Indonesia.go.id - Siaga Merapi karena Kubah Lava makin Tinggi

Siaga Merapi karena Kubah Lava makin Tinggi

  • Administrator
  • Sabtu, 11 September 2021 | 12:47 WIB
GUNUNG BERAPI
  Luncuran lava pijar Gunung Merapi terlihat dari Cangkringan, Sleman, DI Yogyakarta, Minggu (15/8/2021). ANTARA FOTO/ Hendra Nurdiyansyah
Setelah mengalami ledakan besar pada 2010, kubah lawa di puncak Gunung Merapi semakin besar dan tinggi. Aktivitasnya terus meningkat.

Gunung Merapi yang puncaknya 30 km di utara Kota Yogyakarta diam-diam terus bertambah tinggi. Bila pada 2010 tingginya tercatat 2.930 meter, pada awal  2021 ini telah  bertambah menjadi 2.968 meter. Merapi bahkan terus tumbuh di beberapa pekan belakangan. Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) menyebutkan, dua kubah lava di puncak  Gunung Merapi terpantau mengembang.

"Ketinggian kubah barat daya bertambah sekitar lima meter dan kubah tengah bertambah sekitar satu meter," kata Kepala BPPTKG Hanik Humaida melalui keterangan tertulis di Yogyakarta, Jumat (10/9/2021). Perubahan bentuk puncak Merapi ini diketahui berdasarkan hasil analisis morfologi dari Stasiun Kamera Deles 5, Tunggularum, Ngepos, dan Babadan 2, periode 3--9 September 2021.

Dua kubah baru di puncak gunung itu kini menjadi indikator aktivitas Merapi. Selain tambah tinggi, menurut Hanik, volume dua kubah lava Gunung Merapi juga meningkat. Volume kubah lava barat daya yang pekan lalu masih 1.440.000 meter kubik, pekan ini bertambah menjadi 1.550.000 meter kubik. Ada pun volume kubah tengah yang sebelumnya 2.842.000 meter kubik menjadi 2.854.000 meter kubik.

Gunung  Merapi punya dua kubah lava baru yang sama-sama tumbuh. Kubah lava pertama berada  di sisi barat daya Merapi, tepatnya di atas lava sisa erupsi tahun 1997. Kubah lava kedua terpantau oleh BPPTKG pada 4 Februari 2021, berada di tengah kawah puncak Gunung Merapi.

Sepanjang sepekan pengamatan, kata Hanik, Gunung Merapi satu kali meluncurkan awan panas guguran ke arah barat daya, dengan jarak luncur maksimal 2.000 meter. Guguran lavanya sendiri  teramati 129 kali ke arah barat daya dengan jarak luncur maksimal 2.000 meter.

Dalam sepekan terakhir, Gunung Merapi juga tercatat mengalami satu kali gempa awan panas guguran (AP), dua kali gempa vulkanik dangkal (VTB), 286 kali gempa low frekuensi (LF), 20 kali gempa fase banyak (MP), 1.491 kali gempa guguran (RF), 561 kali gempa embusan (DG), dan empat kali gempa tektonik (TT). ‘’Kegempaan LF pada minggu ini lebih tinggi dibandingkan minggu lalu," kata Hanik pula.

Dengan adanya aktivitas vulkanik yang makin intens itu, BPPTKG mempertahankan status Gunung Merapi di  Level III atau Siaga. Bila aktivitas vulkanik itu terus meningkat, dan muncul letusan kecil yang diikuti semburan abu dan uap, statusnya akan naik ke level IV atau Waspada. Dalam waktu 24 jam ke depan kemungkinan akan terjadi erupsi. 

Warga diminta mewaspadai potensi  guguran lava dan awan panas  Merapi di sektor selatan-barat daya yang meliputi Sungai Kuning, Boyong, Bedog, Krasak, Bebeng, dan Putih. "Kalau terjadi letusan, lontaran material vulkanik dari Gunung Merapi dapat menjangkau area dalam radius tiga kilometer dari puncak gunung," kata Hanik Humaida.

Gunung Merapi memang seperti tidak ada capeknya untuk bererupsi. Yang menjadi masalah, ia ada di daerah padat penduduk. Bahkan, warga ada yang tinggal sampai ketinggian 1.700 meter, dan hanya berjarak empat kilometer dari puncak. Ada ratusan ribu jiwa yang bermukim di kaki gunung, yang tersebar di Kabupaten Sleman, Magelang, Klaten, dan Boyolali.

Merapi adalah bagian dari rantai pegunungan di  jantung  Jawa Tengah, mulai dari Gunung Ungaran, Gunung Telomoyo, dan Merbabu. Hanya Merapi yang masih aktif. Kisah erupsinya dikenang setidaknya sejak seribu tahun lalu. Cerita klasik menyebutkan, letusan di tahun 1006 mengakibatkan seluruh Jawa bermandikan debu vulkanik. Letusan itu yang memaksa Kerajaan Mataram tua untuk memindahkan ibu kotanya ke Jawa Timur.

Data ilmiah mulai terhimpun sejak 1768 ketika Merapi meletus dengan kekuatan cukup tinggi, yakni di atas atau sama dengan 3 volcano explosivity index (VEI). Letusan dengan skala yang sama terulang beberapa tahun, yakni pada 1822, 1849, 1872, dan 1931. Sejak 1768, Merapi telah meletus 80 kali, rata-rata 3 tahun sekali. Namun, dari serangkaian erupsi itu, letusan 1872 yang dianggap paling kuat, dengan skala hampir 4 VEI. Ketika itu awan panas meluncur sampai 20 km dari puncak.

Pada abad 20, letusan terbesar terjadi pada 1931, yang mesti tidak sedahsyat 1872, tapi mampu menghancurkan 13 desa dan menewaskan 1.400 orang. Pada 1994 letusan cukup besar (skala 3 VEI) kembali terjadi dan 60 orang tewas. Sejak itu Merapi hampir tak pernah tidur panjang.

Erupsi Merapi terbesar sejak 1872 terjadi pada 2010. Setelah lebih dari sebulan dinyatakan dalam status “Awas”, pada akhirya Merapi mengalami serangkaian letusan yang dimulai pada 26 Oktober 2010. Lontaran abu vulkanik menyeruak berselang-seling dengan aliran lava pijar, awan panas, dan material vulkanik lainnya. Dentumannya bahkan terdengar sampai Kota Wonosobo, yang berjarak sekitar 75 km (garis lurus) dari puncak Merapi. Letusan besar itu hampir mencapai skala 4 VEI.

Merapi baru berangsur tenang setelah memasuki pertengahan November 2010. Korban jiwa tercatat 273 orang.  Pascaledakan itu, Merapi cukup lama dapat tidur tenang, dan baru menunjukkan aktivitas vulkanik yang intens sejak 2018.

Ujungnya, ada letusan lagi pada 24 Mei 2018. Tindak cukup besar, tapi tetap membahayakan bagi warga di lereng gunung. Hampir setahun tenang, terjadi lagi aktivitas vulkanik yang intens pada 2020. Ujungnya terjadi erupsi 28 Maret 2020, 10 April dan 21 Juni. Tidak cukup besar, namun setelah itu Merapi tak bisa lagi tidur tenang.

Akivitas vulkanik Merapi terus berjalan dan menimbulkan deformasi di area puncak, termasuk pula membesarnya dua kubah yang ada di atas kawah. Ukuran kubah lava itu menandai makin besarnya potensi material vulkanik yang bisa terlontar di saat terjadi erupsi besar.

Dikepung oleh daerah padat penduduk, tak heran bila kawasan budi daya penduduk kini menyentuh sampai ke lereng-lereng di ketinggian 1800-an meter. Kawasan vegetasi alam di lereng Merapi tidak lagi banyak ditemui spesies endemik. Perlu keberuntungan besar bagi pendaki gunung untuk bisa menemui anggrek Vanda tricolor, yang dikenal sebagai bunga penghias khas di sela-sela tumbuhan alpine di sekitar puncak merapi.

Kini debaran magma di perut Gunung Merapi semakin kencang dan keras. Semuanya harus siaga.

 

 

Penulis: Putut Trihusodo
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari

Anda dapat menyiarkan ulang, menulis ulang, dan atau menyalin konten ini dengan mencantumkan sumber Indonesia.go.id.

Berita Populer