Ada 10 kota metropolitan yang akan dikembangkan di Jawa dan di luar Pulau Jawa. Kesepuluh kota metropolitan itu tidak membangun dari awal. Tapi, mengembangkan dari yang sudah ada. Sepuluh kota itu adalah empat kota ada di Pulau Jawa, dan enam kota di luar Jawa.
Wilayah tersebut antara lain Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi), Bandung, Surabaya, Semarang, Mebidangro (Medan, Binjai, Deli Serdang, dan Karo). Selain itu, Patungagung (Palembang, Betung, Indralaya, Kayuagung), Banjarbakula (Banjarmasin, Banjarbaru, Banjar, Barito Kuala), Sarbagita (Denpasar, Badung, Gianyar, Tabanan), Mamminasta (Makassar, Maros, Sungguminasa, Takalar), dan Manado.
Pengembangan kota kota metropolitan tersebut dalam rangka meratakan pembangunan ke seluruh Indonesia. Saat ini kesepuluh kota sudah menuju sebuah kota metropolitan. Dan Jakarta, bahkan sudah dapat dikategorikan sebagai kota megapolitan.
Selama ini Indonesia masih mengandalkan Pulau Jawa, terutama Jakarta, sebagai sumber denyut ekonomi. Akibatnya, kecepatan pertumbuhan Pulau Jawa terlampau tinggi dan menciptakan ketimpangan dibandingkan luar Pulau Jawa.
Saat ini, Pulau Jawa menjadi rumah bagi 150 juta dari 260 jutaan penduduk Indonesia dan memberikan kontribusi ekonomi hingga 58 persen. Bahkan, kalau lebih spesifik ke kawasan Jabodetabek atau Metropolitan Jakarta, kontribusi ekonominya hingga seperlima atau 20 persen.
Artinya, ketimpangan akan semakin melebar apabila kondisi itu terus dibiarkan tanpa ada upaya lebih. Apalagi, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan ekonomi pada kuartal pertama di Pulau Jawa lebih cepat dibanding dengan luar Pulau Jawa.
Oleh karena itu, pemerintah melakukan berbagai upaya termasuk industrialisasi di luar Pulau Jawa. Khususnya dalam bentuk hilirisasi sumber daya alam (SDA) terkait hasil tambang dan perkebunan. Selain itu, mengembangkan berbagai kawasan ekonomi, baik Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), kawasan industri hingga strategis pariwisata.
Dan pembangunan 10 kota metropolitan, khususnya yang di luar Pulau Jawa juga akan dihubungkan dengan kawasan ekonomi di sekelilingnya, seperti Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), Kawasan Industri (KI), hingga Kawasan Strategis Pariwisata (KSP).
Menteri PPN/Kepala Bappenas RI Bambang Brodjonegoro mengatakan, pengembangan kota kota metropolitan ini merupakan upaya pemerintah dalam menjalankan strategi perekonomian.
Harapannya kota-kota tersebut menjadi tumpuan elastisitas pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) perkapita Indonesia yang saat ini masih tergolong rendah di Asia. Sebab, setiap 1% dari urbanisasi hanya mampu memperbaiki PDB perkapita 3%
"Kenapa urbanisasi kita belum ngangkat? Karena kita enggak pernah bereskan urbanisasi dengan benar, makanya kita mulai dengan metropolitan karena ini wilayah urban yang signifikan," ujarnya.
Diharapkan dengan dikembangkannya kota-kota, terutama di luar Jawa tersebut dan berbagai kawasan bisnis di sekelilingnya mampu mendongkrak pertumbuhan ekonomi menjadi lebih merata. Sampai hari ini Pulau Jawa masih menyumbang 58% pertumbuhan PDB Indonesia. hal ini menyebabkan ketimpangan ekonomi Indonesia.
Arah kebijakan dan strategi wilayah metropolitan akan dilakukan pemerintah dengan mengoptimalkan fungsi metropolitan luar Jawa. Strateginya, meningkatkan peran Kawasan Strategis Nasional (KSN) Perkotaan dalam mendukung pertumbuhan wilayah, penyediaan infrastruktur lewat skema pembiayaan terintegrasi dengan perencanaan dan penganggaran.
Lalu, pemerintah akan menata perkotaan dengan memenuhi prinsip kota berkelanjutan, meningkatkan kualitas integrasi dan sinkronisasi pembangunan antara pusat dan daerah.
Skema Pembiayaan
Pengembangan kota dan kawasan-kawasan bisnis di sekitar tentu saja berkaitan erat dengan anggaran yang harus disiapkan pemerintah.
Untuk membiayai pengembangan kota metropolitan ini pemerintah akan mendapatkan dana segar berupa pinjaman sebesar USD49,6 juta atau Rp700 miliar untuk biaya awal penataan kota metropolis tersebut. Dan program ini sudah dimasukkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) untuk lima tahun ke depan. Selain dari bank dunia, skema pembiayaan akan dicoba juga melalui obligasi daerah. Atau Skema Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU).
Data pemerintah saat ini, sekitar 58 persen dari pertumbuhan ekonomi atau Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia masih berada di Pulau Jawa. Sehingga sering terjadi migrasi penduduk yang cukup besar. Masyarakat, datang ke kota-kota besar di Pulau Jawa untuk mencari peruntungan. Walhasil, 54 persen dari populasi penduduk Indonesia juga terpusat di Pulau Jawa.
"Kita mulai otonomi 2001. Ketika 2001 porsi Jawa 55% dan luar Jawa 45%. Namun hari ini malah Jawa 58%. Artinya kita harus buat langkah yang tidak biasa, tak cukup dengan pemerataan infrastruktur atau DAU. Harus konkret dalam bentuk investasi di luar Jawa," kata Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas Bambang Brodjonegoro.
Bank Dunia pernah menerbitkan kajian yang menarik. Mereka menulis bahwa Indonesia telah menjadi salah satu negara dengan populasi urban terbesar di kawasan Asia Timur dan Pasifik. Pada 2010, tercatat 49.8 persen penduduk Indonesia bermukim di wilayah perkotaan. Laju urbanisasi yang begitu pesat ini membuka sejumlah peluang besar bagi Indonesia.
Bank Dunia, antara lain, menulis bahwa jika urbanisasi dikelola dengan baik, maka berpotensi untuk meningkatkan produktivitas, membuka peluang-peluang di bidang ekonomi, serta dapat meningkatkan penghasilan penduduk perkotaan. Studi ini mengkaji struktur, kinerja, dan rintangan yang dihadapi kota dan metropolitan area di Indonesia, dan bagaimana Indonesia dapat meraup keuntungan dari urbanisasi
Disebutkan pula, Kota-kota besar pada umumnya lebih produktif dan kompetitif secara ekonomi dibandingkan kota-kota kecil dan daerah pedesaan. Hal ini terjadi karena adanya fenomena pengelompokan yang dikenal sebagai aglomerasi. Dengan menggunakan metode Agglomeration Index, studi ini berhasil mengidentifikasi 44 area aglomerasi di Indonesia. Mayoritas area aglomerasi ini berada di pulau Jawa, Bali, dan Sumatra.
Studi ini menunjukkan bahwa kota-kota berukuran menengah (dengan kisaran penduduk 0.5 – 1 juta orang) memiliki kinerja ekonomi yang lebih baik dibandingkan dengan kota-kota lain. (E-2)