Indonesia.go.id - Kumpul Bunda FYP dan Komdigi: Menganyam Harapan, Mendidik Anak di Era Digital

Kumpul Bunda FYP dan Komdigi: Menganyam Harapan, Mendidik Anak di Era Digital

  • Administrator
  • Selasa, 4 November 2025 | 15:13 WIB
AMAN DIGITAL SEJAK DINI
  Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid secara resmi meluncurkan microsite TunasDigital.id dalam acara Launching Microsite TunasDigital.id dan Curhat Bareng Bu Menteri di Blok M Hub, Jakarta, Sabtu (1/11/2025). Platform ini menjadi ruang belajar dan berbagi antarorang tua dan pendidik dalam menghadapi tantangan literasi digital anak di era media sosial.(Foto InfoPublik/Amir Yandi)
Platform tunasdigital.id akan berisi panduan, forum berbagi pengalaman, hingga daftar aplikasi dan permainan yang aman bagi anak-anak.

Sabtu pagi awal November ini di sudut basement Blok M Hub, Jakarta, terasa berbeda dari biasanya. Di tengah hiruk pikuk kota, suara tawa dan percakapan hangat memenuhi ruangan. Ratusan ibu dari berbagai komunitas berkumpul dalam acara bertajuk “Kumpul Bunda FYP bersama Komdigi” yang mengusung tema “Aman dan Sehat Digital Sejak Dini.”

Acara ini menjadi ruang pertemuan antara pemerintah, pendidik, dan para orang tua yang berjuang menghadapi tantangan besar: mendampingi anak tumbuh di dunia digital.

Di hadapan mereka, Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid meluncurkan microsite tunasdigital.id, sebuah platform edukatif untuk memperkuat literasi digital keluarga Indonesia.

Namun, suasana yang tercipta jauh dari kesan seremonial. Tak sekadar peluncuran laman digital, ia berubah menjadi ruang curhat bersama yang penuh emosi dan ketulusan.

Seorang ibu bernama Desi memecah keheningan. Dengan nada pelan, ia bercerita tentang anaknya yang berkebutuhan khusus dan bagaimana sang anak bereaksi saat menonton tayangan tak pantas di media sosial. "Dia langsung matikan sendiri dan bilang, ‘Aku takut, Bu.’ Saya terharu, tapi juga sedih. Dunia digital terlalu besar untuk anak-anak,” tuturnya di Jakarta, Sabtu (1/11/2025).

Ruangan hening sejenak. Banyak mata berkaca-kaca. Cerita itu menjadi cermin kegelisahan banyak orang tua lain di ruangan itu.

Dari kursinya di podium, Meutya Hafid mengangguk pelan. Ia memahami betul beban yang dirasakan para ibu di era teknologi yang begitu cepat berubah. "Yang paling penting adalah bunda-bunda sadar dulu bahwa ada masalah dan mau membenahi. Masih banyak yang membiarkan anaknya bermain internet tanpa pengawasan,” katanya tegas namun lembut.

Ia menjelaskan bahwa kehadiran tunasdigital.id bukan sekadar situs, tetapi wadah kolaborasi antara keluarga, pendidik, dan negara.

Platform ini akan berisi panduan, forum berbagi pengalaman, hingga daftar aplikasi dan permainan yang aman bagi anak-anak. “Kami ingin bunda-bunda jadi bagian dari pengembangannya. Bukan hanya pengguna. Karena yang paling paham dunia anak-anak, ya bunda-bunda sendiri,” ujar Meutya disambut tepuk tangan panjang.

Dalam sesi “Curhat Bareng Bu Menteri”, percakapan berubah menjadi interaktif. Para ibu silih berganti mengangkat tangan, menyampaikan pengalaman, kegelisahan, hingga tanya tentang cara terbaik membatasi anak bermain gawai.

Ada yang bercerita anaknya menangis saat dilarang bermain gim. Ada pula yang bingung menjelaskan kepada anak mengapa mereka belum boleh memiliki akun media sosial.

Setiap curhat disambut empati, bukan nasihat kosong. Meutya Hafid tak ragu memuji kejujuran para ibu. “Makasih bunda-bunda udah sharing, karena sharing itu aja sudah berat. Tapi dari sinilah perubahan dimulai. Dari kesadaran kecil di rumah,” ujarnya.

Ia juga mengingatkan bahaya konten negatif yang menyelinap di platform hiburan populer, termasuk praktik perundungan digital hingga rekrutmen terorisme. “Kita pikir game itu aman, tapi ternyata bisa berbahaya. Karena itu penting untuk saling berbagi dan melapor jika menemukan hal mencurigakan,” tegasnya.

Apresiasi PP Tunas

Kehadiran Najeela Shihab, pendidik dan aktivis literasi digital, menambah dimensi baru dalam pertemuan itu.

Dengan tutur lembut, ia menguatkan para bunda agar tidak kehilangan arah dalam mendidik anak di tengah banjir informasi. “Tugas jadi orang tua itu berat sekali. Tapi kabar baiknya, sekarang ada platform dan aturan yang bisa membantu kita,” katanya membuka pembicaraan.

Ia mengapresiasi langkah Komdigi mengeluarkan PP Tunas dan Permen Literasi Digital Anak, yang disebutnya “pagar pelindung” bagi anak-anak Indonesia di dunia maya.

Najeela juga memberi saran praktis: tunda dulu keterlibatan anak di dunia digital jika belum cukup umur. “Anak-anak kecil itu masih perlu belajar sopan santun, bermain di taman, belajar prestasi di sekolah. Dunia nyata harus dikuasai dulu sebelum dunia digital,” ujarnya.

Ia menambahkan, menunda bukan berarti melarang, melainkan mendampingi anak belajar mengenal nilai sebelum teknologi.

Salah satu momen paling berkesan adalah ketika Najeela menggunakan analogi “pilot dan penumpang” untuk menggambarkan peran orang tua. “Kalau anak marah karena dilarang main ponsel, itu wajar. Tapi siapa pilotnya di rumah? Ibu dan ayah. Kalau pesawat harus mendarat darurat, penumpang tidak bisa maksa,” katanya disambut tawa ringan.

Ia menegaskan pentingnya ketegasan dan konsistensi dalam mendidik anak, sekaligus mengajak para ibu untuk saling mendukung, bukan saling menyalahkan.

Dari depan ruangan, Meutya Hafid tersenyum mendengarkan. Ia menimpali, “Betul sekali. Pemerintah bisa membuat pagar, tapi yang menjaga pagar itu adalah keluarga.”

Ia berharap tunasdigital.id menjadi ruang aman bagi para ibu untuk terus belajar dan saling memperkuat. “Dunia digital luas sekali, tapi kalau kita jalan bersama, kita bisa melindungi anak-anak kita,” tambahnya.

Dalam dialog itu, tidak ada jarak antara pejabat dan rakyat. Meutya Hafid berbicara bukan sebagai menteri, tetapi sebagai seorang ibu.

Begitu pula Najeela Shihab, yang menyampaikan materi dengan bahasa sederhana dan penuh empati.

Di akhir sesi, keduanya berjalan di antara para bunda, menyalami satu per satu sambil menanyakan kabar anak-anak mereka.

Semangat kebersamaan ini sejalan dengan arah pembangunan manusia dalam Asta Cita Pemerintahan Prabowo–Gibran, terutama cita keempat: mewujudkan manusia Indonesia unggul, produktif, berkarakter, dan sejahtera.

Serta cita ketujuh: mempercepat transformasi digital yang inklusif dan aman untuk seluruh masyarakat.

Program literasi digital keluarga ini menjadi bukti nyata bahwa kemajuan teknologi harus berjalan seiring dengan perlindungan moral dan sosial.

Seusai acara, banyak bunda masih berkumpul di luar ruangan. Mereka saling bertukar nomor ponsel, membuat grup diskusi, dan berjanji untuk aktif di tunasdigital.id. “Senang banget, akhirnya bisa ketemu ibu-ibu yang punya masalah sama. Jadi gak merasa sendirian lagi,” kata salah satu peserta sambil tersenyum lega.

Di layar utama, logo tunasdigital.id terpampang dengan warna lembut biru muda dan hijau, menggambarkan harapan baru bagi masa depan digital anak-anak Indonesia.

Di penghujung acara, Meutya Hafid menutup dengan pesan singkat namun penuh makna. “Menjaga anak di era digital bukan tugas satu orang, tapi tugas bersama. Pemerintah menyiapkan pagar, tapi keluarga yang menguatkan fondasinya.”

Dan dari Blok M Hub hari itu, sebuah gerakan kecil lahir gerakan ibu-ibu yang tak hanya melek teknologi, tetapi juga melek kasih, mau berdisiplin, dan membawa harapan.

 

Penulis: Wandi
Redaktur: Kristantyo Wisnubroto

Berita ini sudah terbit di infopublik.id: https://infopublik.id/kategori/features/945143/kumpul-bunda-fyp-dan-komdigi-menganyam-harapan-mendidik-anak-di-era-digital