Indonesia mengingatkan agar pengakuan terhadap vaksin hendaknya selalu menggunakan referensi yang diberikan oleh WHO. Wacana berbagi vaksin demi percepatan vaksinasi juga dijadikan sebagai salah satu usulan.
Sebuah perhelatan yang dihadiri oleh para menteri luar negeri (menlu) digelar selama enam jam lamanya di Washington DC, Amerika Serikat, Senin (2/8/2021). Acara itu memiliki nama resmi yakni ASEAN Ministerial Meeting (AMM) ke-54.
Dalam acara tersebut, sejumlah persoalan yang mengemuka dan terjadi di ASEAN memdapat pembahasan proporsional. Indonesia selaku negara yang juga tengah bertempur melawan pandemi Covid-19 turut menyampaikan sejumlah hal, termasuk terobosan dalam penanganan Covid-19.
Hal pertama yang disampaikan Indonesia adalah soal perlunya dijajaki kemungkinan pengaturan atau mekanisme berbagi dosis atau dose-sharing mechanism untuk mempercepat vaksinasi di negara-negara ASEAN.
Dikatakan Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi, pada konferensi pers hari Senin (2/8/2021), usai menghadiri pertemuan ASEAN Ministerial Meeting (AMM) ke-54, usulan merupakan tanggapan atas laporan Sekjen ASEAN mengenai upaya ASEAN dalam pengadaan vaksin bagi negara anggota ASEAN dengan menggunakan ASEAN Response Fund. “Indonesia menyampaikan perlunya dijajaki kemungkinan pengaturan dose-sharing mechanism untuk mempercepat vaksinasi di negara-negara ASEAN,” kata Retno.
Sejak sekitar sebulan silam, kasus penularan Covid-19 di kawasan Asia Tenggara memang mengalami kenaikan yang signifikan. Padahal diketahui, vaksinasi di kawasan ASEAN sendiri baru mencapai angka 21,7% dari total populasi.
Bertolak dari kondisi demikian, dirasa perlu adanya langkah-langkah terobosan. Oleh karena itulah, Menlu Retno, dalam pertemuan tersebut juga mengingatkan bahayanya kebijakan diskriminasi terhadap jenis vaksin yang digunakan oleh negara dunia sebagai syarat dalam perjalanan.
Referensi WHO
Terkait itu, Menlu Retno kemudian juga menegaskan bahwa pengakuan terhadap vaksin hendaknya selalu menggunakan referensi yang diberikan oleh World Health Organization (WHO). Sebagaimana diketahui, hingga saat ini Organisasi Kesehatan Dunia/WHO telah memberikan izin penggunaan darurat atau emergency use listing (EUL) untuk sejumlah vaksin, jika memenuhi standar internasional, seperti terkait keamanan, efikasi, serta manufaktur vaksin.
Vaksin-vaksin yang sudah diakui dan mendapatkan EUL dapat digunakan secara aman dan bisa didistribusikan ke sejumlah negara. Daftar vaksin yang diakui WHO, antara lain, Pfizer-BioNTech yang menjadi vaksin pertama mengantongi EUL dan kini sudah didistribusikan ke sejumlah negara di seluruh dunia.
Vaksin Pfizer-BioNTech mendapatkan EUL sejak 31 Desember 2020. Vaksin yang dinamakan BNT162b2 dan berbasis teknologi messenger RNA (mRNA) menggunakan gen sintetis yang lebih mudah diciptakan, sehingga bisa diproduksi lebih cepat dibanding teknologi biasa.
Vaksin kedua yang diakui WHO adalah AstraZeneca-Oxford buatan SKBio Korea Selatan dan The Serum Institute India. Vaksin tersebut mendapatkan EUL WHO pada 15 Februari 2021. Vaksin AstraZeneca-Oxford itu juga telah ditinjau Kelompok Penasihat Strategis Imunisasi (SAGE) pada 8 Februari 2021 dan bisa digunakan untuk usia 18 tahun ke atas.
Selanjutnya adalah vaksin Johnson & Johnson yang diakui WHO lewat perolehan EUL pada 12 Maret 2021. Berbeda dengan vaksin lain yang harus digunakan dalam dua dosis, vaksin Johnson & Johnson menggunakan dosis tunggal alias hanya sekali penyuntikan. Walau begitu, vaksin Johnson & Johnson diklaim memiliki efikasi sebesar 66,3 persen dan 100 persen ampuh mencegah kasus rawat inap dan kematian akibat Covid-19.
Vaksin berikut yang juga diakui WHO adalah Moderna. Vaksin yang mendapatkan EUL pada 30 April 2021 itu, pada Januari lalu, telah direkomendasikan oleh SAGE WHO untuk orang berusia 18 tahun ke atas.
Vaksin Sinopharm yang merupakan buatan Tiongkok menjadi vaksin pertama yang mendapatkan EUL, pada 7 Mei 2021. WHO merekomendasikan penggunaan vaksin Sinopharm untuk usia 18 tahun ke dengan selang waktu penyuntikan 3-4 minggu. Vaksin ini memiliki efikasi sebesar 78 persen. Di tanah air, Sinopharm bahkan digunakan dalam program vaksinasi Gotong-Royong.
Vaksin yang telah disuntikkan kepada sekitar 70 juta warga di negeri ini, yakni CoronaVac besutan Sinovac Biontech juga sudah diakui WHO dan mendapatkan EUL WHO pada Selasa (1/6/2021). CoronaVac disebut manjur mencegah penyakit simtomatik sebesar 51 persen, bahkan mampu mencegah 100 persen pasien Covid-19 yang parah dan rawat inap.
Jaminan Ketersediaan Alat dan Dana
Ihwal upaya ASEAN dalam pengadaan vaksin bagi negara anggota ASEAN dengan menggunakan ASEAN Response Fund, Menlu Retno menegaskan pula bahwa RI telah memberikan kontribusi kepada Covid-19 ASEAN Response Fund. Sebagaimana diketahui, ASEAN Response Fund dibentuk dengan semangat untuk menjamin ketersediaan alat kesehatan esensial dan dana dalam situasi darurat, serta penyusunan Standard Operating Procedure (SOP) for Public Health Emergencies untuk tersedianya prosedur yang seragam dan terstandar dalam penanganan situasi darurat kesehatan.
Pada akhir April 2021, dalam forum KTT ASEAN disepakati adanya penggunaan dana bersama untuk pengadaan vaksin Covid-19. Vaksin tersebut akan diperuntukkan bagi masyarakat ASEAN. "Kami menyambut baik keputusan penggunaan COVID-19 ASEAN Response Fund untuk pengadaan vaksin bagi masyarakat ASEAN secepatnya," ujar Ketua ASEAN Sultan Hassanal Bolkiah.
Sultan Bolkiah menuturkan, masing-masing negara diharapkan dapat memberikan kontribusi sebesar 100.000 dollar Amerika Serikat untuk Covid-19 ASEAN Response Fund. Selain itu, ASEAN juga mendorong kesimpulan cepat dari Kerangka Kerja Pengaturan Koridor Perjalanan ASEAN (ATCAF), serta operasionalisasi awal Cadangan Perlengkapan Medis Regional ASEAN untuk Keadaan Darurat Kesehatan Masyarakat.
"Kami juga menekankan pentingnya pembentukan Pusat Keadaan Darurat Kesehatan Masyarakat ASEAN," tambahnya ketika itu.
Penulis: Ratna Nuraini
Redaktur: Elvira Inda Sari