Gasing kini menjadi bagian dari ajang Pekan Olahraga Tradisional Tingkat Nasional yang kerap digelar dua tahunan oleh Kemenpora.
Bagi yang merasakan masa kanak-kanak di era 1970-1980-an, tentunya masih mengenal permainan gasing. Gasing yang sebuah permainan tradisional dari Melayu itu mulai meredup di tengah gemerlapnya permainan modern seperti games online, mobile legend, XboX, hingga augmented reality (AR).
Di masa jayanya, permainan gasing banyak dilakoni anak laki-laki maupun dewasa di Riau. Lalu, permainan itu kemudian menyebar ke seluruh Indonesia.
Gasing sendiri berasal dari dua suku kata, yaitu ‘gang’ dan ‘sing’. Di mana ‘gang’ memiliki arti ‘lorong’ atau ‘lokasi lahan’ dan ‘sing’ memiliki arti ‘suara’. Dalam arti sederhananya, gasing ini memiliki arti sebuah permainan yang dimainkan di sebuah lokasi atau tempat yang kosong dan mengeluarkan bunyi.
Permainan ini dapat dilakukan satu lawan satu atau berkelompok. Dalam permainan satu lawan satu, pemain yang gasingnya paling lama berputar adalah pemenangnya.
Gasing tradisional pada umumnya terbuat dari kayu dan permainannya dengan menggunakan tali yang terbuat dari kulit pohon. Jenis kayu yang biasanya digunakan untuk membuat gasing antara lain menggeris, pelawan, kayu besi, leban, mentigi, dan sejenisnya. Sedangkan di beberapa daerah lainnya gasing juga terbuat dari bambu.
Alat permainan tradisional ini banyak dimainkan oleh mereka yang tinggal di Jambi, Bengkulu, Sumatra Barat, Tanjung Pinang dan Kepulauan Riau. Bahkan turut dilombakan di acara-acara budaya dan hari nasional.
Gasing pun kini menjadi bagian dari ajang Pekan Olahraga Tradisional Tingkat Nasional (POTRADNAS) yang kerap digelar dua tahunan oleh Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora). Tahun ini POTRADNAS IX digelar di Open Space Gallery Linggarjati, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, pada 12--15 Juni 2023.
Ratusan peserta yang merupakan remaja berusia 15--22 tahun sebagai utusan dari seluruh Indonesia itu mengadu ketangkasannya melalui lima jenis olahraga yang dipertandingkan, seperti hadang, egrang, sumpitan, terompah panjang, dan gasing.
Setiap kontingen provinsi terdiri dari 20 orang dengan masing-masing 19 orang pemain dan satu official. Mereka memperebutkan 24 medali emas, perak, dan perunggu ditambah dengan total hadiah berupa uang pembinaan hingga puluhan juta rupiah.
Melihat antusiasme anak muda dalam mengikuti POTRADNAS IX-2023 di era digital seperti saat ini, Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Dito Ariotedjo mengaku takjub dengan semangat mereka. “Olahraga ini merupakan tradisi turun-temurun pendahulu kita. Karena itu, upaya menjaga olahraga tradisional harus dilakukan dan tugas anak muda yang harus terus melestarikannya,” ungkap Menpora Dito saat membuka POTRADNAS IX 2023.
Pihak Kemenpora optimistis, dengan kolaborasi yang dilakukan oleh penggemar olahraga tradisional dengan anak muda ajang ini selain membugarkan masyarakat juga turut melestarikan budaya dan mengembangkan UMKM lokal.
Cara Bermain
Seperti apa pertandingan lima jenis olahraga tradisional pada laga POTRADNAS IX kali ini? Seperti dilansir antaranews, ada lima jenis permainan tradisional yang dipertandingkan di POTRADNAS, yakni hadang, egrang, sumpitan, terompah panjang, dan gasing. Nama-nama olahraga tradisional ini bervariasi di berbagai tempat di Indonesia.
Hadang adalah permainan tradisional yang dimainkan secara beregu. Permainan ini lebih populer dengan nama gobak sodor. Jumlah total pemain satu tim hadang sebanyak delapan orang. Delapan orang ini kemudian dibagi dalam lima pemain inti dan tiga pemain cadangan.
Misi permainan hadang adalah melewati pemain lawan yang mengadang perjalanan dari garis depan sampai garis belakang, untuk kembali ke garis depan. Permainan ini dimainkan dalam durasi 2x15 menit, dan tim pemenang ditentukan dari jumlah nilai terbesar yang didapat. Pemain yang berhasil mencapai garis belakang mendapat nilai satu, dan pemain yang juga berhasil kembali dari garis belakang ke garis depan juga mendapat nilai satu.
Permainan berikutnya adalah egrang. Egrang dimainkan dengan menggunakan dua batang bambu yang diberi pijakan sebagai tempat bertumpu sang pemain. Pada permainan ini, para pemain egrang akan beradu cepat untuk mencapai titik tujuan.
Permainan tradisional ketiga adalah sumpitan. Pada masa lampau sumpitan lebih dikenal masyarakat Indonesia sebagai alat berburu, namun kini sumpitan telah dijadikan salah satu permainan tradisional. Sumpitan dimainkan dengan meniupkan anak sumpit dari jarak yang telah ditentukan untuk mengenai sasaran.
Selanjutnya adalah terompah panjang, atau yang di beberapa wilayah di Indonesia dikenal dengan nama lari bakiak. Pada permainan ini, setiap tim diberikan sepasang terompah berukuran panjang yang dapat dipakai oleh tiga orang atau lebih secara bersamaan. Para kontestan beradu cepat sampai ke garis finish dengan mengenakan terompah tersebut.
Permainan terakhir adalah gasing. Popularitas gasing di kalangan anak muda mungkin sempat menurun seiring dengan semakin maraknya permainan gim daring menggunakan gawai. Namun permainan dengan memaksimalkan kemampuan gasing berputar di porosnya tetap memiliki peminat, dan dipelajari secara serius oleh sejumlah kalangan.
Kendati sekilas terlihat mudah, bagi orang yang tidak biasa memainkannya, memutar gasing menjadi tantangan tersendiri. Lantaran untuk menguasai teknik melemparnya, seseorang harus memahami teknik-teknik dasarnya.
Khazanah permainan tradisional di Indonesia yang mengandung unsur olahraga tentunya masih amat banyak. Hampir setiap provinsi memiliki permainan khas tersendiri seperti gerobak sodor, adu balap kerbau pacu jawi, balap karung, gerobak sodor, ketapel, panahan, hingga adu perisai paresean di Lombok.
Penulis: Kristantyo Wisnubroto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari