Indonesia.go.id - Pandemi Merevisi Mimpi di Tahun 2045

Pandemi Merevisi Mimpi di Tahun 2045

  • Administrator
  • Senin, 9 Agustus 2021 | 14:13 WIB
EKONOMI
  Suasana deretan gedung bertingkat di Jakarta, Rabu (18/8/2021). Pandemi menahan laju majunya ekonomi Indonesia. ANTARA FOTO/ Akbar Nugroho Gumay
Dalam buku “Visi Indonesia 2045” yang disusun atas prakarsa Presiden Joko Widodo, Indonesia diproyeksikan menjadi negara maju dan masuk sebagai kekuatan ekonomi lima besar dunia. Namun pandemi Covid-19 memaksa mimpi itu direvisi.

Dalam buku Visi Indonesia 2045 telah ditargetkan bahwa pada HUT Kemerdekaan ke-100 RI, Indonesia sudah menjadi negara maju. Hal itu karena Indonesia telah mampu keluar lebih cepat dari middle income trap.   

Di buku itu, dirancang pula bahwa momen Indonesia keluar dari middle income trap adalah sekitar kurun 2036--2038.  Namun karena pandemi, Indonesia diperkirakan bisa keluar dari middle income trap lebih lama, yakni 2045. Ini pun dengan syarat rata-rata pertumbuhan ekonomi hingga 2045 harus di atas 6%.

Visi Indonesia 2045 itu disusun atas prakarsa Presiden Joko Widodo. Indonesia diproyeksikan menjadi negara maju dan masuk sebagai kekuatan ekonomi lima besar dunia dengan kualitas manusia yang unggul, menguasai ilmu pengetahuan, dan teknologi. Dalam visi itu Indonesia memiliki target untuk menjadi negara maju dengan produk domestik bruto (PDB) riil 5,7 persen dan PDB rill per kapita sebesar 5,0 persen, sebelum 2045.

"Sebelum Indonesia menghadapi pandemi Covid-19, di mana waktu itu kita bercita-cita kalau pertumbuhan ekonomi rata-rata 5,7% antara 2015-2045 maka Indonesia bisa keluar dari middle income trap kira-kira di 2036--2038. Tapi dunia sudah berubah, dampak Covid-19 memberikan tekanan yang luar biasa. Tidak saja aspek ekonomi, melainkan juga dampak terhadap aspek sosial dan lingkungan," kata Deputi Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas Amalia Adininggar Widyasanti dalam webinar yang digelar CSIS Indonesia bertajuk “CSIS dan Transformasi Ekonomi Menuju Indonesia 2045” di Jakarta, 4 Agustus 2021.

Amalia mengatakan, pandemi Covid-19 membuat Indonesia harus melakukan redesain transformasi ekonomi agar bisa kembali ke level pertumbuhan ekonomi yang direncanakan. Pandemi Covid-19 tidak hanya membuat pertumbuhan Indonesia pada 2020 terkontraksi, tetapi juga menurunkan tingkat kesejahteraan penduduk.

Saat ini, menurut Amalia, status Indonesia kembali menjadi negara berpendapatan menengah ke bawah berdasarkan pengumuman Bank Dunia pada Juli 2021, di mana Indonesia pada 2019 baru naik statusnya menjadi negara upper middle income. Pandemi Covid-19 juga menyebabkan pengentasan kemiskinan tersendat dan ketimpangan semakin meningkat. Di samping itu, sebanyak 4,6 juta orang kembali bekerja di sektor informal dengan produktivitas rendah.

Perlu diketahui, sebelum pandemi, sejumlah negara di Asia meraih pertumbuhan ekonomi yang cukup signifikan, dan telah naik status masuk dalam kelompok negara berpenghasilan menengah (middle income countries/MIC), seperti Philipina, India, Malaysia, Thailand, Vietnam, Laos, dan Indonesia. Sementara itu, beberapa negara di kawasan Asia Timur saat ini sudah masuk ke dalam kelompok high income countries (HIC) seperti Hong Kong, Korea Selatan, Taiwan, dan Singapura. Namun, pandemi yang sudah berlangsung hampir dua tahun ini merontokkan status tersebut.

Untuk mengatasi persoalan yang ditimbulkan, Indonesia perlu melakukan perubahan fundamental dengan melakukan redesain transformasi ekonomi. Transformasi ekonomi selanjutnya perlu dilaksanakan secara konsisten agar target Indonesia menjadi negara maju pada 2045 bisa tercapai.

Mantan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Indonesia Bambang Brodjonegoro dalam webinar itu mengatakan, sekarang adalah momentum yang tepat bagi Indonesia untuk bisa mencapai mencapai mimpi menjadi high income country. Sebab, saat ini banyak masyarakat yang berada dalam usia produktif. 

Menurut Bambang, banyak negara yang keluar dari middle income trap karena memiliki banyak penduduk dengan usia produktif. Artinya, SDM menjadi kunci penting untuk meningkatkan produktivitas suatu negara.

"Saat ini paling tepat karena menjelang 2045 Indonesia berubah menjadi aging society. Sekarang ini usia produktifnya sebagai bangsa kalau sudah pensiun, kesehatan tidak se-prima dulu dan agak susah jadi orang kaya tadi," kata Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) 2019-2021 tersebut.

Oleh karenanya, ia berharap perbaikan kualitas SDM dan sektor pendukung lainnya bisa terus digenjot pemerintah untuk membawa Indonesia keluar dari middle income trap dan mengubah status menjadi high income country pada 2045. "Kita harus jadikan 2045 itu tidak hanya simbol 100 tahun, tapi semacam deadline yang tak boleh dilewati," tegasnya.

Pasalnya, kata Bambang, saat ini merupakan kesempatan yang tepat bagi Indonesia untuk memanfaatkan bonus demografi, sebelum 2045 di mana Indonesia akan menjadi aging society, atau negara yang mengalami lonjakan jumlah masyarakat lanjut usia. Di sisi lain, dia menyebut bonus demografi merupakan syarat untuk suatu negara berubah dari berpenghasilan menengah (middle income) menjadi negara maju (developed) dan berpenghasilan tinggi (high income). Contohnya, yaitu Jepang dan Korea Selatan.

Sementara itu, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dalam webinar yang digelar CSIS itu mengungkapkan, Indonesia dan banyak negara di dunia saat ini menghadapi tantangan besar untuk bisa keluar dari jebakan negara kelas menengah (middle income trap). Hal ini memang tidak mudah, apalagi faktanya hingga kini baru kurang dari 20 negara yang berhasil keluar dari middle income trap. Dan pengalaman selama ini menunjukkan, ada lebih dari 190 negara di dunia, mayoritas mereka berhenti di middle income. Artinya, ada fenomena yang disebut middle income trap.

Menkeu berpendapat sama dengan Bambang Brodjonegoro, hal utama yang membuat sebuah negara berhenti pada level middle income terkait kualitas sumber daya manusia (SDM). Karenanya, penting sekali untuk menginvestasikan dan terus meningkatkan kualitas SDM, sehingga statusnya bisa naik menjadi high income country atau negara berpendapatan tinggi.

“Kalau kita bicara SDM, semua sepakat kalau ini penting. Namun yang paling penting, tidak banyak negara yang bisa menyelesaikan tantangan SDM. Dalam hal ini, pendidikan dan kesehatan menjadi sangat penting, dan jaminan sosial juga menjadi sangat penting. Itu adalah tiga area yang luar biasa bagi Indonesia,” kata Sri Mulyani.

Oleh karena itu, dalam disain Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), tiga area tersebut juga mengambil porsi paling besar. Namun menurut Menkeu, persoalannya tidak hanya sebatas anggaran, tetapi juga efektivitas untuk menghasilkan SDM yang berkualitas menjadi sangat penting.

Selain kualitas SDM, infrastruktur juga memiliki peran besar untuk bisa menembus middle income trap. Tidak sekadar membangun, tetapi kualitasnya juga baik dan tepat.

Juga masalah institusi. Tidak hanya birokrasi dan regulasi, private sector juga sangat penting. Negara yang bisa menembus middle income trap adalah negara yang memiliki institusi yang efisien, dan tentu performanya bagus berdasarkan tata kelola yang relatif bagus juga.

 

 

 

Penulis: Eri Sutrisno
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari