Retno, tantangan dunia di 2023 akan semakin berat. Ketidakpastian global dan situasi geopolitik yang sangat dinamis masih akan menjadi karakteristik dunia. Menurutnya, rivalitas antarkekuatan besar juga terus meningkat.

“IMF memprediksi perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia yang sebesar 3,2 persen pada 2022, menjadi 2,7 persen untuk 2023. Managing Director IMF menyampaikan pandangannya bahwa sepertiga ekonomi dunia akan mengalami resesi pada 2023, bahkan di negara yang tidak mengalami resesi, ratusan juta penduduknya akan merasa seperti berada dalam resesi,” tukas Menlu.

Selain ASEAN, di 2023 Indonesia akan menjadi Ketua MIKTA. Forum MIKTA ini sendiri merupakan singkatan dari Meksiko, Indonesia, Korea Selatan, Turki, dan Australia. Para pemimpin aliansi itu sempat bertemu di sela kegiatan KTT G20 di Bali, November 2022.

Indonesia akan mengupayakan visibilitas MIKTA sebagai jembatan pembangunan dalam penyelesaian berbagai isu global. Berbekal peran aktif dan kontribusi Indonesia untuk dunia, maka pada 2023 Indonesia juga telah memutuskan untuk mencalonkan diri sebagai anggota tidak tetap dewan keamanan PBB untuk periode 2029–2030.

Capaian 2022

Mengenai capaian diplomasi Indonesia 2022, Menlu Retno LP Marsudi mengungkapkan, perhelatan Presidensi G20 sepanjang 2022 mendapatkan apresiasi tersendiri. “Dalam situasi sulit di mana perbedaan geopolitik mencapai puncaknya, Indonesia telah menunjukkan kapasitas luar biasa dalam menyatukan berbagai pihak, mendorong dialog, dan mengupayakan solusi,” demikian ucapan Sekjen PBB Antonio Gutteres, seperti dikutip oleh Menlu.

Presidensi G20 Indonesia dilakukan di tengah situasi dunia yang sangat sulit. Di tengah berbagai tantangan, G20 di bawah kepemimpinan Indonesia tetap utuh dan dapat bekerja membawa manfaat konkret bagi kepentingan global, regional, maupun nasional.

Selain Presidensi G20, capaian diplomasi Indonesia sepanjang 2022 terkait isu kedaulatan, Indonesia mengintensifkan perundingan batas negara dengan negara-negara tetangga, seperti Vietnam, Filipina, Malaysia, Palau, dan Timor Leste. Salah satu kemajuan yang telah dicapai adalah penandatanganan kesepakatan batas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia-Vietnam setelah perundingan 12 tahun.

Di bidang pelindungan WNI di luar negeri, lebih dari 30 ribu kasus telah diselesaikan di 2022. Upaya pelindungan akan terus diperkuat dengan pemanfaatan teknologi digital. Dalam hal ini, Indonesia berupaya memperluas kerja sama dalam penanganan tindak pidana perdagangan orang (TPPO), khususnya terkait cyber crimes dan online scam.

Sementera itu di bidang ekonomi, diplomasi Indonesia bekerja untuk memperkuat akses pasar melalui berbagai perundingan perdagangan, antara lain, dengan Chile, Uni Emirat Arab, Korsel, Jepang, dan Mauritius.

Adapun di bidang kesehatan, diplomasi telah mengamankan 516.851.745 dosis vaksin, baik melalui jalur bilateral dan multilateral. Lebih dari 137 juta dosis, atau 26,5 persen di antaranya, diperoleh secara gratis.

Indonesia juga terus berkontribusi untuk kawasan dan dunia, antara lain, mendorong perdamaian Rusia-Ukraina, membantu kondisi sosial ekonomi rakyat Afghanistan dan Palestina, serta mengupayakan penyelesaian isu krisis politik Myanmar. Menyikapi  Pernyataan Pers Tahunan Menteri Luar Negeri 2023, Pusat Kajian Strategis dan Internasional (Centre for Strategic and International Studies/CSIS) menyoroti kurang fokus pada isu-isu kawasan. 

“Kami melihat tidak adanya referensi yang mendalam mengenai persaingan politik negara-negara besar, misalnya hubungan AS (Amerika Serikat)-Tiongkok,” kata Wakil Direktur Eksekutif Bidang Studi CSIS Shafiah Muhibat dalam CSIS Media Briefing di Jakarta, Rabu (11/1/2023).

Shafiah mencatat, ada empat isu yang menjadi prioritas Kementerian Luar Negeri, antara lain, diplomasi kedaulatan di perbatasan, diplomasi perlindungan WNI di luar negeri, diplomasi ekonomi yang membahas rencana strategi ke depan, dan juga diplomasi yang terkait dengan kontribusi Indonesia bagi perdamaian baik di kawasan maupun di dunia.

Padahal, sebagai sebuah negara penting di kawasan Asia Tenggara, terutama Indonesia pada tahun ini memegang keketuaan ASEAN, Shafiah menilai bahwa pemerintah seharusnya memberikan penjelasan lebih rinci tentang bagaimana Indonesia akan menavigasi persaingan dua negara besar tersebut. Oleh karena itu, CSIS menyarankan, perlu ada strategi khusus dari kebijakan luar negeri untuk menghadapi tantangan-tantangan yang ada di 2023.

 

Penulis: Kristantyo Wisnubroto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari