Tingkat keterisian tempat tidur atau bed occupancy ratio (BOR) di Kabupaten Kudus turun. Bupati Kudus pun membuka pintu bagi pasien dari luar daerah. BOR di Jateng juga turun, tapi masih ada 31 ribu kasus aktif.
Tekanan pandemi telah melandai di Kudus, Jawa Tengah. Tidak ada lagi antrean panjang pasien di pelataran Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Loekmono Hadi di Kota Kudus atau RS rujukan yang lain. Tingkat keterisian bed atau bed occupancy ratio (BOR) di seluruh RS rujukan telah menyusut ke level rata-rata 25 persen.
Kasus positif harian Covid-19 di Kudus sudah lebih terkendali. Pada waktu puncaknya, pekan kedua Juni 2021, kasus harian positif Covid-19 pernah mencapai 450 orang. Angka yang sangat tinggi untuk ukuran kabupaten berpenduduk 850 ribu dengan luas sekitar 425 km2. Namun, situasi telah berangsur membaik, meski hantu Covid-19 masih mengintai.
Tracing dan testing terus dilakukan. Bertepatan dengan Hari Raya Iduladha 1442 H, Selasa, 20 Juli lalu, tercatat ada 45 kasus terkonfirmasi positif Covid-19. Di hari yang sama, angka kesembuhan 71 orang. Kasus positif aktif berkurang 26 orang menjadi 383 orang, dengan 91 orang dirawat dan 292 lainnya menjalani isolasi mandiri. Toh, kisah duka belum berakhir. Hari itu, dua orang meninggal lantaran Covid-19.
Bupati Kudus HM Hartopo yang sudah 10 minggu jungkir balik menangani hantaman pandemi pun mengakui, urusan Covid-19 harus ditanggulangi secara bersama-sama, gotong royong: antardaerah, antarinstansi, dan pusat daerah. Sebagai Bupati, Hartopo menyatakan seluruh RS rujukan di Kudus kini membuka pintu bagi pasien rujukan dari luar daerah.
‘’Silakan rumah sakit luar daerah merujuk pasien Covid-19 ke rumah sakit rujukan di Kudus karena sebelumnya kami juga dibantu," kata Hartopo, Senin (19/7/2021).
Saat berada di puncak pandemi, dengan lebih dari 2.300 kasus aktif dan ratusan harus dirawat, pasien dari Kudus terpaksa mencari perawatan ke daerah sekitarnya, terutama ke Semarang. Sebagian warga yang terpapar juga harus menjalani isolasi terpusat di Wisma Haji Donohudan di Boyolali. Sebagian lainnya diisolasi di tangsi tentara di Semarang.
Kudus ialah episentrum ledakan Covid-19 di Jawa Tengah. Lonjakan kasusnya dimulai pertengahan Mei, beberapa hari setelah Hari Raya Idulfitri. Angka kasusnya melonjak berlipat kali hanya dalam hitungan hari. Kurva pandemi menunjukkan gerak eksponensial dan mencapai puncak pada medio Juni.
Analisis genom oleh Badan Litbangkes Kementerian Kesehatan membuktikan bahwa lonjakan kasus di Kudus dan daerah sekitarnya dipicu oleh varian Delta, yang diperkirakan sudah menyebar di kalangan warga sejak beberapa waktu sebelumnya. Varian Delta ini diduga terbawa oleh arus mudik Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang pulang dari luar negeri dan lolos dari skrining selama perjalanan.
Toh, tak tertutup kemungkinan varian virus ganas itu juga terbawa melalui lintasan yang berbeda. Namun, faktanya setelah Kudus “meledak”, lonjakan kasus juga terjadi di daerah tetangganya, terutama Jepara, Pati, Demak, dan Grobogan.
Dalam rapat evaluasi penanganan Covid-19 Provinsi Jawa Tengah, di Semarang, pada 12 Juli lalu, Gubernur Ganjar Pranowo memastikan bahwa serangan Covid-19 di daerahnya didominasi oleh varian Delta. Dari 105 spesimen dari sejumlah daerah yang dianalisis ciri genomnya, menurut Ganjar, 90 persen adalah varian Delta. Bahkan, 23 sampel dari anak-anak di bawah 18 tahun, termasuk seorang bayi, seluruhnya varian Delta.
‘’Suka tidak suka, untuk menekan penyebaran varian Delta ini, mobilitas masyarakat harus dibatasi. Memang tidak enak, tidak nyaman, tapi kalau tidak, bisa membahayakan kita semua,’’ kata Ganjar.
Dominasi varian Delta tak perlu disangsikan lagi, yang paling penting, katanya, semua pihak bekerja sama untuk mengendalikannya. Intervensi pemerintah berupa penyekatan-penyekatan mobilitas warga sejak awal Juni lalu di Jawa Tengah, dan diperketat oleh PPKM Darurat 3--25 Juli, disertai upaya tracing, testing, isolasi mandiri, perawatan bagi yang sakit, yang dilakukan secara terus-menerus pada akhirnya mendorong lonjakan pandemi itu melandai.
Maka, pintu layanan kesehatan yang dibuka lebar-lebar oleh Bupati Kudus HM Hartopo seperti tak mendapat sambutan. Pandemi di dua kabupaten terdekat, yakni Jepara dan Pati, yang juga sangat terdampak oleh gelombang kedua Covid-19, telah pula mulai menyusut.
Secara rata-rata BOR RS rujukan di daerah Jepara dan Pati juga sudah melandai. Di Jepara, rata-rata BOR 30 persen dan BOR di Pati beringsut turun ke level 43 persen. Lonjakan pandemi mulai mereda. Pati membukukan 20--30 kasus baru di hari-hari belakangan, menyusut dari angka di atas 100 pada saat ledakan terjadi. Di hari yang sama, Jepara mencatat 50--60 kasus baru, menyusut dari 150-200 kasus pada awal Juli.
Kudus, Jepara, dan Pati pernah mengalami situasi yang sangat buruk. Kasus positif melonjak-lonjak, rumah sakit kewalahan dengan BOR mentok ke level 100 persen ditambah dengan banyaknya tenaga kesehatan (nakes) yang terinfeksi pada gelombang kedua pandemi, yang dimulai pertengahan Mei itu. Pasien Covid-19 dari tiga daerah itu mengalir ke daerah sekitarnya.
Pada masa puncaknya, Kudus mencatat lebih dari 2.300 kasus positif dalam waktu yang bersamaan. Selama 18 bulan pandemi, Kudus mencatatkan sebanyak 15.711 kasus positif Covid-19. Insidensi warga Kudus terkena Covid-19 hampir dua kali rata-rata nasional. Angka kematian pun tinggi, 1.262 kasus (8 persen), tiga kali fatality case rate (FCR) nasional.
Jepara juga mengukir kisah pilu yang serupa. Ada 17.104 kasus positif Covid, dengan FCR 5,4 persen, dua kali dari rata-rata nasional. Kabupaten Pati dengan 8.726 kasus positif selama pandemi, bahkan membukukan FCR yang lebih menyedihkan, yakni 810 kasus atau 9,3 persen.
Namun kini, ketiga daerah itu telah menunjukkan tanda-tanda membaik. Angka kesembuhan hariannya telah melampaui kasus positifnya. Intervensi penyekatan, PPKM Mikro, yang diketatkan oleh PPKM Darurat, dibarengi oleh vaksinasi yang gencar, tentu sangat membantu menahan penyebaran virus.
Toh, kekebalan alamiah (acquired immunity) yang terbentuk akibat masyarakat terciprat koloni virus dosis rendah, tak bisa diabaikan. Dengan penyebaran kasus yang luas, sangat boleh jadi bahwa kekebalan alamiah di tengah masyarakat pun memberikan sumbangan atas penurunan jumlah kasus tersebut.
Meski tak sekuat di Kudus, angka kasus di sejumlah kabupaten/kota di Jawa Tengah juga mulai turun. BOR rata-rata di Jawa Tengah memasuki pekan ini juga bergerak turun di bawah 80 persen.
Namun, situasinya masih rentan. Jawa Tengah masih memiliki lebih dari 31.000 kasus aktif. Sebagian besar mereka menjalani isolasi mandiri dan sewaktu-waktu bisa memerlukan perawatan di rumah sakit. Relaksasi PPKM Darurat 26 Juli nanti perlu disambut dengan hati-hati.
Penulis: Putut Trihusodo
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari