Indonesia.go.id - Mesin Pertumbuhan Menyala, Arah Baru Kebijakan Fiskal Dimulai

Mesin Pertumbuhan Menyala, Arah Baru Kebijakan Fiskal Dimulai

  • Administrator
  • Selasa, 16 September 2025 | 15:19 WIB
PERTUMBUHAN EKONOMI
  Sejumlah pembeli memilih bahan pangan di Pasar Puri, Jakarta, Jumat (12/9/2025). Bank Indonesia (BI) memperkirakan kinerja penjualan eceran pada September 2025 menurun, tercermin dari Indeks Ekspetasi Penjualan (IEP) September sebesar 146,1 lebih rendah dari 159,3 pada periode sebelumnya, hal ini dipengaruhi oleh aktivitas masyarakat yang cenderung normal. (ANTARA FOTO/Ika Maryani/Adm)
Pertumbuhan ekonomi selalu menjadi barometer kesehatan suatu bangsa. Lebih dari sekadar angka di atas kertas, ia merefleksikan denyut kehidupan masyarakat: ketersediaan lapangan kerja, daya beli rumah tangga, hingga keyakinan investor terhadap masa depan.

Presiden Prabowo Subianto secara resmi telah melantik Purbaya Yudhi Sadewa sebagai Menteri Keuangan (Menkeu) menggantikan Sri Mulyani Indrawati pada Senin, 8 September 2025 di Istana Negara, Jakarta.

Purbaya dilantik berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 86/P Tahun 2025 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Menteri dan Wakil Menteri Negara Kabinet Merah Putih Periode Tahun 2024-2029.

Tidak hanya Purbaya, dalam Kepres tersebut juga dilantik beberapa Menteri dan Wakil Menteri. Diantaranya, Mukhtarudin sebagai Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia/Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia; Ferry Joko Yuliantono sebagai Menteri Koperasi; Mochamad Irfan Yusuf sebagai Menteri Haji dan Umrah; dan Dahnil Anzar Simanjuntak sebagai Wakil Menteri Haji dan Umrah.

Tidak banyak orang yang mengetahui tentang Purbaya Yudhi Sadewa, tapi sebenarnya sosok ini telah berada di lingkungan pemerintah sejak zaman pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. Kala itu, Purbaya menjadi Staf Khusus Bidang Ekonomi Menko Perekonomian RI (2010–2014) dan Anggota Komite Ekonomi Nasional (2010–2014).

Saat Pemerintahan Joko Widodo, Purbaya sempat mengemban tugas sebagai Deputi III Bidang Pengelolaan Isu Strategis – Kantor Staf Presiden (2015), Staf Khusus Bidang Ekonomi – Menko Polhukam (2015–2016), Staf Khusus Bidang Ekonomi – Menko Kemaritiman RI (2016–2018), Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim dan Energi – Kemenko Marves (2018–2020).

Sebelum mengemban tugas sebagai Menkeu, Purbaya Yudhi Sadewa dikenal sebagai Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sejak 3 September 2020. Masa jabatan Purbaya di LPS berakhir pada 8 September 2025 sejak dirinya dilantik menjadi Menteri Keuangan.

Purbaya Yudhi Sadewa adalah seorang ekonom dan insinyur yang telah lama berkiprah dalam dunia kebijakan publik dan sektor keuangan Indonesia. Usai menjadi Menkeu, Purbaya kini bertanggung jawab atas kebijakan fiskal dan pengelolaan keuangan negara. Ia diharapkan dapat memperkuat fundamental ekonomi nasional di tengah tantangan global.

Pemerintah telah menetapkan, target pertumbuhan ekonomi pada RAPBN 2026 adalah sebesar 5,4 persen. Bagi sebagian orang angka ini cukup tinggi dan ambisius, namun bagi Purbaya angka ini cukup realistis untuk bisa dicapai.

Purbaya beralasan, fondasi ekonomi Indonesia sebenarnya relatif kuat. Indonesia memiliki domestic demand yang besar, yang selama ini menjadi penopang utama pertumbuhan ekonomi Indonesia. Per kuartal II 2025 yang lalu, konsumsi swasta dan pemerintah menyumbang 62,53 persen terhadap produk domestik bruto (PDB), sementara investasi menyumbang 27,83 persen. Apabila ditotal, maka domestic demand Indonesia menyumbang lebih dari 90 persen dari PDB Indonesia. “Untuk bisa tumbuh tinggi, kuncinya adalah fokus pada diri kita sendiri dengan memperkuat daya beli masyarakat, meningkatkan investasi di dalam negeri, dan mendorong produktivitas sektor riil. Kalau kita konsisten memanfaatkan potensi ini, maka sekalipun dunia diwarnai ketidakpastian, ekonomi Indonesia akan tetap mampu tumbuh kuat, tangguh, dan mandiri,” tambah alumnus ITB tersebut.

Dua Mesin Pertumbuhan

Pertumbuhan ekonomi selalu menjadi barometer kesehatan suatu bangsa. Lebih dari sekadar angka di atas kertas, ia merefleksikan denyut kehidupan masyarakat: ketersediaan lapangan kerja, daya beli rumah tangga, hingga keyakinan investor terhadap masa depan.

Di tengah tantangan global - mulai dari ketidakpastian geopolitik, perubahan iklim, hingga disrupsi teknologi - Indonesia terus mencari cara untuk menggerakkan roda ekonominya agar tidak hanya tumbuh, tetapi juga inklusif dan berkelanjutan.

Menggerakkan pertumbuhan ekonomi bukan sekadar pekerjaan pemerintah, melainkan gotong royong seluruh elemen bangsa. Dari kebijakan makro yang stabil, investasi yang produktif, UMKM yang berdaya, hingga transformasi digital dan ekonomi hijau, semuanya menjadi kepingan penting dalam mozaik pembangunan.

Seperti roda yang terus berputar, pertumbuhan ekonomi Indonesia akan semakin kuat bila digerakkan dari pusat hingga desa, dari kebijakan besar hingga inovasi lokal. Dengan begitu, cita-cita menjadi negara maju pada 2045 bukan sekadar mimpi, melainkan kenyataan yang dibangun bersama.

Konsumsi domestik dan ekspor yang merupakan dua mesin ekonomi harus bergerak seimbang demi mencapai pertumbuhan yang optimal. Indonesia punya kekuatan khas: konsumsi domestik yang mencapai 90 persen dari PDB. “Dengan domestic demand sebesar itu, sebetulnya angka pertumbuhan 6 hingga 6,5 persen bukan mustahil,” kata Menkeu Purbaya di Jakarta, Kamis (11/9/2025).

Ekonomi domestik memiliki porsi yang lebih dominan terhadap produk domestik bruto. Maka dari itu, perlu ada penguatan terhadap konsumsi domestik agar perekonomian tetap terjaga, terlebih di tengah banyaknya tantangan eksternal dari perekonomian global.

Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan mendorong perbankan untuk menyalurkan pembiayaan ke sektor-sektor ekonomi yang digerakkan oleh dunia usaha. Kondisi tersebut bisa berjalan dengan baik, jika tercipta optimisme. “Sekarang kan ada program-program dari Pemerintah seperti Makan Bergizi Gratis (MBG) dan Koperasi Merah Putih, ini kan untuk menjaga stabilitas dan memang harus ada, tetapi jangan melupakan private sector,” kata Purbaya.

Purbaya sempat mengungkapkan mengenai warisan dari begawan ekonomi Indonesia, Profesor Soemitro Djojohadikusumo dengan konsepnya yang dikenal dengan Soemitronomics. Baginya, Soemitronomics masih sangat relevan untuk diimplementasikan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan yang berkesinambungan.

Pengetahuan dan keilmuan Prof Soemitro amat dalam, terutama mengenai pertumbuhan ekonomi, stabilitas sosial dan politik, serta pemerataan perekonomian. “Salah satu pemikirannya yang juga sangat relevan untuk diterapkan adalah keseimbangan pembangunan antara mesin fiskal dan swasta, beliau juga menekankan pentingnya menjaga likuiditas di sistem perbankan agar tidak sampai kering. Hal ini menunjukkan bahwa ternyata Prof. Soemitro merupakan seorang penganut paham monetaris juga,” ujar Purbaya.

Tancap Gas

Dalam hitungan hari setelah pelantikan sebagai Menkeu, Purbaya langsung tancap gas guna mempercepat laju dua mesin pertumbuhan ekonomi tersebut. Ia pun mengeluarkan kebijakan dari sisi fiskal yakni menggelontorkan Rp200 triliun ke sistem perbankan. "Dari total dana pemerintah yang tersimpan di BI, yaitu sekitar Rp425 triliun, Rp200 triliun akan dipindahkan ke bank-bank untuk memacu peredaran uang di masyarakat dan mempercepat laju pertumbuhan ekonomi," kata Menkeu.

Dana tersebut bukan dana darurat, melainkan dana pemerintah yang sebelumnya belum dibelanjakan dan disimpan di bank sentral. Dengan menempatkannya di bank komersial, dana ini dapat diakses untuk kredit. Tujuan kebijakan ini adalah menciptakan likuiditas di sistem finansial dan menggerakkan perekonomian.

Likuiditas sebesar Rp200 triliun yang dikucurkan ke perbankan itu tidak lain adalah untuk lebih mempercepat dan lebih menggerakkan perekonomian. Pemerintah akan menarik dana negara sebesar Rp200 triliun yang kini mengendap di Bank Indonesia (BI), dan akan dialihkan ke sektor perbankan untuk memperkuat likuiditas.

Purbaya menegaskan bahwa selain likuiditas, fokus utamanya adalah memastikan dana tersebut benar-benar mengalir ke kredit, bukan dibelanjakan pada Surat Utang Negara (SUN) atau disimpan kembali oleh bank sentral.

Menkeu juga meminta agar BI tidak menyerap kembali dana tersebut, supaya dana itu betul‐betul tersedia dalam sistem keuangan untuk disalurkan sebagai kredit ke sektor riil.

Sesaat setelah kebijakan ini dikeluarkan, pasar pun merespon positif langkah capat Menkeu. Saham-saham bank milik negara mengalami lonjakan signifikan di Bursa Efek Indonesia.

Pada Kamis (11/9/2025), saham-saham seperti PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BNI), Bank Mandiri (BMRI), Bank Rakyat Indonesia (BRI), dan Bank Tabungan Negara (BTN) mencatat kenaikan yang bervariasi antara 2 persen hingga lebih dari 5 persen pada pembukaan pasar.

Misalnya, saham BNI melonjak sekitar 6,10 persen, BMRI naik sekitar 2,27 persen, BRI membukukan kenaikan lebih dari 5 persen, dan BTN turut menikmati lonjakan hampir 5,5 persen. "Jadi saya pastikan dana yang Rp200 triliun dikirim masuk ke sistem perbankan hari ini ," ujar Menkeu di Jakarta, Jumat (12/9/2025). Menku berharap tambahan likuiditas ini akan menggerakkan sektor ekonomi riil.

Menkeu mengatakan dalam beberapa tahun terakhir ini, mesin ekonomi Indonesia pincang, di mana pemerintah dan swasta masing-masing jalan sendiri. "Satu jalan sana swasta, di sini satu jalan hanya pemerintah. Gimana kalau dua-duanya dijalankan? Jadi 6 persen sampai 6,5 persen enggak susah-susah amat dalam waktu setahun, dua tahun," katanya.

Purbaya optimis ekonomi RI akan cerah dalam waktu dekat. Ia yakin krisis seperti pada 1998 tidak akan terulang lagi. "Kita sudah mengalami beberapa krisis, sudah teruji, dan pengetahuan ini kita pakai di 2008, 2015, 2020, 2021 kemarin. Sudah teruji. Jadi, kita bisa berharap ekonomi kita ke depan akan lebih cerah lagi," katanya.

Ia pun yakin target pertumbuhan ekonomi 8 persen yang diinginkan Prabowo bisa tercapai. Menurutnya, jika RI berpuas diri dengan pertumbuhan ekonomi yang saat ini 5 persen, maka bisa terjebak dalam middle income trap.

Arah Baru

Langkah capat dan tegas Menkeu telah membuat Indonesia memasuki babak baru dalam pembangunan, khususnya dalam kebijakan fiskal. Setelah menghadapi guncangan pandemi dan ketidakpastian global, dengan kebijakan fiskal, dua mesin pertumbuhan ekonomi nasional diharapkanl kembali bergerak lebih kencang.

Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menilai Menteri Keuangan langsung menunjukkan langkah cepat dan berani dalam tiga hari pertamanya menjabat.

Menkeu Purbaya memutuskan menyalurkan Rp200 triliun dana pemerintah yang sebelumnya ditempatkan di Bank Indonesia ke bank-bank himbara. Kebijakan ini dianggap strategis untuk memperkuat likuiditas perbankan sekaligus mendorong pertumbuhan kredit ke sektor usaha. “Baru tiga hari beliau menjabat, menteri keuangan sudah berani mengambil keputusan strategis dengan menggelontorkan Rp 200 triliun dana cadangan pemerintah di BI ke bank-bank himbara,” ujar Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Pengembangan Otonomi Daerah Sarman Simanjorang.

Menurutnya, langkah ini diharapkan mampu mempercepat penyaluran kredit, baik untuk modal kerja maupun investasi. Jika dana tersebut segera bergulir ke sektor riil, dampaknya bisa signifikan bagi ekspansi usaha, pembukaan lapangan kerja, hingga peningkatan daya beli masyarakat.

Kadin mencatat, pertumbuhan kredit pada Juli 2025 hanya mencapai 7,03 persen, turun dibanding Juni 2025 sebesar 7,77 persen. Dengan tambahan likuiditas Rp200 triliun, diharapkan tren penyaluran kredit kembali menguat sehingga mendukung target pertumbuhan ekonomi 2025 di kisaran 5-5,2 persen.

Lebih lanjut, dunia usaha berharap Purbaya mampu menjaga keseimbangan fiskal sekaligus menciptakan iklim usaha yang kondusif. “Kami berharap kebijakan fiskal, termasuk pajak dan insentif, disesuaikan dengan kondisi riil agar tidak membebani, melainkan justru mendorong produktivitas dan penciptaan lapangan kerja,” pungkas Sarman.

Kini, arah baru kebijakan fiskal telah dimulai. Mesin pertumbuhan dinyalakan, bukan hanya lewat kebijakan makro yang stabil, tetapi juga melalui langkah-langkah nyata di lapangan yang menyentuh masyarakat, dunia usaha, hingga investor internasional.

Mesin pertumbuhan yang dinyalakan tidak hanya mengejar angka PDB, tetapi juga berorientasi pada keberlanjutan dan merupakan strategi jangka panjang.

Layaknya kendaraan besar, mesin ini memerlukan bahan bakar berupa inovasi, kerja keras, dan gotong royong. Dengan mesin yang sudah menyala, tantangan berikutnya adalah menjaga agar laju pertumbuhan tetap terarah, inklusif, dan membawa kesejahteraan bagi seluruh rakyat.

 

Penulis: Ismadi Amrin
Redaktur: Kristantyo Wisnubroto

Berita ini sudah terbit di infopublik.id: https://infopublik.id/kategori/sorot-ekonomi-bisnis/937675/mesin-pertumbuhan-menyala-arah-baru-kebijakan-fiskal-dimulai