Indonesia.go.id - Cerita Lebaran Diaspora Indonesia

Cerita Lebaran Diaspora Indonesia

  • Administrator
  • Selasa, 25 April 2023 | 07:32 WIB
ASEAN
  Diaspora Indonesia di Bangkok menikmati aneka makanan Nusantara di KBRI Bangkok, Thailand saat merayakan Idulfitri 1444 H, Sabtu (22/04/2023). KBRI BANGKOK
Mereka melepaskan rindu terhadap tanah air dengan melaksanakan salat Id dan menyantap aneka menu masakan khas Indonesia sambil bersilaturahmi dan bermaaf-maafan.

Terpisah beribu kilometer dari tanah kelahiran selalu mendatangkan rindu yang teramat sangat bagi para dispora Indonesia. Terlebih lagi saat menghadapi momentum Idulfitri di negara yang penduduknya mayoritas non-Muslim.

Berbeda dengan di tanah air yang selalu riuh suasananya menjelang lebaran dengan aneka kegiatan. Seperti, merapikan tempat tinggal, menyiapkan aneka menu masakan khas hari raya, melakukan takbiran di masjid atau keliling kota, dan lain sebagainya.

Situasi berbeda dialami oleh banyak warga Indonesia yang tinggal di negara-negara anggota ASEAN yang mayoritas penduduknya adalah non-Muslim seperti di Filipina, Thailand, dan Vietnam. Seperti yang dialami oleh Amanda, diaspora Indonesia di Bangkok, ibu kota Thailand, negara yang 94,6 persen populasinya penganut Buddha.

Sama seperti ratusan diaspora Muslim Indonesia lainnya, saat hari raya menjadi salah satu momentum tak terlupakan selain perayaan kemerdekaan. Ibu dua anak itu selalu membayangkan nikmatnya berlebaran di Bandung, tempatnya lahir.

"Kalau mau lebaran, saya selalu ingat suasana seru di Indonesia. Kalau di sini sepi, maklum saja karena mayoritas penduduk Thailand beragama Buddha dan umat Islam hanya empat persen. Pemerintahnya juga tidak menetapkan lebaran sebagai hari libur nasional," ucap perempuan yang 10 tahun menetap di Bangkok.

Tetapi hal itu bukan halangan bagi dirinya untuk tetap bersibuk diri menyiapkan segala hal yang terkait hari raya. Misalnya, memasak menu-menu khas seperti opor ayam, lontong sayur dan ketupat. Sebagian bahan bakunya ia peroleh dari komunitas diaspora Indonesia yang berbisnis kuliner Indonesia.

Ia pun tak lupa menyiapkan mukena dan sajadah bersih untuk dipakai salat Id bersama keluarga di komplek Kedutaan Besar RI di Bangkok. Biasanya, beberapa hari sebelum hari raya, pihak KBRI akan mengirimkan undangan salat Id melalui beberapa media sosial seperti Instagram, Facebook, dan Whatsapp ditujukan kepada diaspora Muslim Indonesia di Thailand.

Amanda mengaku, meski di kota berpenduduk 11 juta jiwa itu terdapat sejumlah masjid dan jaraknya berjauhan, ia merasa lebih nyaman salat di KBRI. Menariknya, salat Id di KBRI juga kerap dihadiri oleh diaspora dari negara lain.

Pengakuan serupa juga dinyatakan oleh Dzulfikar, diaspora Indonesia lainnya yang sekolah dan bekerja di Bangkok sejak tujuh tahun terakhir. Pemuda 25 tahun itu menyebut KBRI sebagai lokasi pelepas kangen kepada keluarga yang tinggal di Kota Bekasi.

Pria berkacamata ini bercerita, kantor kedutaan yang berlokasi di pusat bisnis Petchburi, Bangkok itu dapat menampung jamaah dalam jumlah banyak. Karena dilakukan di tanah lapang seluas lapangan sepak bola di dalam kompleks kedutaan dan mampu memuat hingga 600 jemaah.

 

Masakan Indonesia

Bukan itu saja, karena selepas salat Id, pihak kedutaan akan mengajak seluruh jemaah untuk menikmati aneka masakan khas Indonesia, seperti rendang, lontong sayur, ayam rica-rica, karedok, bakso, satai ayam. Belum lagi aneka penganan ringan seperti bakwan, pisang goreng, lontong isi, lumpia, risol, sosis solo, dan lainnya.

Untuk minumannya ada aneka jus, es kelapa muda, es campur, dan es teler. Semua itu dibuat secara gotong royong oleh komunitas perempuan diaspora Indonesia di Bangkok.  

Mahasiswa asal Indonesia yang berkuliah di Universitas Chulalongkorn, Viny Alfiyah, mengaku bahwa berkumpul di KBRI menjadi cara para diaspora untuk melepaskan rindu suasana berlebaran di tanah air. Salah satu pengurus Perhimpunan Mahasiswa Indonesia di Thailand (Permitha) tersebut menjelaskan, ajang Lebaran di KBRI juga biasa dihadiri oleh diaspora Indonesia non-Muslim Indonesia.

Namun, tak semuanya dapat hadir terlebih bagi yang tinggal sangat jauh dari Bangkok. Misalnya Puguh Novi Arsito, mahasiswa Indonesia yang berkuliah di Universitas Khon Kaen yang jaraknya sekitar 450 kilometer dari Bangkok serta Khalid Wardana yang tinggal di Chiang Mai, 700 km dari ibu kota negara.

Puguh mengaku, saat lebaran dirinya dan sejumlah mahasiswa asal Indonesia biasanya menggelar halalbihalal. "Kami mengundang mahasiswa dari berbagai negara yang berkuliah di Khon Kaen untuk mencicipi berbagai makanan khas Indonesia. Tujuannya untuk mengenalkan adat dan budaya Lebaran yang biasa diadakan oleh masyarakat Indonesia," ucapnya.  

Sedangkan Khalid mengatakan, ia bersama mahasiswa Indonesia lainnya yang merayakan hari raya merasa sedikit terobati karena mayoritas masyarakat Chiang Mai beragama Islam. "Kami di sini biasa melakukan salat Tarawih di masjid dan berkumpul bersama masyarakat sekitar saat hari raya. Jangan lupa, di Chiang Mai ternyata ada hidangan ketupat juga," ungkap Khalid.

Malik, pelajar asal Indonesia yang sedang menempuh pendidikan di sekolah khusus olahraga di Singapura juga menyatakan kalau KBRI adalah tempat paling tepat untuk dirinya berkumpul dan melaksanakan salat Id. Ia salat di kompleks KBRI yang berada di Chatsworth Road, sekitar 30 menit dari asrama sekolahnya di kawasan Woodlands.

KBRI dan Wisma Indonesia di Singapura seluas total sekitar 4 hektare merupakan kompleks kedutaan Indonesia terbesar di seluruh dunia dan mampu menampung hingga hampir 4.000 jemaah untuk salat Id. Kebetulan hari itu sekolah Malik diliburkan. Pemerintah Singapura memang menetapkan Idulfitri sebagai hari libur nasional.

Pelajar berusia 16 tahun itu mengaku ingin sekali mencicipi rendang, opor ayam, dan es kelapa muda. "Saya kangen masakan Indonesia dan saya ke kedutaan bareng kerabat dan pelajar Indonesia lainnya. Kami sudah saling buat janji," ungkap Malik.

 

Manila dan Hanoi

Keinginan berkumpul di kompleks KBRI untuk melaksanakan salat Id dan mencicipi aneka menu khas tanah air turut diungkapkan Rowena. Ia adalah diaspora Indonesia yang tinggal di Manila, Filipina, negara yang menurut data badan statistik setempat 81,04 persen penduduknya penganut Katolik Roma dan sekitar 5,06 persen beragama Islam.

Kendati harus menempuh jarak hampir satu jam menembus kemacetan jalan raya Manila, ibu dua anak ini mengatakan, hadir di KBRI yang berada di jantung Makati, pusat bisnis ternama Filipina menjadi sebuah keharusan. Perempuan 41 tahun yang tinggal di Ermita, daerah dekat Teluk Manila ini mengaku, ia bisa saja melaksanakan salat Id di sejumlah masjid yang ada di sekitar Ermita.

Dekat tempatnya menetap juga ada Masjid Al-Dahab atau Masjid Emas, rumah ibadah umat Islam terbesar di Manila yang mampu menampung 1.000 jemaah. Tetapi, ia memilih salat Id di lingkungan KBRI karena momentum berkumpul setahun sekali bersama ratusan diaspora Indonesia di Manila dan Filipina merupakan peristiwa langka.

Perempuan asli Manado yang telah 11 tahun menetap di Manila mengikuti suami yang bekerja sebagai perwira militer di angkatan bersenjata Filipina itu mengaku selalu rindu akan suasana berkumpul bersama sesama warga Indonesia. Ia juga bersyukur karena Pemerintah Filipina selalu menjadikan Idulfitri sebagai hari libur nasional.

"Momentum seperti lebaran dan perayaan HUT Kemerdekaan selalu saya pakai untuk temu kangen bareng masyarakat Indonesia. Saya juga kangen suasana saat berkumpul dan saling bertukar kabar dengan masyarakat Indonesia lainnya di Manila," ujarnya.

Hal sama juga dinyatakan oleh Siti Nurfitriani, pengajar bahasa Indonesia di Kota Hanoi, ibu kota Vietnam, di mana pemeluk Islam tak lebih dari 400 orang termasuk para ekspatriat dari negara-negara Muslim yang bekerja di kota berpenduduk sekitar 5,25 juta jiwa tersebut. Ia mengaku menjadikan Masjid Al Noor, rumah ibadah umat Islam satu-satunya di Hanoi, sebagai lokasi salat Id dan di tempat itu pula ia rutin melaksanakan Tarawih.

Lokasi masjid hanya sekitar 1,5 km dari kompleks KBRI Hanoi. Daya tampung masjid yang kecil, hanya untuk 200 jemaah. Untuk sebagian jamaah yang tidak kebagian di dalam terpaksa menggelar sajadah dan salat di trotoar depan masjid sambil ditingkahi suara riuh kendaraan dan lalu lalang warga. Maklum saja, lokasi masjid yang dibangun pada 1890 ini di tengah-tengah pusat perniagaan dan terlebih lebaran di Vietnam tidak menjadi hari libur nasional.     

Setelah salat Id, biasanya ia akan segera meluncur ke KBRI karena di sana sudah menunggu aneka hidangan khas lebaran yang menggoda selera sambil bersilaturahmi dan bermaaf-maafan dengan diaspora Indonesia lainnya. Selamat berlebaran ya, mohon maaf lahir dan batin.  

 

Penulis: Anton Setiawan
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari