Percepatan vaksinasi di industri padat karya, terutama zona merah, menjadi hal yang krusial sehingga kinerja sektor ini tidak terganggu.
Kinerja sektor perdagangan Indonesia menutup paruh pertama tahun ini dengan catatan gemilang. Namun, apakah tren positif ini bakal berlanjut pada periode berikutnya?
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik yang dirilis Kamis (15/7/2021) sektor perdagangan Indonesia berhasil menorehkan hasil positif sepanjang semester I/2021 dengan mencatatkan surplus USD11,86 miliar.
Menurut Kepala BPS Margo Yuwono, surplus tersebut karena nilai ekspor kumulatif Januari--Juni 2021 sebesar USD102,87 miliar atau naik 34,78 persen dibandingkan realisasi ekspor Januari--Juni 2020 yang hanya sebesar USD76,33 miliar.
Komoditas yang memberikan kontribusi terhadap nilai ekspor sepanjang Semester I-2021 adalah lemak dan minyak hewan/nabati, bahan bakar mineral, serta besi dan baja. "Kenaikan ini karena naiknya permintaan barang dan adanya kenaikan harga," ujar Margo dalam konferensi pers, Kamis (15/7/2021).
Nilai ini jauh melampaui surplus pada periode yang sama tahun lalu senilai USD5,42 miliar. Meskipun capaian tersebut terasa manis, memasuki semester II/2021 sejumlah tantangan sudah menanti sektor perdagangan Indonesia.
Apa saja tantangan itu? Tantangan itu mulai dari lonjakan jumlah kasus positif Covid-19 hingga tidak ada jaminan harga komoditas yang tinggi bakal terus terjadi.
Padahal, kontribusi dari harga komoditaslah yang melambungkan nilai ekspor pada semester I/2021. Di tengah berbagai tantangan yang ada di depan mata, dunia usaha masih optimistis kinerja positif bakal terus berlanjut pada semester II-2021.
Merujuk data BPS, nilai ekspor Juni 2021 mencapai USD18,55 miliar, mengalami kenaikan 9,52 persen dibandingkan periode Mei 2021. Dari total nilai ekspor Juni 2021 senilai USD18,55 miliar, kontribusi ekspor migas mencapai USD1,23 miliar dan nonmigas USD17,31 miliar. Itu dilihat secara month to month (M-to-M).
Kenaikan ekspor Juni 2021 mengalami pertumbuhan hingga 54,46 persen bila dilihat secara y-on-y. Ekspor nonmigas yang mencapai USD17,31 miliar, naik 51,35 persen dibandingkan periode yang sama Juni 2020. Begitu juga sektor migas yang tumbuh hingga 117,15 persen dari USD12,01 miliar pada Juni 2020 menjadi USD1,23 miliar pada Juni 2021.
Ekspor Nonmigas
Bagaimana dengan struktur ekspor menurut sektor? Ekspor nonmigas tetap dominan dengan menyumbang porsi hingga 93,36 persen dari total ekspor Juni 2021. Porsinya masing-masing industri 75,91 persen, tambang (15,70 persen), migas (6,64 persen), dan pertanian (1,75 persen).
Bila dibedah lebih jauh lagi, dari sektor industri, kontribusi dari industri pengolahan untuk mendongkrak kinerja ekspor neraca perdagangan negara ini cukup signifikan, yakni mencapai USD14,08 miliar, naik 45,91 persen secara Y-on-Y.
Dari kinerja ekspor nasional itu, bagaimana profil pangsa ekspor nonmigas terbesar? Ternyata pangsa pasar ekspor masih dipegang oleh Tiongkok dengan nilai USD4.13 miliar atau porsinya mencapai 23,88 persen.
Berikutnya Amerika Serikat senilai USD2,14 miliar (12,34 persen), Jepang USD1,36 miliar (7,87 persen), Malaysia USD0,85 miliar (4,92 persen), dan Korea Selatan USD072 miliar (4,17 persen).
Berkaitan dengan kinerja perdagangan itu, Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta W Kamdani memproyeksikan, kinerja ekspor manufaktur di semester II/2021 hanya tumbuh tipis sepanjang diberlakukannya kebijakan PPKM Darurat.
“Ekspor komoditas mentah dan pertanian cenderung kebal dari PPKM Darurat sehingga berpotensi tetap tumbuh secara optimal pada semester II-2021,” ujarnya.
Pernyataan senada juga diungkapkan sejumlah pelaku usaha lainnya, Ketua Umum Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) Benny Soetrisno. Menurutnya, prospek perdagangan luar negeri tetap cerah seiring dengan membaiknya permintaan dari Tiongkok dan Amerika Serikat.
Plt Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Indrasari Wisnu Wardhana menjelaskan, Indonesia memiliki kemampuan untuk mengisi permintaan pasar global, bahkan di tengah pandemi yang masih berlangsung. Menurutnya, yang perlu dilakukan saat ini adalah memperkuat sisi pasokan. Selain itu, percepatan vaksinasi di industri padat karya, terutama zona merah menjadi hal yang krusial sehingga kinerja sektor ini tidak terganggu.
Terlepas dari semua itu, berpijak dari proyeksi pertumbuhan ekonomi nasional 2021 di kisaran 3,7 persen--4,5 persen, yang merupakan hasil revisi dari sebelumnya di kisaran 4,3 persen--5,3 persen, pemulihan aktivitas ekonomi ini akan sangat tergantung pada pelaksanaan PPKM Darurat.
Percepatan program vaksinasi juga faktor kunci menuju pemulihan ekonomi. Caranya adalah dengan terbentuknya kekebalan komunal. Dua aksi itu bila mampu diakselerasi bakal mengerem laju penularan wabah Covid-19.
Imbasnya, aktivitas masyarakat kembali longgar. Mesin-mesin produksi dan investasi pun berjalan, sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi semakin melaju.
Penulis: Firman Hidranto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari