Lonjakan kasus positif Omicron bisa tiga kali lipat dari varian Delta. Sebagian besar pasien dengan gejala berat dan kritis belum menjalani vaksinasi lengkap atau belum tervaksin sama sekali.
Penularan berlangsung cepat dan masif. Hanya dalam tempo sekitar 20 hari, kasus harian infeksi Covid-19 di Indonesia menanjak secara luar biasa, dari 825 kasus (17 Januari) mencapai ke level 36 ribuan pada 6 Februari lalu.
Pada gelombang varian Delta, diperlukan waktu sekitar 50 hari untuk kasus harian itu merambat naik dari level 3.500-an (17 Mei 2022) ke level 36.000-an (8 Juli), dan terus menanjak hingga ke puncaknya pada 16 Juli 2021 dengan 56.793 kasus.
Di tiga provinsi, yakni DKI Jakarta, Banten, dan Bali, kasus harian Omicron sudah melampaui rekor tertinggi varian Delta, pada Minggu 6 Februari 2022. Di Jakarta, kasus hariannya sudah mencapai angka 15.800, melewati rekor di sepanjang gelombang Delta yang tercatat 14.600. Pada tanggal yang sama, kasus harian di Banten melewati angka 4.800-an, dari rekor Delta 3.900-an. Adapun di Provinsi Bali angka Omicron telah menyentuh 2.000 kasus, sementara rekor Delta ialah 1.900-an.
Gambaran yang mencengangkan itu muncul dari keterangan pers virtual, usai rapat evaluasi Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang dipimpin Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan. Keterangan pers itu sendiri berturut-turut diberikan oleh Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan selaku Koordinator PPKM Jawa-Bali, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto selaku Koordinator PPKM Luar Jawa-Bali, dan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin.
Secara umum, menurut Menko Luhut, tingkat keparahan dan mortalitas Omicron lebih rendah ketimbang Delta, meski daya penularannya lebih tinggi. Di Amerika Serikat (AS), Prancis, Israel, dan Jepang, menurutnya pula, dengan jumlah korban terpapar yang berlipat kali lebih besar, maka angka kematian aktual yang terjadi pada gelombang Omicron lebih besar dibanding Delta.
Namun, situasi berbeda terjadi di Afrika Selatan (negeri asal Omicron) dan India. Di kedua negara itu, angka kasus di puncak gelombang Omicron hampir menyamai Delta, namun angka kematian yang ditimbulkan 20--25 persen dari varian Delta. Menko Luhut pun menekankan, pemerintah akan terus meng-update data-data tersebut dan mempelajarinya untuk rujukan kebijakan.
Di Indonesia, sejak 1 Januari--4 Februari 2022, tercatat kasus konfirmasi positif mencapai 184 ribu dengan kasus kematian 369 jiwa. Dengan begitu laju kematiannya sekitar 0,2 persen, jauh di bawah mortalitas di era varian Delta yang mencapai 3,3 persen. Namun seiring lonjakan kasusnya, angka kematian pun terus meningkat dan belum bisa diduga batas-batas lonjakannya.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi menyebutkan, sejak gelombang Omicron menerjang di pertengahan Desember 2021 hingga 6 Februari 2022, tercatat 356 pasien Covid-19 meninggal. Sebanyak 69 persen korban belum divaksin lengkap, bahkan belum divaksin sama sekali. Dari 58 pasien bergejala berat atau kritis, dan kini menjalani perawatan, 60 persen kondisinya sama, yakni belum divaksin sama sekali atau vaksinasinya belum lengkap.
Dari sekitar 206 ribu kasus aktif Covid-19 di Indonesia, yang 93 persen di Jawa-Bali, per 6 Februari 2021, ada 15.300 pasien yang dirawat di rumah sakit. Ada pula sekitar 3.600 pasien lainnya dirawat dalam status probable. Seluruhnya 18.900. Dari jumlah itu, menurut Menkes Budi, 10 ribu di antaranya hanya bergejala ringan atau bahkan tanpa gejala, tapi dinyatakan positif Covid-19. Ketersediaan bed rumah sakit untuk pasien Covid-19 ada 120 ribu unit.
Untuk efisiensi pemakaian bed rumah sakit dan penyiapan untuk pasien yang membutuhkan, Menkes mengatakan,ke depan perawatan diprioritaskan untuk pasien dengan gejala sedang, berat, dan kritis. ‘’Yang ringan dan tanpa gejala bisa dirawat di tempat-tempat isoter (isolasi terpusat) atau menjalani isolasi mandiri di rumah,” ujar Menkes. Ada kemungkinan pasien bergejala sedang, berat, dan kritis itu akan berdatangan karena lonjakan kasus.
Lonjakan itu masih akan terjadi. ‘’Merujuk kasus-kasus di luar negeri, lonjakannya itu bisa dua-tiga kali lipat dari Delta,’’ ujar Menkes Budi Gunadi, seraya mewanti-wanti masyarakat tidak perlu panik. Varian Omicron, kata Menkes, memang mudah menular, tapi keparahan yang ditimbulkan terbukti lebih ringan. Persiapan pemerintah menghadapi lonjakan Covid-19 kali ini sudah lebih baik.
‘’Nggak usah panik, tapi jangan jumawa, dan harus tetap waspada,’’ katanya.
Bagi yang terular oleh varian Omicron dengan gejala ringan atau tanpa gejala, Menkes Budi menyarankan agar tak ragu menggunakan jasa telemedisin, layanan kesehatan berbasis online. ‘’Kita sudah lakukan untuk Jakarta dan sudah memberikan 150 ribu layanan, dengan pengiriman obat-obatan sebanyak 38 ribu paket,’’ kata Menkes Budi.
Badai Omicron ini juga direspons pemerintah dengan evaluasi PPKM ke seluruh wilayah kabupaten, kota, dan provinsi. Hasilnya, seperti disebut Menko Luhut Pandjaitan, wilayah aglomerasi DKI Jakarta dan Jabodetabek, Bandung Raya, DI Yogyakarta, dan Bali termasuk dalam level 3. Di luar Jawa-Bali ada 37 kabupaten/kota yang masuk level 3. Untuk level 4 kosong dan selebihnya level 1 dan 2.
Seperti pada ketentuan PPKM sebelumnya, di daerah dengan status level 3 akan dilakukan berbagai pembatasan aktivitas. Menteri Kesehatan berharap, pembatasan itu hanya berlaku dua tiga minggu. ‘’Tapi, kita akan melakukan evaluasi mingguan,’’ katanya.
Menkes Budi Gunadi juga mengingatkan agar di tengah lonjakan masyarakat harus terus waspada, siaga, dan lebih displin menjalankan protokol kesehatan. ‘’Situasi ini juga harus dijadikan momentum saling mengingatkan soal prokes dan vaksinasi. Yuk, kita ajak mereka yang belum vaksin, atau belum lengkap menjalani vaksinasi agar melengkapinya,’’ ujar Menkes Budi. Masyarakat juga perlu terus menjaga dirinya dan orang lain dari penularan Omicron.
Penulis: Putut Trihusodo
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari