Manfaatkan teknologi secara cerdas, santun di ruang digital, dan jangan mudah percaya dengan setiap informasi yang diterima.
Memasuki era revolusi industri 4.0 berbasis digital, masyarakat kini kebanjiran informasi yang hadir lewat kanal-kanal media sosial. Dalam hitungan hari, jam, menit, hingga detik, kabar banjir di India sekejap bisa menyebar ke seluruh penjuru bumi.
Membanjirnya informasi juga menyisakan ekses negatif di jagat dunia maya. Muncul aneka berita hoaks, palsu, dan menyesatkan. Informasi model ini merupakan sampah di ruang digital.
Merujuk pada data Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), hoaks terbanyak yang disebar di medsos berbentuk tulisan (62,1%). Berikutnya, gambar/foto dan video. Jenis informasi hoaks yang paling banyak disebar adalah konten sosial politik (khususnya jelang agenda pilpres, pileg, atau pilkada), berikutnya adalah isu SARA, kesehatan, perjudian, dan pornografi.
Bahkan di masa pandemi Covid-19, berita hoaks tetap marak. Kementerian Kominfo mencatat dari 23 Januari 2020 sampai 1 Februari 2021 terdapat 1.402 hoaks mengenai Covid-19. Ribuan hoaks tersebut muncul di berbagai platform media sosial.
Dari 1.402 hoaks sepanjang setahun lalu, ada 104 hoaks dibawa keranah hukum. Yang meresahkan, dari isu Covid-19 ada 97 hoaks mengenai vaksin Covid-19 yang tersebar di 280 platform media sosial. Facebook menjadi media sebaran tertinggi dengan 198 hoaks. Disusul Twitter 39 hoaks, YouTube 22 hoax, Tiktok 15 hoaks, dan Instagram enam hoaks mengenai vaksin.
Oleh karena itu, keterlibatan anak muda amat diperlukan dalam menjaga dunia maya bersih dari sampah digital. Pasalnya, sebanyak 85% pengguna internet di Indonesia adalah generasi muda dari umur 18 tahun hingga 34 tahun.
"Adanya kontribusi kawula muda secara aktif akan membantu mengurangi peredaran hoaks di ruang digital secara efektif beberapa waktu ke depan," ujar Executive Editor Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik (IKP) Kementerian Kominfo Ahmed Kurnia S pada Webinar "Merajut Nusantara: Internet Sehat, Membangun Generasi Muda Sadar Bermedia Sosial", Sabtu (20/3/2021).
Kegiatan Ditjen IKP Kemenkominfo ini disiarkan dari Aceh Utara dan diikuti oleh ratusan perwakilan mahasiswa, ormas, dosen, dan santri. Untuk membantu membersihkan konten-konten negatif di dunia digital, Ahmed menambahkan, masyarakat khususnya generasi muda mesti mengenal ciri-ciri dan memahami sebuah berita ini hoaks atau bukan.
Pertama, hati-hati dengan judul provokatif. Berita hoaks seringkali menggunakan judul sensasional yang provokatif, misalnya dengan langsung menudingkan jari ke pihak tertentu. Isinya pun bisa diambil dari berita media resmi, hanya saja diubah-ubah agar menimbulkan persepsi sesuai yang dikehendaki sang pembuat hoaks. Atau isi beritanya memakai narasumber yang merasa paling benar pendapatnya dan mengabaikan fakta lainnya. Sebuah berita hanya mengandalkan opini narasumber tunggal terkesan subjektif.
Oleh karena itu, apabila menjumpai berita dengan judul provokatif, sebaiknya Anda mencari referensi berupa berita serupa dari situs online resmi, kemudian bandingkan isinya, apakah sama atau berbeda.
Hal kedua, mencermati alamat situs atau laman berita. Untuk informasi yang diperoleh dari website atau mencantumkan link (tautan), cermatilah alamat URL situs dimaksud. Apabila berasal dari situs yang belum terverifikasi sebagai institusi pers resmi--misalnya menggunakan domain blog, maka informasinya bisa dibilang meragukan.
Ketiga, bagaimana cara mengecek keaslian sebuah foto? Di era teknologi digital saat ini, bukan hanya konten berupa teks yang bisa dimanipulasi, melainkan juga konten lain berupa foto atau video. Ada kalanya pembuat berita palsu juga mengedit foto untuk memprovokasi pembaca.
Cara untuk mengecek keaslian foto bisa dengan memanfaatkan mesin pencari Google, yakni dengan melakukan drag-and-drop ke kolom pencarian Google Images. Hasil pencarian akan menyajikan gambar-gambar serupa yang terdapat di internet sehingga bisa dibandingkan.
Ahmed juga mengajak para kaum muda dapat berpartisipasi secara aktif dengan melaporkan berbagai akun maupun situs yang terindikasi menyebarkan hoaks. Adukan hal tersebut ke berbagai kanal komunikasi resmi yang disediakan oleh Kementerian Kominfo.
Berikut ada beberapa fitur di medsos bagi masyarakat yang ingin melaporkan berita atau informasi yang dinilai meresahkan publik. Untuk media sosial Facebook, bisa dengan menggunakan fitur ‘Report Status’ dan mengkategorikan informasi hoaks sebagai hatespeech/harrasment/rude/threatening, atau kategori lain yang sesuai.
Jika ada banyak aduan dari warganet, biasanya Facebook akan menghapus status tersebut. Sedangkan untuk Google, bisa menggunakan fitur feedback untuk melaporkan situs dari hasil pencarian apabila mengandung informasi palsu. Twitter memiliki fitur Report Tweet untuk melaporkan twit yang negatif, demikian juga dengan Instagram.
Kemudian, bagi pengguna internet Anda dapat mengadukan konten negatif ke Kementerian Komunikasi dan Informatika dengan melayangkan e-mail ke alamat aduankonten@mail.kominfo.go.id.
Dengan begitu, Kominfo akan menindak lanjuti laporan yang diajukan oleh masyarakat sesuai dengan bobot informasi yang disebarkan. Maksudnya, bila termasuk ringan, akun maupun situs akan diblokir.
Sebaliknya, bila informasi yang disebarluaskan membuat kegaduhan yang mengancam stabilitas sosial akan dilaporkan ke aparat penegak hukum. Supaya, terdapat efek jera bagi masyarakat yang telah meresahkan publik di ruang digital.
Narasumber webinar lainnya, praktisi pendidikan pesantren Muhammad Mundzir Yunus mengajak publik khususnya kawula muda untuk berperilaku internet sehat. Memanfaatkan teknologi sehat secara cerdas, santun di ruang digital dan jangan mudah percaya dengan setiap informasi yang masuk. Saring dulu sebelum sharing(berbagi) ke orang lain.
Baik Ahmed dan Mundzir sepakat menjadikan ruang digital sebagai ruang kreatif dan produktif sehingga mampu meningkatkan pertumbuhan sosial ekonomi suatu bangsa. Giliran anak muda sekarang membanjiri ruang digital dengan konten-konten positif, kreatif, dan inspiratif. Dijamin berita hoaks dengan sendirinya tersingkir.
Penulis: Kristantyo Wisnubroto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari