“Alhamdulillah, saya masih ada saja permintaan terhadap produk saya,” ujar Ibu Sumi, pemilik Chubby Craft asal Kediri. Chubby Craft merupakan usaha skala kecil yang mengerjakan produk handycraft berbahan baku kain perca yang kemudian dibuat sejumlah produk seperti tas wanita atau taplak meja.
Di rumah produksinya, Ibu Sumi memiliki tiga mesin jahit untuk mendukung aktivitasnya. Ibu Sumi hanya memiliki satu pekerja tetap. Namun, ketika permintaan naik, janda beranak tiga itu kemudian mempekerjakan ibu-ibu di seputaran rumah tinggalnya di satu kompleks perumahan di Kediri.
“Produk kreatif saya, selain melayani permintaan, juga tersedia di sejumlah outlet di Kota Kediri,” ujarnya semringah.
Pengalaman yang sama juga diungkapkan Erna Lestari, pemilik Erna’s Gallery di rumah produksinya di kawasan Tangerang Selatan. “Memang saya harus akui, kondisi saat ini sedang slow down. Beberapa permintaan, salah satunya dari Surabaya ditunda pengerjaannya akibat dampak pandemi Covid-19. Namun, saya tetap optimistis ada saja permintaan dari klien lama,” ujarnya.
Selain melayani permintaan bersifat ritel, pemilik Erna’s Gallery juga memiliki outlet di Sarinah Thamrin Jakarta. Dia setiap tahun selalu rutin ikut sejumlah pameran besar di dalam negeri, seperti Inacraft, Indocraft, dan pameran yang diadakan sejumlah kementerian. Di luar negeri, Erna’s Gallery juga rutin ikut Tong Tong Festival, Den Haag, Belanda, dan Tokyo Gift Show.
“Khusus Tong Tong Festival, saya dapat informasi pelaksanaan festival masih sesuai dengan jadwal meski ada wabah corona. Saya khawatir juga pameran itu batal. Saya jalani saja dengan ikhlas,” ujarnya tersenyum.
Dua cerita itu di atas hanyalah gambaran bahwa pelaku usaha skala UMKM (Usaha Menengah Kecil dan Mikro) tetap optimistis meski wabah penyakit memukul perekonomian global.
Namun, dalam situasi perekonomian yang tidak menentu seperti sekarang, sektor UMKM tetap diyakini sebagai kekuatan penyangga ekonomi nasional. Mereka dikatakan sebagai roda penggerak perekonomian negara Indonesia.
Bahkan, sektor ini disebut-sebut berkontribusi besar terhadap perkembangan dan pertumbuhan negara ini. Bagaimana tidak. Jumlah UMKM di Indonesia mencapai 99,9% dari total unit usaha di Indonesia. Sebagai gambaran, jumlah usaha mikro ini mendominasi skala usaha di Indonesia yang jumlahnya mencapai 63 juta unit, sedangkan usaha kecil mencapai 783.000 unit.
Mengutip data Kementerian Koordinator Perekonomian, pertumbuhan sektor UMKM terus meningkat tiap tahunnya. Di 2018 misalnya, UMKM berkontribusi sebesar Rp8.400 triliun atau setara 60% dari Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar Rp14.000 triliun.
Begitu juga dari sisi serapan tenaga kerja dari sektor UMKM. Pada tahun yang sama, ada sebanyak 121 juta pekerja yang bekerja di UMKM. Angka itu setara 96% dari total jumlah tenaga kerja saat itu yang mencapai 170 juta tenaga kerja.
Dari gambaran di atas, harus diakui sektor UMKM memang menjadi andalan dalam penyerapan tenaga kerja, mensubstitusi produk-produk konsumsi atau setengah jadi. Dan, sudah selayaknya, memontum saat ini menjadi saat yang tepat bagi masyarakat membeli dan mengonsumsi produk UMKM dan roda ekonomi pun tetap bergerak.
Jadi Tulang Punggung
Kondisi itu terkonfirmasi dari pernyataan Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki. “Dalam situasi ekonomi yang sedang terpukul, UMKM tampil sebagai tulang punggung dan menjadi andalan untuk menggerakkan ekonomi domestik,” ujarnya di Jakarta, Sabtu (7/3/2020).
Sebaliknya, dia menambahkan, pelaku usaha besar pasti menunggu situasi membaik, untuk pengembangan bisnis dan investasinya. “Beda dengan UMKM, usahanya harus tetap jalan, untung dikit nggak apa-apa. UMKM memang paling dinamis. Yang jelas, sektor UMKM mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari masyarakat. Yang penting adalah daya beli masyarakat terjaga dan kegiatan UMKM terus menggeliat,” ucapnya.
Teten menyampaikan UMKM, khususnya usaha mikro adalah bagian dari kegiatan ekonomi sehari-hari masyarakat yang berjalan untuk menunjang kehidupannya. Wajar saja, bila pemerintah sangat perhatian untuk memastikan usaha mikro dan kecil tetap berjalan dan semakin kuat dalam kondisi perekonomian yang tidak menentu sekalipun.
“Mendukung UMKM agar dapat menjadi penggerak ekonomi, pemerintah sudah berencana mengeluarkan stimulus bagi UMKM. Dengan adanya stimulus diharapkan mendorong pertumbuhan UMKM yang berdaya saing dan memberi kontribusi yang makin besar bagi perekonomian nasional,” pungkasnya.
Pernyataan Teten Masduki berkaitan rencana kebijakan stimulus berupa insentif pajak juga semakin terkonfirmasi dari pidato Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto di Lokakarya Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) di Kempinski Hotel, Jakarta, Rabu (4/3/2020).
Rancangan insentif pajak diharapkan dapat mendorong pertumbuhan sektor usaha skala menengah ke bawah. "Kami akan menyentuh hal yang berkaitan dengan insentif pajak UMKM," ujar Airlangga.
Tak berselang terlalu lama, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pun mengeluarkan paket stimulus fiskal jilid II untuk menangkal dampak virus, yang akan berlaku selama enam bulan, mulai 1 April 2020. Paket stimulus itu juga dimungkinkan diperpanjang bila dampak wabah itu terus berlanjut.
Apa saja paket stimulus itu? Paket itu terdiri dari pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 untuk industri, PPh Pasal 22, dan PPh Pasal 25, serta percepatan restitusi PPN. Menurut rencana, stimulus fiskal itu akan segera dibawa ke sidang kabinet untuk meminta persetujuan Presiden Joko Widodo.
“Seperti yang sudah saya sampaikan, mencakup PPh pasal 21 yang akan ditanggung pemerintah untuk industri, kemudian PPh 22 impor yang ditangguhkan juga. Semua paket ini mengharapkan dilakukan untuk jangka waktu 6 bulan,” katanya, Rabu (11/3/2020).
PPh 21 yang dimaksud merupakan pajak yang dipungut dari gaji para penerima upah. Sementara itu, PPh 22 dipungut dari badan usaha atas kegiatan impor barang. Adapun PPh pasal 25 ditarik pada badan usaha atas kegiatan bisnisnya.
Harapannya, pelaku usaha yang mendapat fasilitas terkait PPh 21, PPh 22, dan PPh 25 bakal memiliki kelonggaran dalam membayarkan pajaknya. Paket stimulus itu diyakini akan membantu perusahaan memperbaiki arus kasnya di tengah berbagai ketidakpastian ekonomi akibat corona.
Adapun pada ketentuan restitusi dipercepat, pemerintah akan menaikkan batas maksimal restitusi PPN yang dipercepat untuk pengusaha kena pajak, dari yang berlaku saat ini Rp1 miliar menjadi Rp5 miliar.
Memang dari paket stimulus yang segera keluar itu tidak semuanya menyentuh sektor UMKM. Minimal, dari stimulus perpajakan itu--PPh pasal 21 untuk industri, PPh pasal 22, dan PPh pasal 25, serta percepatan restitusi PPN—sektor UMKM bisa ikut menikmati stimulus penangguhan pajak di PPh pasal 25.
Bisa jadi ini tentu menjadi kabar gembira dan sangat menolong bagi sektor tersebut. Saat ini pelaku UMKM telah diberikan keringanan melalui Peraturan Pemerintah 23/2018 tentang Pajak Penghasilan Dari Usaha yang Diterima Atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Pendapatan Bruto Tertentu. Dalam PP itu, pelaku UMKM dikenai tarif pajak penghasilan (PPh) Final dalam jangka waktu tertentu sebesar 0,5%.
Begitu juga soal pendanaan. Sektor itu juga telah mendapatkan berbagai kemudahan. Salah satunya adalah penurunan suku bunga Kredit Usaha Rakyat (KUR) dari 7% ke 6%.
Pemerintah sangat memahami sektor itu adalah penyangga ekonomi nasional. Oleh karena pemerintah pun sudah merencanakan menaikkan penyediaan bagi KUR menjadi Rp190 triliun pada 2020 dan terus meningkat secara bertahap sampai Rp325 triliun di 2024. Pun demikian dengan peningkatan KUR Mikro dari Rp25 juta menjadi Rp50 juta per debitur.
Belum lagi, dalam RUU Cipta Kerja pemerintah kembali memudahkan setiap orang yang ingin membentuk UMKM. Bila selama ini diperlukan untuk membentuk Perseroan Terbatas (PT), dalam RUU itu untuk membuat UMKM hanya diperlukan Nomor Induk Berusaha (NIB).
Masih di RUU Cipta Kerja, pemerintah juga mengusulkan pengalokasian Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk pembiayaan dan pemberdayaan UMKM. Akan tetapi, itu tidak bisa dilakukan segera lantaran harus menunggu RUU Cipta Kerja disahkan oleh DPR. Kita tunggu saja realisasi stimulus untuk sektor UMKM tersebut.
Dengan terus didorongnya pertumbuhan UMKM dengan berbagai kebijakan, harapannya sektor UMKM menjadi kuat. Produk yang dihasilkan akan mampu bersaing dan terus memberikan kontribusi yang besar pada pertumbuhan ekonomi nasional.
Penulis: Firman Hidranto
Redaktur Bahasa: Ratna Nuraini/Elvira