Di Kawasan Cilandak Barat, Jakarta Selatan, ada permata tersembunyi. Sekitar 100 meter menyusuri Jl Keuangan, dari Jl Fatmawati, ada bangunan berlantai dua yang tampak bersih tertata dan apik. Bangunan itu bukanlah rumah tinggal biasa, melainkan museum yang menyimpan warisan bersejarah dari maestro seni rupa ternama nasional, Basoeki Abdullah.
Bangunan yang berdiri di atas tanah seluas 500 meter persegi itu dulunya adalah kediaman (almarhum) Basoeki Abdullah. Selain memajang karya-karya sang empu, museum itu juga menampilkan benda-benda berharga milik Basoeki. Ada koleksi senapan, wayang kulit, properti penari, hingga pakaian musim dingin yang biasa dikenakan Basoeki saat menjalani studinya di Belanda pada 1930-an.
Interior rumah tak banyak dirombak. Kamar tidur, ruang makan, dan ruang tamu ditata sebagaimana dulu ketika rumah itu masih ditinggali oleh Basoeki dan keluarganya, sebelum sang maestro meninggal 1993, dalam usia 78 tahun, akibat tindak kekerasan oleh perampok yang hendak menjarah kediamannya.
Basoeki Abdoellah adalah pelukis realis-naturalis yang lahir di Solo. Ayahnya seniman tari dan kakeknya pahlawan nasional Dokter Wahidin Soedirohusodo. Sempat menjadi pelukis istana di Jakarta, ia memilih berkelana di berbagai negara, terutama di Eropa, dan menjadi pelukis keluarga kerajaan di berbagai kastil, hingga kemudian menetap kembali di Indonesia di awal 1990-an.
Museum Basoeki Abdullah adalah salah satu dari berbagai museum unik yang ada di Jakarta. Museum unik lainnya di Jakarta adalah ‘’Museum di Tengah Kebun’’ (begitu nama resminya), yang berlokasi di Kemang, Jakarta Selatan. Bukan hanya sebagai museum, tempat ini juga menawarkan suasana taman hijau yang menjadi oase di tengah perkotaan dan galeri seni.
Museum ini merupakan properti pribadi milik (almarhum) Sjahriar Djalil, seorang kolektor ternama. Di museum itu dipamerkan ribuan pernak-pernik barang koleksi yang berasal dari 64 negara, termasuk dari 21 provinsi Indonesia. Ada patung-patung, lukisan, keramik, benda ritual, furnitur klasik, dan banyak lainnya. Koleksi tertuanya adalah spesimen fosil pohon yang konon berasal dari Masa Triassic (248 juta tahun lalu).
Museum Basoeki Abdullah buka setiap hari untuk umum. Dikelola Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), pihak museum hanya menjual tiket masuk dengan harga seribu-dua ribu rupiah. Harga yang teramat murah untuk sebuah pengalaman baru. Bahkan, Museum di Tengah Kebun menggratiskan pengunjungnya. Hanya saja, pengunjung (rombongan) perlu membuat janji dengan pengelola, karena hanya ada dua-tiga rombongan yang mendapat kesempatan mengunjunginya per hari.
Museum biasa menyimpan warisan budaya. Di Jakarta, ada Museum Sejarah Jakarta yang lebih dikenal dengan sebutan Museum Fatahillah di Kawasan Kota Tua. Bangunan museum yang dibangun awal 1700-an itu dulunya Balai Kota Batavia, yang kemudian difungsikan sebagai museum di era kemerdekaan. Museum Fatahillah adalah salah satu museum paling ikonik di Jakarta. Koleksinya antara lain terdiri dari replika peninggalan masa Tarumanegara, Pajajaran, hingga barang-barang peninggalan di awal-awal era kolonial. Museum Fatahillah tergolong yang paling banyak menerima kunjungan.
Namun, bintang dari segala museum di Jakarta tentulah Museum Nasional di Jl Merdeka Barat. Bahkan, Museum Nasional itu kini telah berkembang menjadi pusat budaya. Di sana tidak hanya menjadi koleksi benda-benda bersejarah paling berharga dari seluruh pelosok Indonesia, lebih dari itu Museum Nasional menjadi situs untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sebagai jalan mencari pemaknaan atas hasil-hasil peradaban itu sendiri.
Ada masa di mana museum dianggap sebagai tempat yang membosankan. Dianggap hanya gudang penyimpanan benda sejarah, atau sekadar lokasi karyawisata murid SD. Namun kini museum mulai dilirik lagi sebagai lokasi rekreasi alternatif. Makna museum perlahan-lahan bergeser, jika tadinya sekadar gudang barang antik, kini pengalaman baru, pengetahuan baru, dan sensasi baru dan keasyikan dalam kunjungan ke museum menjadi hal penting.
Di seluruh Indonesia, ada 435 museum, dan 64 di antaranya ada di Jakarta. Hampir semua menunjukkan gairah barunya. Sebut saja Museum Nasional, Museum Fatahillah, Museum Wayang, Museum Art Galeri, Museum Prasasti, Museum Bahari, Museum Tekstil, Museum Satria Mandala, dan seterusnya.
Pengelolaan menjadi hal terpenting dalam membuat museum menjadi tempat berkunjung yang menarik. Namun, sebagian museum diperlakukan seolah menjadi gudang barang antik yang hanya menghabiskan anggaran, tak cukup memberi manfaat bagi warga, karenanya sepi pengunjung dan tak menghasilkan pemasukan. Walhasi, barang koleksi tak terpelihara, pelayanannya buruk. Jangankan untung, untuk menutup separuh biaya pun tak cukup.
Dalam upaya menjadikan museum menjadi tempat yang layak, pengelola perlu mengemas koleksinya sesuai kebutuhan. Tak ada salahnya menyasar segmentasi pasar, dengan strategi promosi tertentu, mengedepankan nilai estetika dan ilmiah barang koleksi tanpa mengganggu fungsi museum sebagai pelestari. Keunggulan koleksi juga perlu ditonjolkan dengan sistem pengelolaan yang adaptif sesuai perkembangan zaman.
Peletakan koleksi museum hanyalah bagian dari keseluruhan pengalaman berkunjung ke museum. Museum zaman kini perlu lebih interaktif. Peran staf museum dan teknologi jadi penting, untuk mendorong pengunjung taak hanya melihat, juga memahami arti akan benda-benda koleksi itu. Penggunaan teknologi juga penting dalam sistem katalog koleksi museum dan menghemat ruang, dengan tidak serta-merta menampilkan semua koleksi di ruang museum.
Aspek lain yang bisa menjadi kekuatan museum adalah tampilan yang instagrammable. Pada era media sosial hal semacam itu sulit dihindarkan. Tak ada salahnya menata museum untuk mengakomodasikan keperluan ini. Tempat yang instagrammable bisa manjur memberi nilai lebih sebuah tempat publik, karena unggahan foto yang menarik bisa membuat orang ingin mengunjungi sebuah lokasi hiburan. Namun, medsos juga menumbuhkan hasrat masyarakat yang sering berlebihan dalam mengejar gaya foto. Kecenderungan itu perlu dikendalikan.
Pengembangan museum menjadi tempat berkumpul komunitas tertentu juga memberi hasil samping yang menggembirakan. Museum Benteng Vredeburg adalah objek wisata yang membuka diri terhadap berbagai jenis komunitas, mulai dari komunitas sepeda onthel sampai komunitas dongeng anak. Pada September 2019, Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta mengundang ratusan anak muda dalam kegiatan Sarasehan Temu Komunitas. Sarasehan ini mendorong anak-anak muda melakukan kegiatan yan bermanfaat dengan memanfaatkan magnet museum.
Kerja sama museum dan komunitas ini menjadi seperti simbiosis mutualisme. Museum menyediakan fasilitas bagi kegiatan-kegiatan komunitas, dan komunitas berperan sebagai media penyebaran informasi. Kerja sama itulah yang membuat Museum Nasional, tanpa mengurangi daya tariknya sebagai situs penyimpan benda bersejarah, kini juga telah berkembang sebagai institusi keilmuan yang berwibawa, layaknya Smithsonian Museum di Amerika Serikat.
Meski tak berpretensi menjadi ilmiah, kerja sama Museum Sejarah Jakarta Fatahillah dengan berbagai komunitas seni-budaya, telah membuatnya menjadi destinasi penting di Kota Tua Jakarta. Pengunjungnya terus meningkat, dan hampir 860 ribu orang sepanjang 2018. Lingkungan Kota Tua yang instragammable tentu ikut menjadi pemikat orang untuk berkunjung ke Balai Kota Batavia tersebut. (P-1)