Banyak kisah heroik harus dilakoni para penyelenggara pemilihan umum di daerah, terutama untuk menjangkau pemilih yang berada di daerah 3T di Indonesia.
Setiap lima tahun sekali, bangsa Indonesia menggelar pesta demokrasi berupa pemilihan umum (pemilu). Tercatat sudah 12 kali Indonesia menggelar pemilu sejak pertama kali pada tahun 1955 silam. Pemilu ke-13 berlangsung pada 14 Februari 2024 di mana untuk kedua kalinya sejak Pemilu 2019, seluruh masyarakat mengikuti pemungutan suara serentak untuk memilih calon anggota legislatif dan calon presiden-wakil presiden.
Menurut data Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, pada Pemilu 2024 ada sebanyak 204.807.222 orang menyalurkan hak suaranya pada Rabu (14/2/2024). Mereka berduyun-duyun menuju 820.161 tempat pemungutan suara (TPS) yang berada di 83.731 desa/kelurahan, 7.277 kecamatan, dan 514 kabupaten/kota di 38 provinsi di Indonesia. Tidak seluruh pemilih berdiam di kawasan yang mudah dijangkau oleh penyelenggara pesta demokrasi.
Indonesia sebagai negara kepulauan dengan 17.000 pulau memiliki kondisi geografis beragam bentuk seperti perairan, dataran rendah, hingga ke dataran tinggi berupa pegunungan. Sejumlah pemilih berada di wilayah berkategori tertinggal, terdepan, dan terluar (3T). Mereka mendiami pulau-pulau terpencil dikepung lautan luas, atau tinggal di pegunungan dan pedalaman yang untuk menjangkaunya bahkan harus bertaruh nyawa karena sulitnya medan dilalui.
Karena itu perjalanan untuk mendistribusikan logistik pemilu demi mengejar suara rakyat banyak memunculkan kisah-kisah heroik dari penyelenggaranya seperti Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS), pengawas TPS, dan tentu saja aparat TNI dan Polri yang bertugas mengawal hingga ke tujuan. Kisah perjuangan mereka menembus medan terjal tentu tidak akan ditemui ketika lokasi TPS ada di kawasan perkotaan.
Seperti dialami oleh lima personel Polres Parigi Moutong, Sulawesi Tengah ketika ikut mengantarkan logistik Pemilu 2024 untuk dua TPS terpencil di Dusun Ansibong, Desa Pebounang, Kecamatan Palasa. Bersama 14 petugas KKPS, dua pengawas TPS, dan empat petugas ketertiban TPS, mereka harus berjalan kaki selama dua hari satu malam agar bisa sampai ke TPS 9 dan TPS 10 di Ansibong. Mayoritas penduduknya bagian dari etnis Lauje, salah satu suku terasing di Sulteng.
Rute menuju dusun di puncak pegunungan itu harus melewati jalan setapak yang tidak bisa disusuri oleh kendaraan roda dua serta menyeberangi sungai yang berarus deras. Seperti dikutip dari website Divisi Humas Mabes Polri, perjalanan menuju lokasi dilakukan pada Minggu (11/2/2024) dalam cuaca kurang bersahabat. Hujan lebat mengawali langkah mereka menembus hutan adat dengan rute jalan setapak yang licin.
Kepala Seksi Humas (Kasihumas) Polres Parigi Moutong Ajun Komisaris J. Turangan menjelaskan, perjalanan hari pertama ditempuh selama 12 jam berjalan kaki menaklukkan tanjakan terjal dan licin. "Setelah menginap di hutan selama satu malam, keesokan hari dilanjutkan selama 14 jam dengan berjalan kaki agar sampai ke lokasi tujuan," ujarnya.
Perjuangan tak kalah berat juga harus dihadapi oleh aparat TNI dan Polri yang mengawal distribusi logistik Pemilu 2024 menuju TPS di empat desa Kecamatan Elpaputih, Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB), Maluku. Keempat desa tadi adalah Sumieth Pasinaro, Abio Ahiolo, Watui, dan Huku Kecil. Satu-satunya cara untuk menjangkau desa tersebut dilakukan dengan berjalan kaki masuk-keluar hutan menapaki bukit sambil memikul logistik pemilu sejauh sekitar 20 kilometer.
Perjalanan dimulai pada Senin (12/2/2024) dari kantor Kecamatan Elpaputih dengan diantar oleh mobil dinas hingga ke tepi Sungai Nui. Seluruh rombongan terpaksa harus berenang menyeberang aliran sungai sambil tetap memastikan logistik pemilu aman dan tidak rusak. Warga yang ditemui di sepanjang perjalanan turut membantu membawakan logistik pemilu. Untuk Desa Abio Abiolo, rombongan membawa 15 kotak suara dan 3 kantong untuk kebutuhan 3 TPS di sana.
Sedangkan untuk Desa Sumieth Pasinaro, Watui, dan Huku Kecil yang memiliki masing-masing 1 TPS, rombongan membawakan kebutuhan logistik pemilu yang lebih sedikit. Tiap 1 TPS mendapat 5 kotak suara dan 1 kantong plastik logistik pelengkap. "Logistik tadi telah sampai di lokasi sehari setelahnya pada pukul 15.50 WIT," ujar Kapolres SBB, AKBP Dannie Andreas mengutip website Polda Maluku.
Kisah serupa turut dilakoni personel Polres Pulau Buru dan aparat Kodim 156 Namlea saat mengawal logistik pemilu menuju TPS 1 di Desa Nafrua, Kecamatan Lolong Guba. Jarak kantor Kelompok Pemungutan Suara di Lolong Guba ke Desa Nafrua sekitar 60 km melewati 6 desa dan 5 anak dusun.
Kapolres Pulau Buru AKBP Nur Rahman mengatakan, rombongan harus berjalan kaki menempuh 19 jam agar tiba di lokasi. "Mereka berangkat sejak Minggu (11/2/2024) pukul 8.00 WIT dan baru tiba di Desa Nafrua pada Senin (12/2/2024) pukul 3.00 WIT," tutur kapolres seperti diberitakan Humas Polda Maluku.
Semua logistik pemilu ditutupi plastik agar tidak rusak. Hal yang sama juga dilakukan rombongan pembawa logistik pemilu menuju tiga desa di Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST) Provinsi Kalimantan Selatan. Terdapat tiga TPS di Kecamatan Batang Alai Timur dan berada di lokasi terpencil berjarak sekitar 29,1 km.
Ketiga desa itu masing-masing Batu Perahu yang mempunyai 42 pemilih, Aing Bantai (127 pemilih), dan Atiran (72 pemilih). Awalnya perjalanan dilakukan menggunakan kendaraan roda empat pada Minggu (11/2/2024) pukul 8.00 WITA sejauh 5 km ke Atiran dilanjutkan 8,1 km memakai motor menuju Batu Perahu dan tiba sekitar pukul 13.30 WITA.
Setengah jam kemudian, rombongan kembali bergerak, kali ini menuju Aing Bantai. Perjalanan 16 km menuju Aing Bantai dilakukan berjalan kaki menyusuri punggung pegunungan melintasi jalan setapak tertutup akar-akar pohon besar. Jalan setapaknya sangat licin dan kerap ditemui batuan besar tajam. Sebelum tiba di perkampungan tujuan sekitar pukul 22.24 WITA, rombongan sempat didera hujan deras.
Menurut Danramil 1002-01/Birayang, Kapten Inf. Subhan, rombongan dibekali alat komunikasi telepon satelit yang dipinjamkan oleh pihak Pemerintah Kabupaten HST dan hanya digunakan untuk keperluan darurat. Sesaat menuju tujuan akhir, rombongan sempat menyeberangi sungai cukup lebar dan berarus deras.
Sementara itu, penyaluran logistik pemilu kepada 23 distrik di Kabupaten Asmat, Papua Selatan banyak mengandalkan jalur laut. Jika cuaca bagus maka pendistribusian tidak ada masalah. Namun, apabila pasang surut, gelombang tinggi dan angin kencang maka pengirimannya bisa terkendala hingga beberapa hari.
Bupati Asmat, Elisa Kambu mengungkapkan, untuk beberapa distrik, penyaluran logistik pemilu harus mengarungi Laut Arafura yang memakan waktu hingga 2 hari perjalanan. "Beruntung beberapa hari terakhir cuaca di Kabupaten Asmat cukup baik sehingga hampir semua distrik sudah menerima logistik pemilu," jelas Elisa seperti dikutip dari Antara, Selasa (13/2/2024).
Melihat dari apa yang telah dilakukan para penyelenggara pesta demokrasi di daerah, maka suksesnya Pemilu 2024 tak dapat dilepaskan dari perjuangan mereka.
Penulis: Anton Setiawan
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari