Peristiwa supermoon menyebabkan terjadinya gelombang pasang air laut dan berpotensi membahayakan keselamatan para nelayan. Disarankan untuk tidak melaut di saat itu.
Masyarakat di tanah air dalam rentang 14 Juni hingga 14 Juli 2022 dapat menyaksikan fenomena antariksa yang terbilang cukup langka. Yaitu Purnama Stroberi Super atau Full Strawberry Supermoon, Bulan Baru Stroberi Mikro (New Strawberry Supermoon), dan Purnama Rusa Super (Full Buck Supermoon).
Purnama Stroberi Super merupakan purnama yang terjadi di Juni dan Purnama Rusa Super ada pada Juli. Definisi ini juga dipakai untuk fase bulan baru. Ini berkaca pada Almanak Petani Tua (The Old Farmer's Almanac), sebuah buku astronomi yang diterbitkan setiap tahunnya oleh Old Farmer's Almanac sejak 1792 silam.
Lembaga tersebut mempunyai istilah tersendiri untuk menamai purnama yang terjadi tiap bulannya sebagai penanda musim dan perilaku hewan yang timbul pada musim-musim tertentu bagi penduduk di Amerika Serikat. Misalnya, tiap Juni merupakan awal bagi musim buah stroberi dan memasuki Juli, tanduk rusa jantan muda mulai tumbuh.
Penyebab sebenarnya purnama kali ini menjadi istimewa karena bertepatan dengan Bulan Purnama Super (Full Supermoon) atau yang secara teknis disebut Purnama Perige (Perigeal Full Moon). Sedangkan untuk Bulan Baru Stroberi bertepatan dengan Bulan Baru Mikro (New Micromoon) atau Bulan Baru Apoge (Apogeal New Moon). Demikian dijelaskan peneliti Pusat Riset Antariksa, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Andi Pangerang.
“Bulan Baru Mikro kali ini diapit oleh dua Bulan Purnama Super yang terjadi pada dua bulan berturut-turut. Fenomena ini terakhir kali terjadi pada 2004 dan 2013. Sehingga bisa dikatakan fenomena ini terjadi setiap sembilan tahun sekali. Fenomena ini akan terjadi kembali pada 2031 dan 2040,” kata Andi.
Lebih rinci, Andi membeberkan, Purnama Stroberi Super terjadi pada 14 Juni 2022 mulai pukul 18.51 WIB pada jarak 357.368 kilometer. Sedangkan Bulan Baru Stroberi Mikro akan terjadi pada 29 Juni 2022, pukul 09.52 WIB pada jarak 406.569 km. Lalu, untuk Purnama Rusa Super akan terjadi pada 14 Juli 2022, pukul 01.57 WIB pada jarak 357.418 km.
Bulan Baru Stroberi Mikro tidak dapat disaksikan sebelum matahari terbit. Ini dikarenakan terbitnya yang lebih lambat dibandingkan matahari dan permukaan bulan yang menghadap bumi tidak terkena cahaya matahari sehingga tampak gelap.
“Untuk menyaksikan fenomena ini, masyarakat cukup mengarahkan pandangan sesuai arah terbit hingga terbenamnya bulan pada waktu yang telah ditentukan sebelumnya. Fenomena ini bisa diamati tanpa perlu bantuan alat optik apapun, kecuali jika ingin mengabadikannya dalam bentuk foto ataupun video,” jelasnya seperti dikutip dari siaran pers BRIN.
Seperti pada fase bulan baru pada umumnya, Purnama Stroberi Super, Bulan Baru Stroberi Mikro, maupun Purnama Rusa Super dapat menimbulkan pasang laut yang lebih tinggi dibandingkan dengan hari-hari biasanya. Itu disebabkan adanya konfigurasi matahari-bumi-bulan atau bisa juga matahari-bulan-bumi yang berada di posisi segaris membuat timbulnya pasang yang lebih besar. Apalagi konfigurasi ini juga diperkuat dengan bulan yang berada di titik terdekatnya dengan bumi.
Fenomena ini pun akan menyebabkan terjadinya gelombang pasang laut tertinggi pada 14 Juni dan 14 Juli. Sehingga disarankan bagi nelayan untuk tidak melaut di dua hari sebelum dan dua hari sesudah puncak fenomena ini. Yakni, antara 12 hingga 16 Juni, dan 12 hingga 16 Juli 2022. “Perhitungan ini hanya mempertimbangkan faktor astronomis saja tanpa melihat gelombang laut akibat badai angin,” lanjut Andi.
Hal serupa juga akan terjadi saat 29 Juni 2022 ketika terjadi pasang laut yang secara astronomis juga perlu dipertimbangkan. Sebab, gaya pasang laut saat Bulan Baru Mikro adalah sebesar 52 persen dari gaya pasang laut saat Bulan Perbani Super. Sehingga perlu diwaspadai juga pasang laut ini antara dua hari sebelum dan dua hari sesudah puncak fenomena ini, yaitu antara 27 Juni hingga 1 Juli 2022.
Parade Langit Subuh
Sementara itu, fenomena astronomi langka lainnya di langit Nusantara akan terjadi sepanjang Juni 2022. Yaitu munculnya parade keindahan langit di waktu subuh di mana masyarakat dapat menyaksikan adanya konfigurasi segarisnya beberapa planet di tata surya. Seperti Merkurius, Venus, Uranus, Mars, Jupiter, dan Saturnus. Konfigurasi atau “Parade Langit” ini sudah bisa disaksikan sejak 4 Juni 2022 dinihari.
Konfigurasi pertama terdiri dari sejajarnya Merkurius, Venus, Uranus, Mars, Jupiter, dan Saturnus, pada 4 hingga 15 Juni 2022. Selanjutnya, konfigurasi kedua dengan susunan planet Merkurius, Venus, Uranus, Mars, Jupiter, Saturnus, dan Bulan, pada 16 hingga 27 Juni 2022. Lalu diakhiri dengan konfigurasi dengan susunan yang sama dengan yang pertama, pada 28 hingga 30 Juni 2022.
Menurut Andi, Fenomena konfigurasi ini dapat disaksikan selama kurang lebih 50 menit sesuai dengan waktu fajar masing-masing wilayah. Mulai dari awal fajar astronomis dengan ketinggian matahari minus 18 derajat atau 75 menit sebelum matahari terbit atau sekitar pukul 04.30 waktu setempat. Hingga fajar bahari, di mana ketika ketinggian matahari minus 6 derajat atau 25 menit sebelum matahari terbit (sekitar pukul 05.30 waktu setempat).
Sejak 4--30 Juni 2022, Merkurius akan memiliki derajat cerlang yang bervariasi antara +2,06 hingga minus 0,61. Hal ini menunjukkan bahwa Merkurius akan semakin terang sampai di penghujung Juni. "Sedangkan untuk Venus bervariasi, antara -3,94 hingga -3,89, yang artinya akan sedikit redup pada akhir Juni,” jelas Andi.
Untuk Uranus bervariasi antara +5,89 hingga +5,87, yang artinya Uranus akan sedikit lebih terang pada akhir Juni. Serupa dengan Mars, Jupiter, dan Saturnus yang berturut-turut bervariasi, antara +0,57 hingga +0,47, -2,25 hingga -2,41, dan +0,68 hingga +0,56.
Andi mengatakan, semua fenomena ini dapat disaksikan tanpa menggunakan alat bantu optik, kecuali Uranus. “Hal ini disebabkan karena kecerlangannya lebih besar +4,7 dari batas magnitude visual maksimum bagi wilayah perkotaan, sehingga diperlukan teleskop kecil berdiameter 10-25 sentimeter agar dapat menyaksikan Uranus,” ungkapnya.
Fenomena ini dapat disaksikan selama cuaca cukup cerah, bebas dari polusi cahaya, dan medan pandang yang bebas dari penghalang. Bahkan, bagi wilayah yang polusi cahayanya nyaris tidak ada atau kondisi langitnya benar-benar bersih, Uranus dapat disaksikan tanpa menggunakan teleskop karena tingkat terangnya lebih kecil dari +6,5.
Penulis: Anton Setiawan
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari