Istilah dengue dan demam berdarah dengue (DBD) kerap menjadi pertanyaan masyarakat. DBD adalah bagian kecil dari dengue. DBD adalah dengue yang parah.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik (P2PTVZ) Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Didik Budijanto mengatakan, saat ini Kemenkes sedang menyusun dua dokumen penting tentang penanganan dengue.
Dua dokumen tersebut adalah Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPM) serta Strategi Nasional Penanggulangan Dengue (Stranas). Kedua dokumen tersebut tercantum target nasional untuk penanggulangan dengue dalam mengurangi kematian.
Diketahui, target jumlah kasus kematian dikurangi hingga 0,2 persen pada 2030. Kemudian itu juga mengurangi tingkat kejadian secara nasional kurang dari 37/100.000 penduduk di 2030.
Tak hanya itu, lanjut Didik, target Kemenkes di 2020-2024 adalah meningkatkan jumlah persentase kabupaten/kota yang mempunyai insiden rate demam berdarah dengue (DBD) kurang dari 49 per 100.000 penduduk.
“Setidaknya harus ada 5 persen setiap tahunnya dalam insiden rate DBD. Secara berturut-turut pada 2020 sudah tercapai 70 persen, 2021 menjadi 75 persen, pada 2022 bertambah menjadi 80 persen, kemudian 85 persen di 2023, dan menjadi 90 persen di 2024,” jelas Didik dalam temu media secara virtual dengan tema ‘ASEAN Dengue Day 2021‘, Kamis (10/6/2021).
Untuk pencapaian target tersebut, Didik mengatakan, di dalam RPM dan Stranas dicantumkan enam strategi. Salah satunya, penguatan pengendalian vektor yang efektif, aman, dan berkesinambungan. “Ini adalah ujung tombak dari strategi pengendalian dengue,” ucapnya.
Dalam kesempatan tersebut, Didik juga menjelaskan istilah dengue dan perbedaannya dengan demam berdarah dengue (DBD) yang kerap menjadi pertanyaan masyarakat. DBD adalah bagian kecil dari dengue. DBD adalah dengue yang parah. Secara sederhana dengue mencakup beberapa penyakit yang salah satu jenis penyakitnya disebut DBD. Sedang, masyarakat selama ini lebih mengenal sosialisasi tentang penanggulangan DBD.
Hal ini akan mulai diubah dengan sosialisasi penanggulangan dengue karena yang perlu ditangani adalah semua penyakit dengue mulai dari yang ringan hingga yang parah. “Kalau kita akan menanggulangi DBD maka artinya menanggulangi yang parah saja, padahal yang ringan pun khawatir akan berubah menjadi parah,” kata Didik.
Didik mengatakan tiga strategi utama yang dilakukan, di antaranya pengendalian vektor, peningkatan surveilens dan deteksi dini serta tata kelola kasus.
Ketiga strategi tersebut, kata Didik, memiliki tantangan yang berbeda di setiap daerah. Misalnya, pengendalian vektor yang harus memberdayakan masyarakat. Sebagai contoh, Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik dan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) yang belum membudaya di masyarakat.
Tim pakar juga tengah merumuskan masalah anggaran yang sudah diterjemahkan dalam operasional secara terintegrasi dengan dana subsidi bantuan operasional kesehatan (BOK) dan dana desa yang disatukan dengan komitmen pemerintah pusat dan daerah. Pembahasan draft aturan baru tersebut juga melengkapi strategi pemerintah dalam upaya penanggulangan dengue di tengah masyarakat, seperti penguatan sistem surveilans dan manajemen kejadian luar biasa, dan penguatan tata laksana dengue yang komprehensif.
Serta, peningkatan partisipasi dan kemandirian masyarakat, penguatan komitmen pemerintah pusat dan daerah, juga partisipasi mitra dan multisektor, dan terakhir pengembangan kajian, penelitian dan inovasi sebagai dasar penetapan kebijakan berbasis bukti. Perlu diketahui, Data Kemenkes, 3 Desember 2020, kasus DBD tersebar di 472 kabupaten/kota di 34 provinsi.
Kematian akibat DBD terjadi di 219 kabupaten/kota. Pada 30 November 2020 tercatat ada 51 penambahan kasus DBD dan satu penambahan kematian akibat DBD. Sebanyak 73,35% atau 377 kabupaten/kota sudah mencapai incident rate (IR) kurang dari 49/100.000 penduduk.
Proporsi DBD per golongan umur, antara lain, < 1 tahun sebanyak 3,13 %, 1 – 4 tahun. Lalu 14,88%, 5–14 tahun 33,97 %, 15 – 44 tahun 37,45 %, > 44 tahun 11,57 %. Adapun proporsi kematian DBD per golongan umur, antara lain, < 1 tahun, 10,32 %, 1 – 4 tahun 28,57 %, 5 – 14 tahun 34,13 %, 15 – 44 tahun : 15,87 %. > 44 tahun 11,11 %. Di Indonesia DBD menyerang laki-laki sebanyak 53,11% dan perempuan sebanyak 46,89%.
Demam berdarah dengue itu penyebabnya virus dengue. Karena namanya demam berdarah gejalanya demam hingga terjadi pendarahan karena ada gangguan aliran darah akibat terjadi pembocoran pembuluh darah. Dan virus menyerang trombositnya sehingga suhu tubuh menurun.
Jika aliran darah melambat, dan trombosit rendah maka akan terangsanglah sistem pembekuan darah. Jika sistem pembekuan darah tidak berjalan, terjadilah pendarahan.
Gejalanya, suhu mendadak tinggi sekitar 39-40 derajat celcius dalam 3 hari pertama, dikasih obat penurun demam turun 4 jam, sesudah itu naik lagi karena virusnya masih ada, kalau virusnya sudah tidak ada ya suhu kembali normal.
Selain demam, gejala demam berdarah yaitu sakit otot, sendi, tulang, belakang mata, mual, lemas, tidak mau makan dan minum. Demam berdarah salah satu penyebabnya karena virus dengue. Di mana virus dengue ini ditularkan melalui hostnya nyamuk Aedes aegypti.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik, Kementerian Kesehatan, Didik Budijanto mengimbau, masyarakat untuk menerapkan PSN 3M Plus. M pertama adalah ‘menguras’. Merupakan kegiatan membersihkan/menguras tempat yang sering menjadi penampungan air seperti bak mandi, kendi, toren air, drum, dan tempat penampungan air lainnya.
Dinding bak maupun penampungan air juga harus digosok untuk membersihkan dan membuang telur nyamuk yang menempel erat pada dinding tersebut. Saat musim hujan maupun pancaroba, kegiatan ini harus dilakukan setiap hari untuk memutus siklus hidup nyamuk yang dapat bertahan di tempat kering selama 6 bulan.
M selanjutnya ‘menutup’. Itu merupakan kegiatan menutup rapat tempat-tempat penampungan air seperti bak mandi maupun drum. Menutup juga dapat diartikan sebagai kegiatan mengubur barang bekas di dalam tanah agar tidak membuat lingkungan semakin kotor dan dapat berpotensi menjadi sarang nyamuk.
M ketiga adalah ‘memanfaatkan’. Di mana limbah barang bekas yang bernilai ekonomis dimanfaatkan (daur ulang), kita juga disarankan untuk memanfaatkan kembali atau mendaur ulang barang-barang bekas yang berpotensi menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk demam berdarah.
Plus-nya adalah bentuk upaya pencegahan tambahan seperti memelihara ikan pemakan jentik nyamuk, menggunakan obat anti nyamuk, memasang kawat kasa pada jendela dan ventilasi, dan gotong-royong membersihkan lingkungan.
Penulis: Eri Sutrisno
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari