Indonesia.go.id - Ini Alasan Kripto Dikenakan PPN dan PPh per 1 Mei 2022

Ini Alasan Kripto Dikenakan PPN dan PPh per 1 Mei 2022

  • Administrator
  • Selasa, 12 April 2022 | 19:00 WIB
KRIPTO
  Ilustrasi. Pemerintah akan memberlakukan pajak kripto dalam bentuk pajak pertambahan nilai atau PPN dan pajak penghasilan atau PPh.UNSPLASH

Cryptocurrency atau uang kripto adalah mata uang yang tengah populer dalam beberapa tahun terakhir, terutama di kalangan anak muda. Singkat cerita, banyak kisah sukses anak muda dari berbisnis uang kripto tersebut.

Di dunia, ada banyak jenis uang kripto yang beredar. Dari namanya, cryptocurrencyberasal dari dua kata. Yakni, cryptography yang berarti kode rahasia dan currencyyang artinya mata uang.

Dengan kata lain, uang kripto adalah mata uang virtual yang dilindungi kode rahasia. Sederhananya, uang kripto adalah mata uang yang memiliki sandi-sandi rahasia yang cukup rumit berfungsi melindungi dan menjaga keamanan mata uang digital ini. 

Artinya, transaksi mata uang kripto tidak bisa dipalsukan. Pencatatan dari mata uang kripto adalah biasanya terpusat dalam sebuah sistem yang disebut dengan teknologi blockchain.

Sementara itu, menurut Forbes, ada tiga kata kunci yang melekat pada cara kerja mata uang kripto, yakni digital, terenkripsi, dan desentralisasi. Artinya tidak seperti mata uang konvensional, baik dolar AS atau euro, atau bahkan rupiah, mata uang digital ini tidak dikontrol oleh otoritas sentral dari sisi nilai dari uang tersebut.

Dengan demikian, tugas dalam mengontrol dan mengelola mata uang ini sepenuhnya dipegang oleh pengguna mata uang kripto melalui internet.

Cara mendapatkan cryptocurrency adalah dengan menambang. Bitcoin merupakan mata uang kripto pertama. Prinsip mata uang kripto sendiri secara prinsip sistem uang elektronik peer to peer yang bisa diakses di laman bitcoin.org.

Dalam perkembangan selanjutnya, kini setidaknya ada 10.000 jenis mata uang kripto yang diperdagangkan. Namun demikian, untuk di Indonesia, ada 229 aset kripto yang telah terdaftar di Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti).

Termasuk sebagai pionir, Bitcoin merupakan salah satu uang kripto yang terpopuler atau memiliki kapitalisasi pasar terbesar dalam dolar AS. Beberapa uang kripto lainnya, seperti Ethereum, Binance, coin Cardano, Degocoin, Litecoin, dan sebagainya. Aset kripto tersebut tentu memiliki karakterisitiknya masing-masing.

Banyak kisah sukses dari pelaku uang kripto tersebut, dan pelaku uang kripto itu kebanyakan anak muda. Tak dipungkiri, uang kripto sebagai instrumen yang baru saja berkembang telah memberikan nilai bisnis yang luar biasa. 

 

Terus Meningkat

Menurut data yang dilansir Kementerian Keuangan, OJK, dan Bappebti, dalam beberapa tahun ini, baik transaksi maupun investor kripto di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada 2020 misalnya, transaksi kripto baru mencapai Rp64,9 triliun dengan investor mencapai 4 juta. Pada 2021, nilai transaksi yang dihasilkan naik menjadi Rp859,4 triliun dengan investor mencapai 11,2 juta.

Sementara itu, dari Januari—Februari 2022, nilai transaksi yang dihasilkan mencapai Rp83,88 triliun dan investor sebanyak 12,4 juta. Bagi pemerintah, transaksi dan investor yang dihasilkan dari uang kripto luar biasa, dan wajar dikenakan pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penghasilan atau PPh.

Bisa jadi alasan itu yang melatarbelakangi pemerintah berencana memberlakukan pajak kripto dalam bentuk PPN dan PPh. Rencananya, pemberlakuan itu atas aset kripto mulai 1 Mei 2022.

Transaksi aset kripto akan dikenakan tarif PPh dan PPN yang bersifat final. Ketentuan mengenai pajak kripto ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 68 tahun 2022. Aturan ini merupakan aturan turunan dari Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

Dasar pengenaan PPN atas kripto lantaran dianggap sebagai komoditi yang termasuk dalam objek PPN sebagaimana UU PPN. Sementara itu, dasar pengenaan PPh atas kripto karena penghasilan dari perdagangan aset kripto dihitung sebagai tambahan kemampuan ekonomis yang diperoleh wajib pajak sebagaimana diatur dalam UU PPh.

"Bahwa untuk memberikan kepastian hukum, kesederhanaan, dan kemudahan administrasi pemungutan, penyetoran, dan pelaporan pajak atas perdagangan aset kripto, perlu mengatur ketentuan mengenai PPN dan PPh atas transaksi perdagangan aset kripto," demikian bunyi bagian pertimbangan dalam beleid tersebut dikutip Selasa (5/4/2022).

Artinya, pengenaan pajak kripto akan menambah legalitas industri. Ini menandakan bahwa kripto sudah menjadi aset atau komoditas yang sah di mata hukum negara.

Perlakuan PPN atas penyerahan aset kripto ini berupa barang kena pajak (BKP) tidak berwujud, jasa kena pajak (JKP) berupa jasa penyediaan sarana elektronik yang dipakai untuk transaksi, dan JKP berupa jasa verifikasi transaksi aset kripto atau jasa manajemen kelompok penambang aset kripto.

Bagaimana pengenaan pajak PPN-nya? Pemerintah mengenakan PPN 1 persen dari tarif PPN dikali dengan nilai transaksi aset kripto atas penyerahan aset kripto, berupa jual beli atau tukar menukar. Perhitungannya, yakni 1% x 11% x nilai transaksi aset kripto.

Tarif tersebut berlaku apabila penyelenggara perdagangan merupakan pedagang fisik. Namun, jika penyelenggara perdagangan bukan pedagang fisik maka tarif yang berlaku adalah 2% dari PPN atau 2% X 11% X nilai transaksi kripto. 

Adapun ketentuan PPN untuk JKP berupa jasa penyedia sarana elektronik yang dipakai untuk transaksi kripto yakni mengalikan tarif PPN 11% dengan dasar pengenaan pajak.

Dasar pengenaan pajaknya berupa penggantian, yaitu sebesar komisi atau imbalan dengan nama dan bentuk apapun. Jika imbalannya mata uang asing maupun aset kripto, maka harus dikonversi ke rupiah terlebih dahulu.

Ketentuan PPN untuk JKP atas jasa verifikasi transaksi aset kripto dan penambang, berlaku tarif sebesar 10% dari tarif PPN dikali dengan nilai berupa uang atas aset kripto yang diterima oleh penambang.

Apabila imbalan yang diterima berupa mata uang asing maupun aset kripto, maka perlu dikonversi ke rupiah. Perlakukan PPh atas aset kripto berlaku atas penghasilan yang diterima dari penjualan, penyelenggaraan perdagangan melalui elektronik maupun penambang aset kripto. PPh atas penjualan aset kripto dikenakan PPh pasal 22 final dengan tarif 0,1% dari nilai transaksi kripto, tidak termasuk PPN dan PPnBM. PPh final tersebut dipungut, disetor dan dilaporkan oleh penyelenggaraan perdagangan.

Apabila penyelenggara perdagangan bukan pedagang fisik, maka tarif sebesar 0,2%. Penghasilan dari penyedian sarana elektronik yang digunakan untuk transaksi kripto dikenakan PPh berdasarkan tarif umum sesuai ketentuan UU PPh.

Sementara itu, penghasilan yang diterima oleh penambang aset kripto akan dikenakan PPh pasal 22 final dengan tarif 0,1% dari penghasilan. Adapun PPh tersebut wajib disetor sendiri oleh penambang.

Kepala Sub Direktorat Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Perdagangan, Jasa dan Pajak Tidak Langsung Lainnya Ditjen Pajak (DJP) Kemenkeu Bonarsius Sipayung mengemukakan, potensi penerimaan negara dari pengenaan PPN dan PPh transaksi aset kripto mulai 1 Mei 2022 sekitar Rp1 triliun.

Menurutnya, prediksi itu berdasarkan total transaksi aset kripto yang mencapai Rp850 triliun selama 2020. Tentu ada pula yang bertanya-tanya, kenapa transaksi uang kripto ini dikenakan pajak? Pertama, Bonarsius Sipayung menjelaskan, tentunya landasannya berdasarkan UU PPN atas seluruh penyerahan barang kena pajak dan jasa kena pajak terutang PPN.

“Itu prinsipnya," katanya dalam media briefing dalam video conference di Jakarta, Rabu (6/4/2022).

Ditjen Pajak mengingatkan, perdagangan melalui sistem elektronik (PPMSE) yang memfasilitasi aset kripto atau pedagang fisik aset kripto yang tidak terdaftar dalam Badan Pengawas Perdagangan Berjangka (Bappebti) akan dikenakan tarif pajak PPN dan PPh dua kali lipat dari tarif aset kripto yang terdaftar.

Bonarsius Sipayung pun menjelaskan, pemerintah telah mengkaji dengan dalam soal pengenaan pajak PPN dan PPh untuk uang kripto itu, yakni pemerintah lebih dulu mendefinisikan aset kripto. Pertama, meski ada terminologi criptocurrency, sudah jelas bahwa Bank Indonesia (BI) sudah melarang kripto sebagai alat pembayaran yang sah di Indonesia.

"Kita lihat aturan dari otoritas yaitu BI menyatakan bahwa kripto itu bukan alat tukar. Karena bukan alat tukar, clear, dia adalah barang tertentu yang bisa digunakan sebagai alat tukar tapi bukan alat tukar resmi yang diakui otoritas," ujarnya.

Dia menambahkan, aset kripto juga tidak bisa digolongkan sebagai surat berharga. Untuk itu pemerintah merujuk pada ketentuan di Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) yang mengatur kripto sebagai komoditas.

"Kita lihat ini yang mengatur Bappebti. Bappebti mengatur bahwa kripto ini komoditas. Artinya, kripto itu komoditas yang berarti dikaitkan dengan UU PPN. Di UU PPN disebutkan atas penyerahan barang kena pajak terutang PPN, ini dasarnya," ungkapnya.

Selanjutnya mengenai mekanisme pemungutan pajaknya, maka pemerintah menunjuk pihak lain untuk melakukan pemungutan. Dalam hal ini, pihak yang memfasilitasi transaksi aset kripto akan menjadi pemungut PPN dari setiap penyerahan barang tersebut.

 

Penulis: Firman Hidranto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari