Suntikan booster vaksin Covid-19 terbukti dapat melipatgandakan antibodi untuk menetralisir tanduk virus. Indonesia menyediakan enam pilihan kombinasi boosting. Semuanya telah teruji.
Vaksin booster itu perlu. Di tengah ledakan baru Covid-19 yang dibangkitkan oleh varian Omicron, Organisasi Kesehatan Dunia WHO merekomendasikan perlunya dilakukan suntikan vaksin penguat (booster) yang terbukti dapat memberikan perlindungan ekstra, termasuk dari ancaman Omicron. Dengan vaksin booster tersebut, orang akan menghadapi risiko yang lebih kecil baik dari ancaman penularan, dan terutama dari risiko mengalami gejala infeksi yang parah dan kematian.
Dalam rekomendasi mingguannya, yang disebut global rapid risk assesment edisi 18 Januari 2022, WHO menyatakan bahwa suntikan booster itu diperlukan. Betapapun ketersediaan vaksin di dunia itu masih terbatas, dan sejumlah negara miskin baru bisa melayani vaksinasi primer Covid-19 bagi rakyatnya dalam cakupan kurang dari 10 persen. Di saat yang sama, vaksinasi booster itu berarti ada penambahan alokasi vaksin di negara-negara yang lebih maju.
“Tapi, vaksin booster itu sangat diperlukan karena efektivitas vaksin primer akan menurun seiring dengan waktu,” kata WHO.
Badan Kesehatan Dunia itu memberi catatan khusus bagi lansia di atas 60 tahun, utamanya yang menerima jenis vaksin primer berplatform inactivated virus, yang dikatakan bahwa efektivitasnya lebih cepat memudar. Kelompok ini lebih rentan dan perlu mendapat prioritas booster. Mengenai tindakan vaksin booster-nya diserahkan kepada otoritas kesehatan di masing-masing negara.
Kabar baik pun berhembus dari Laboratorium Sinovac Biontech Beijing. Industri farmasi besar dari Tiongkok itu, pada pertengahan Januari 2022, mengkonfirmasi sedang mengerjakan vaksin Covid-19 yang diklaim mampu melawan Omicron. Vaksin booster itu disebut sesuai bagi mereka yang telah menerima vaksin primer (suntikan dosis 1 dan 2).
Sebagai booster, vaksin baru Sinovac itu dikatakan memberikan dampak yang melegakan, yakni 94 persen penerimanya mengalami kenaikan titer antibodi yang signifikan. Antibodi tersebut efektif untuk menetralisir reseptor virus (protein S spike), termasuk Omicron, sehingga tak mudah masuk ke dalam sel tubuh manusia dan menjadikannya sebagai inang untuk koloninya.
Kabar baik juga disampaikan tim peneliti dari Institut Ragon, yang melibatkan pakar biomedis dari Universitas Harvard dan MIT. Menurut laporan The Harvard Gazete edisi 7 Januari 2022, penelitian itu melibatkan 239 orang dewasa, 70 di antaranya sudah menerima booster dengan suntikan vaksin berplatform mRNA dari Pfizer-Biontech, Moderna dan Janssen (Johnson & Johnson).
Sampel darah diambil dari ke-239 orang relawan itu, kemudian psedovirus, yang menyerupai sosok Omicron lengkap dengan 34 hasil mutasi pada protein-S-spike-nya. Hasilnya, sampel darah dari 70 orang yang telah menerima vaksin booster itu menunjukkan level aktivitas yang sangat signifikan dalam menetralisir tanduk reseptor virus.
Pada saat yang sama, kelompok yang hanya menjalani vaksinasi primer hanya sedikit menunjukkan perlawanan atas pseudovirus tiruan Omicron itu. Tim peneliti dari Boston, Amerika, itu menyimpulkan booster dengan vaksin berbasis mRNA itu efektif untuk melawan varian Omicron. Hasil penelitian itu juga menjadi salah satu rujukan bagi otoritas penanganan penyakit menular di Amerika Serikat, Centers for Desease Control and Prevention (CDC)merekomendasikan vaksin booster segera bagi warga AS berusia 16 tahun ke atas.
Dua Regimen Baru
Vaksinasi booster juga digalakkan di Indonesia. Masyarakat antusias menyambutnya. Hanya dalam tiga hari, vaksinasi booster yang dimulai 12 Januari 2022 itu telah dibanjiri 1,3 juta peserta. Selang tiga hari dari kick-off booster, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) pun kembali mengeluarkan persetujuan penggunaan dua regimen (sistem pengaturan) booster baru. Persetujuan itu diumumkan Senin 15 Januari lalu.
Regimen yang pertama ialah booster dengan Pfizer dosis setengah (half dose) bagi penerima vaksin primer Sinovac atau AstraZeneca. Regimen kedua adalah pemberian booster AstraZeneca setengah sosis untuk vaksin primer Sinovac; atau AstraZeneca dosis penuh (full dose) untuk penerima vaksin primer Pfizer (full booster dose).
Regimen pertama, yakni vaksin Pfizer sebagai booster heterolog half doses untuk vaksin primer AstraZeneca menunjukkan hasil peningkatan imunogenisitas antibodi (IgG) tinggi selama 6--9 bulan, dengan titer (kadar) antibodi berlipat 31--38 kali dari kondisi prabooster. Khusus untuk booster bagi vaksin primer Sinovac, menurut BPOM, ada peningkatan titer antibodi IgG sebanyak 105,7 kali yang akan menetralkan reseptor protein-S-spike virus Covid-19. Tak ada dampak berbahaya bagi tubuh.
Pada regimen kedua, ketika AstraZeneca (separuh dosis) menjadi booster bagi vaksin primer Sinovac, hasilnya memuaskan. Imunogenisitas tubuh meningkat dengan titer antibodi IgG yang berlipat 35-41 kali dalam 6-9 bulan ke depannya. Jumlah yang dipandang efektif untuk menetralisir elemen S-RBD, protein virus berperan menetralisir sel tubuh manusia.
Sebelumnya, BPOM telah meresmikan enam regimen booster homolog dan heterolog pada vaksin Covid-19. Yang pertama, vaksin Sinovac dosis penuh (full dose) sebagai booster homolog. Regimen kedua, vaksin Pfizer full dosesebagai booster homolog, dan ketiga vaksin AstraZeneca dosis penuh sebagai booster homolog.
Kemudian ada regimen keempat, yakni vaksin Moderna sebagai booster homolog (dosis setengah). Regimen kelimanya ialah Moderna (setengah dosis) sebagai booster heterolog untuk vaksin primer AstraZeneca, Pfizer, dan Janssen. Yang keenam vaksin Zifivax full dose sebagai booster heterolog untuk vaksin primer Sinovac dan Sinopharm.
Secara kontinyu, BPOM akan melakukan evaluasi atas penggunaan booster vaksin, sesuai dengan pengajuan dan ketersediaan data uji klinik yang mendukung pengajuan booster tadi. Persetujuan BPOM untuk penambahan dosis booster dilakukan sesuai hasil uji klinis yang bisa diterima. Hal ini juga didukung oleh tim ahli dari Komite Nasional Penilai Vaksin Covid-19 dan ITAGI serta asosiasi klinisi lain yang terkait.
Kepala Badan POM Penny Kusumastuti Lukito menyatakan, apresiasinya pada Tim Ahli Komite Nasional Penilai Vaksin Covid-19, yang di dalamnya terdapat banyak ahli dari bidang farmakologi, metodologi penelitian dan statistik, epidemiologi, kebijakan publik, imunologi, ITAGI, serta asosiasi klinisi lainnya. ‘’Kami menghargai kontribusi dan dukungannya untuk bersama kita menyukseskan vaksinasi sampai kita bisa segera keluar dari pandemi," kata Penny Lukito.
Penulis : Putut Trihusodo
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari