Indonesia.go.id - APBN Jadi Peredam Kejut, Pemerintah Perkuat Momentum Pertumbuhan Ekonomi

APBN Jadi Peredam Kejut, Pemerintah Perkuat Momentum Pertumbuhan Ekonomi

  • Administrator
  • Senin, 29 September 2025 | 12:36 WIB
MOMENTUM PERTUMBUHAN EKONOMI
  Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa bersama para Wakil Menteri Keuangan saat Konferensi Pers tentang APBNKita di Jakarta, Selasa (23/9/2025). (Foto: Tangkapan Layar Kanal Youtube Kementerian Keuangan RI)
Prospek ekonomi nasional semakin positif didukung oleh pertumbuhan yang solid, inflasi yang stabil, dan perbaikan kinerja ekspor di tengah tren penurunan suku bunga global.

Ketidakpastian global masih tinggi, didorong oleh perang dagang, volatilitas pasar keuangan dan harga komoditas, serta tensi geopolitik. Risiko ketidakpastian global ini terus diantisipasi dan dimitigasi. Momentum pertumbuhan ekonomi juga terus diperkuat, dari sisi sektor, permintaan, dan daerah.

Peran APBN dalam mendukung program prioritas nasional dan katalis pertumbuhan terus diperkuat dengan cara belanja negara dipercepat realisasinya dan ditingkatkan kualitasnya; Kas negara dioptimalkan produktivitasnya; Pendapatan Negara terus dijaga dan diperbaiki sejalan perkembangan kondisi ekonomi.

Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan bahwa perekonomian Indonesia menunjukkan ketahanan yang kuat di tengah gejolak global. Prospek ekonomi nasional semakin positif didukung oleh pertumbuhan yang solid, inflasi yang stabil, dan perbaikan kinerja ekspor di tengah tren penurunan suku bunga global. “Kinerja ekonomi berbagai negara masih resilien hingga tahun 2025, meskipun AS pada periode yang bersamaan menerapkan tarif resiprokal tinggi. Indonesia menjadi bagian dari kelompok negara yang resilien,” kata Menkeu Purbaya dalam konferensi pers APBN KiTA di Jakarta pada Senin (22/9/2025).

International Monetary Fund (IMF) merevisi ke atas proyeksi perekonomian global yang mencerminkan optimisme yang mulai menguat. Indonesia termasuk negara yang mengalami revisi ke atas dengan pertumbuhan ekonomi 2025 diproyeksikan naik menjadi 4,8 persen dari sebelumnya 4,7 persen.

Pemerintah optimistis realisasi bisa melampaui proyeksi tersebut. “Saya pikir kita akan lebih dari situ ya. Bahkan tahun ini pun akan di atas 4,8 persen,” ujar Menkeu.

Data terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan ekonomi Indonesia tumbuh 5,12 persen pada triwulan II-2025. Pertumbuhan tersebut didorong konsumsi rumah tangga yang meningkat 5 persen, serta investasi yang tumbuh 6,99 persen.

Sektor manufaktur sebagai kontributor ekonomi terbesar kembali menguat dengan pertumbuhan mencapai 5,68 persen, tertinggi sejak tahun 2022. “Jadi manufaktur kita di Q2 sudah mulai recover. Mungkin Q3 agak melambat sedikit, tapi Q4 pasti akan tumbuh lebih cepat lagi melalui dengan perbaikan ekonomi dan perbaikan demand karena supply uang ditambah di sistem perekonomian,” kata Menkeu.

Di sisi lain, kinerja ekspor Indonesia menunjukkan perkembangan menggembirakan. Berdasarkan data Bea Cukai hingga Agustus 2025, ekspor tumbuh 7,8 persen secara tahunan, terutama didorong sektor industri pengolahan dan hilirisasi mineral seperti nikel dan tembaga. Neraca perdagangan kumulatif Januari hingga Agustus 2025 bahkan melonjak 52,3 persen dibanding periode yang sama tahun lalu.

Hal tersebut mencerminkan daya saing ekspor yang semakin kuat meskipun diwarnai dinamika tarif perdagangan global. “Ini pertumbuhan yang amat spektakuler. Walaupun orang bilang karena mau ada tarif, mereka ini duluan front loading, tapi kalau saya lihat tetap saja tumbuh,” ungkap Menkeu.

Sementara itu, stabilitas inflasi menjadi faktor kunci yang menopang daya beli masyarakat. Hingga Agustus 2025, inflasi tercatat 2,31 persen (year on year/yoy), level yang dinilai ideal dalam konsensus global 1 hingga 3 persen.

Menkeu menilai capaian tersebut lebih sehat dibanding beberapa negara kawasan, seperti Singapura 0,6 persen atau Malaysia 1,2 persen, yang mencerminkan lemahnya permintaan domestik di negara-negara tersebut. “Inflasi yang bagus itu bukan nol, bukan juga di atas 10 persen. Tapi sekarang konsensus ekonomi global antara 1 sampai 3 persen dan kita sekarang di 2,3 persen, level yang pas,” kata Menkeu.

Menkeu Purbaya menegaskan sinergi kebijakan fiskal dan moneter akan terus diperkuat untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi. Bank Indonesia sebelumnya telah menurunkan suku bunga acuan 25 basis poin guna memperlonggar likuiditas perbankan dan mendorong pembiayaan produktif. “Sekarang semuanya sudah kita set agar ekonomi bergerak lebih cepat. Konsumsi dan investasi akan naik karena bunga turun, dan multiplier effect untuk pertumbuhan akan semakin signifikan,” jelas Menkeu.

Dengan kombinasi faktor eksternal yang membaik, inflasi yang stabil, serta permintaan domestik yang kuat, prospek ekonomi Indonesia hingga akhir 2025 dipandang semakin optimistis. Pemerintah meyakini momentum ini dapat menjadi landasan menuju pertumbuhan yang lebih tinggi dan berkelanjutan dalam beberapa tahun ke depan.

Kinerja Pendapatan Negara

Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Anggito Abimanyu menyampaikan pendapatan negara mencatatkan kinerja baik didukung penerimaan pajak, kepabeanan dan cukai, juga penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Hingga 31 Agustus 2025, realisasi pendapatan negara mencapai Rp1.638,7 triliun.

Realisasi penerimaan pajak bruto sebesar Rp1.442,74 triliun, tumbuh 2,1 persen (yoy) menunjukkan kondisi ekonomi berjalan. Sementara realisasi penerimaan pajak neto dengan pengurangan restitusi sebesar Rp1.135,44 triliun. "Pertumbuhannya ditopang oleh kinerja sektor utama antara lain ketenagalistrikan, pertambangan bijih logam, perdagangan online, perdagangan besar, pertanian tanaman, industri minyak kelapa sawit, dan perbankan. Selain itu penerimaan pajak per jenis pajak juga meningkat ditunjukkan dengan penerimaan PPh 21, PPN DN, PPh Badan, dan PPN impor yang seluruhnya menunjukkan tren pertumbuhan," jelas Anggito.

Kemudian, lanjut Anggito Abimanyu, penerimaan kepabeanan dan cukai juga menunjukkan tren positif dengan realisasi sebesar Rp194,9 triliun, tumbuh 6,4 persen (yoy). Penerimaan kepabeanan dan cukai didukung penerimaan cukai sebesar Rp144 triliun dengan bea keluar sebesar Rp18,7 triliun didorong kenaikan harga CPO dan kebijakan ekspor konsentrat tembaga, serta bea masuk sebesar Rp32,2 triliun kontraksi 5,1 persen (yoy) dipengaruhi kebijakan perdagangan di bidang pangan dan utilisasi Free Trade Agreement (FTA).

Selanjutnya, realisasi PNBP mencapai Rp306,8 triliun. Realisasi tersebut didukung penerimaan SDA migas sebesar Rp65,0 triliun, SDA nonmigas sebesar Rp75,6 triliun, PNBP lainnya sebesar Rp91,9 triliun, dan penerimaan BLU sebesar Rp62,5 triliun. “Ada peningkatan dari sisi pencapaian terhadap outlook,” ungkap Wamenkeu Anggito.

Realisasi Pembiayaan

Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Thomas Djiwandono menyampaikan realisasi pembiayaan APBN hingga 31 Agustus 2025 tercatat sebesar Rp425,7 triliun atau 69,1 persen dari target yang ditetapkan yakni sebesar Rp662,0 triliun. Pemenuhan kebutuhan pembiayaan dinilai terkendali dan tetap antisipatif di tengah dinamika pasar keuangan global. “Ini di-breakdown dari pembiayaan utang sebesar Rp463,7 triliun atau 59,8 persen dari target APBN. Dan yang kedua adalah pembiayaan non-utang minus Rp38 triliun atau 23,8 persen dari APBN,” kata Wamenkeu Thomas.

Dari sisi pasar Surat Berharga Negara (SBN), Wamenkeu Thomas mengungkapkan bahwa performa lelang SBN di primary market masih terjaga dan menunjukkan kinerja positif. Permintaan investor kuat (bid to cover ratio tinggi) di tengah kondisi pasar yang volatile. Rata-rata bid to cover ratio tahun 2025 tercatat 3,03 untuk Surat Utang Negara (SUN) dan 3,15 untuk Surat Berharga Syariah Negara (SBSN). Tingginya permintaan tersebut menunjukkan bahwa permintaan investor tetap kuat dan minat asing terjaga tinggi meskipun volatilitas pasar meningkat. “Kepercayaan ini juga tidak lepas dari status investment grade yang disandang Indonesia. Sehingga, SBN Indonesia tetap dipandang sebagai instrumen aman dan kredibel di pasar global,” ujar Wamenkeu Thomas.

Selain itu, yield SBN tenor 10 tahun juga mengalami penurunan 70 basis poin atau sekitar 10 persen sejak awal tahun, didukung kuatnya permintaan investor di pasar perdana maupun sekunder.

Hingga pertengahan September 2025, capital inflow asing mencapai Rp42,61 triliun secara year-to-date. Hal tersebut mencerminkan kepercayaan investor asing terhadap fundamental dan prospek perekonomian Indonesia.

Adapun spread SBN 10 tahun terhadap US Treasury turun ke level 216 basis poin, lebih rendah dari sejumlah negara peers, yang menunjukkan profil risiko Indonesia terjaga. “Yield yang turun, spread yang menyempit, serta aliran modal asing yang masuk, semua mendukung tercapainya pembiayaan dengan biaya utang yang lebih rendah dan efisien,” kata Wamenkeu Thomas.

Selain pembiayaan utang, pemerintah juga menyalurkan pembiayaan investasi (below the line) sebesar Rp42,7 triliun hingga 31 Agustus 2025.

Alokasi tersebut difokuskan pada program di sektor perumahan, ketahanan pangan, dan kerja sama internasional. Di antaranya Rp18,77 triliun untuk pembangunan rumah dengan output 163.831 unit, serta Rp16,57 triliun untuk penguatan cadangan pangan melalui Bulog dengan output 488,9 ribu ton beras dan 1,64 juta ton gabah.

APBN terus dioptimalkan sebagai instrumen kebijakan countercyclical dan shock absorber (peredam kejut) untuk menjaga stabilitas perekonomian, melindungi masyarakat, dan menjaga momentum pertumbuhan di tengah ketidakpastian global. Pembiayaan anggaran terus dikelola secara hati-hati dengan mempertimbangkan kondisi pasar, perkembangan kebutuhan pembiayaan, dan posisi kas.

Realisasi Belanja

Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara menuturkan realisasi Belanja Negara hingga 31 Agustus 2025 tercatat sebesar Rp1.960,3 triliun atau 54,1 persen dari APBN. Belanja negara tersebut terdiri atas Belanja Pemerintah Pusat (BPP) terealisasi sebesar Rp1.388,8 triliun dan Transfer ke Daerah (TKD) sebesar Rp571,5 triliun.

Di dalam BPP, Belanja Kementerian/Lembaga realisasi tercatat Rp686,0 triliun atau 59,1 persen dari pagu APBN antara lain digunakan untuk penyaluran bantuan sosial berupa PBI JKN untuk 96,7 juta peserta, PKH untuk 10 juta KPM, kartu sembako untuk 18,3 juta KPM, PIP untuk 11,3 juta siswa, dan KIP Kuliah untuk 895,9 ribu mahasiswa melalui validasi Data Tunggal Sosial dan Ekonomi Nasional serta pelaksanaan program prioritas Pemerintah.

Selain itu, realisasi Belanja non-K/L tercatat Rp702,8 triliun atau 45,6 persen dari pagu APBN antara lain untuk pembayaran manfaat pensiun dan subsidi tepat waktu agar masyarakat menikmati barang dengan harga bersubsidi. Terdapat peningkatan realisasi subsidi untuk BBM, LPG, listrik, dan pupuk dibandingkan tahun 2024. “BBM 3,5 persen lebih tinggi realisasinya, LPG 3 kg 3,6 persen lebih tinggi, listrik bersubsidi sekitar 3,8 persen lebih tinggi, dan pupuk 12,1 persen juta tonnya lebih tinggi. Moga-moga ini terus membantu bergeraknya perekonomian di masyarakat,” ungkap Wamenkeu Suahasil Nazara. 

Sementara itu realisasi TKD Rp571,5 triliun atau 62,1 persen dari pagu APBN. Realisasi tersebut lebih tinggi dari periode yang sama tahun sebelumnya karena adanya perbaikan penyampaian dan pemenuhan syarat salur oleh pemerintah daerah. Belanja daerah terkontraksi 14,1 persen seiring pergantian kepemimpinan dan kebijakan efisiensi. “APBN terus melakukan upaya keras untuk melakukan belanja berkualitas untuk seluruh Indonesia. Belanja negara adalah satu kesatuan antara BPP dan juga TKD. Dia merupakan satu kesatuan untuk mendorong peningkatan kesejahteraan rakyat,” pungkas Wamenkeu.

Genjot Penerimaan Negara

Kinerja penerimaan negara yang masih tertekan menjadi perhatian Menteri Keuangan. Karenanya langkah cepat diperlukan agar target penerimaan bisa tercapai pada sisa tahun berjalan. Menkeu pun telah menyiapkan lima strategi demi memperkuat penerimaan pajak yang belum maksimal akibat berbagai hal, salah satunya perlambatan ekonomi.

Strategi pertama yang akan ditempuh pemerintah adalah menggelontorkan stimulus demi menggerakkan perekonomian pada akhir tahun. Paket stimulus bertajuk 8+4+5 diyakini dapat meningkatkan aktivitas perekonomian masyarakat.

Menurut Purbaya, dengan roda perekonomian yang bergerak, penerimaan pajak akan ikut terdongkrak tanpa perlu menaikkan tarif pajak. “Saya naikin pendapatan bukan dengan menaikkan tarif, tetapi mendorong aktivitas ekonomi supaya pajak saya lebih besar,” ujarnya.

Kemudian, Direktorat Jenderal Pajak akan mengintensifkan penagihan terhadap tunggakan pajak yang telah berkekuatan hukum tetap. Purbaya menyebut ada sekitar 200 wajib pajak besar yang akan dikejar dengan nilai tunggakan Rp50 triliun hingga Rp60 triliun. “Mereka enggak akan bisa lari,” tegas Purbaya.

Strategi berikutnya adalah memperkuat penegakan hukum dengan menggandeng sejumlah lembaga, mulai dari Polri, Kejaksaan Agung, KPK, hingga Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

Strategi keempat, melakukan percepatan penyelesaian kendala dalam penerapan Coretax. Sistem administrasi pajak digital yang selama ini terkendala akan segera diperbaiki. Bahkan, ia menargetkan progres signifikan bisa terlihat dalam waktu satu bulan ke depan. “Keterlambatan di Coretax akan kita perbaiki secepatnya. Kalau problemnya IT, nanti saya bawa jago-jago IT dari luar,” kata Menkeu.

Strategi terakhir difokuskan pada pemberantasan rokok ilegal yang kerap menggerus penerimaan cukai hasil tembakau. Purbaya mengaku telah memanggil sejumlah penyedia marketplace untuk segera melarang penjualan rokok ilegal pada platform mereka. Pemerintah juga berkomitmen menindak tegas pemasok maupun jalur impor rokok ilegal yang masih beroperasi.

Dengan lima strategi yang siap dijalankan tersebut, Menkeu Purbaya Yudha Sadewa optimistis tren kontraksi penerimaan negara dapat ditekan sehingga target penerimaan negara dalam APBN 2025 bisa tercapai.

 

Penulis: Ismadi Amrin
Redaktur: Kristantyo Wisnubroto

Berita ini sudah terbit di infopublik.id: https://infopublik.id/kategori/sorot-ekonomi-bisnis/939190/apbn-jadi-peredam-kejut-pemerintah-perkuat-momentum-pertumbuhan-ekonomi