Indonesia.go.id - Neraca Dagang 2021 Surplus, Outlook 2022 Kian Menjanjikan

Neraca Dagang 2021 Surplus, Outlook 2022 Kian Menjanjikan

  • Administrator
  • Selasa, 18 Januari 2022 | 06:57 WIB
PERDAGANGAN
  Pekerja mengawasi bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Kamis (20/1/2022). Kinerja ekspor tahun lalu berhasil melampaui rekor tertinggi sepanjang sejarah. ANTARA FOTO
Neraca perdagangan 2021 yang cukup baik diharapkan berlanjut pada 2022 dan memberikan dampak pada pemulihan ekonomi dan masyarakat lebih luas.

Laporan Badan Pusat Statistik (BPS) mengenai neraca perdagangan pada 2021 mengungkapkan kabar yang menggembirakan. Indikasi pemulihan ekonomi sudah berjalan pada jalurnya dan semakin menjanjikan.

Menurut laporan lembaga itu, kinerja ekspor sepanjang 2021 berhasil melampaui rekor tertinggi sepanjang sejarah pada 2011 sebesar USD203,6 miliar. Indonesia menorehkan rekor ekspor bulanan sebanyak empat kali pada tahun lalu, yakni pada April, Agustus, Oktober, dan November.

Ekspor sepanjang tahun lalu mencapai USD231,54 miliar, laporan lembaga itu menambahkan, naik 41,88 persen dibandingkan 2020 sebesar USD163,1 miliar. Kinerja ekspor tahun lalu juga berhasil melampaui rekor tertinggi sepanjang sejarah pada 2011 sebesar USD 203,6 miliar. 

Sementara itu, dari sisi impornya, kinerja dari Januari-Desember 2021 mencapai USD196,20 miliar, naik 38,59 persen dibandingkan periode yang sama pada 2020 yang mencapai USD141,57 miliar.

Artinya, sepanjang 2021, neraca perdagangan mengalami surplus USD35,34 miliar. Seperti disampaikan Margo Yuwono, kinerja neraca perdagangan sepanjang 2021 bila dibandingkan dengan 2020, 2019, bahkan hingga 2016, neraca perdagangan pada 2021 merupakan yang paling tinggi dalam lima tahun terakhir.

Catatan itu tentu sangat menggembirakan. Pasalnya, selain ditunjang kinerja ekspor nonmigas yang terus menggeliat juga ditunjang oleh kinerja ekspor migas pada tahun lalu yang mencatatkan kinerja yang moncer.

“Semoga bisa berlanjut pada tahun 2022. Ini akan berdampak pada pemulihan ekonomi dan masyarakat lebih luas," ujarnya dalam konferensi pers, Senin (17/1/2022). 

Margo Yuwono juga menilai, kinerja ekspor secara keseluruhan terutama ditopang oleh sektor nonmigas yang melesat 41,8 persen menjadi USD231,54 miliar. Begitu pun dengan kinerja ekspor migas melesat 48,78 persen menjadi USD12,28 miliar. 

“Kinerja ekspor nonmigas terutama disumbang oleh komoditas bahan bakar mineral dengan kontribusi mencapai 14,98 persen atau USD32,84 miliar, serta lemak dan minyak hewan nabati mencapai 14,97 persen atau USD32,82 miliar.” 

 

Kinerja Impor

Sementara itu, berkaitan dengan kinerja impor, lembaga itu juga melaporkan total nilai impor Indonesia sepanjang 2021 mencapai USD196,20 miliar.

Menurut Kepala BPS Margo Yuwono, impor bahan baku/penolong menjadi penyumbang terbesar dan menjadi indikasi membaiknya perekonomian. Impor bahan baku/penolong mencapai USD147,38 miliar, naik 42,80 persen dibandingkan dengan nilai pada 2020.

"Kenaikan impor juga mengindikasikan bahwa permintaan sektor-sektor di Indonesia yang mengimpor bahan baku penolong maupun modal menunjukkan bahwa ekonomi membaik," ujarnya.

Kenaikan impor juga terjadi pada kelompok barang modal sebesar 20,77 persen menjadi USD28,63 miliar dan barang konsumsi naik 37,73 persen menjadi USD20,19 miliar.

Margo mengatakan, kenaikan pada kelompok ini juga menjadi sinyal positif. "Sementara kenaikan impor barang konsumsi menunjukkan bahwa daya beli masyarakat makin membaik," tambahnya.

Kontribusi impor bahan baku/penolong sepanjang 2021 tercatat mencapai 75,12 persen terhadap total impor. Sementara impor barang modal menyumbang 14,59 persen dan konsumsi 10,29 persen.

Adapun impor pada Desember 2021 mencapai USD21,36 miliar dan menjadi impor bulanan tertinggi sepanjang tahun. Kinerja impor Indonesia mengalami peningkatan sebesar 10,51 persen (month-to-month/mtm). Sedangkan secara tahunan, laporan BPS menyebutkan kinerja impor pada Desember 2021 mengalami pertumbuhan yang cukup besar, yaitu sebesar 47,93 persen (year-on-year/yoy).

Pada periode yang sama, BPS mencatat total nilai ekspor Indonesia pada Desember 2021 mencapai USD22,38 miliar. Dengan demikian, neraca perdagangan Indonesia pada Desember 2021 masih surplus sebesar USD1,02 miliar

Sementara itu berdasarkan sektornya, industri pengolahan memberikan sumbangan terbesar mencapai USD177,11 miliar, naik dibandingkan 2020 yang mencapai USD131,09 miliar.  Sektor pertambangan mencatatkan kenaikan paling tinggi mencapai 92,15 persen menjadi USD37,92 miliar, disusul migas 48,78 persen, sedangkan pertanian hanya naik 2,86 persen.  

Khusus dengan kinerja ekspor di Desember 2021, data BPS menjelaskan kinerja ekspor mengalami penurunan 2,04 persen dibandingkan bulan sebelumnya menjadi USD22,38 miliar.

Penurunan ekspor pada Desember terutama terjadi pada ekspor migas sebesar 17,93 persen menjadi USD1,09 miliar, sedangkan ekspor nonmigas turun 1,06 persen menjadi USD21,2 miliar.

"Namun bila dibandingkan Desember 2020, ekspor masih mencatatkan kenaikan cukup besar yakni 35,3 persen untuk migas dan 37,13 persen untuk nonmigas," ujar Margo. 

Penurunan ekspor nonmigas berdasarkan sektornya pada bulan lalu dibandingkan bulan sebelumnya terjadi pada ekspor pertanian sebesar 6,52 persen, industri pengolahan 5,06 persen, dan pertambangan lainnya 21,2 persen. 

"Namun, perlu diingat kinerja di Desember 2021 itu masih lebih baik dibandingkan dengan Desember 2020, hampir semuanya naik dengan kenaikan tertinggi di sektor pertambangan. Hanya sektor pertanian yang turun 7,51 persen," tuturnya. 

Sementara berdasarkan negara tujuannya, penurunan ekspor pada Desember terutama terjadi untuk ekspor dari Cina mencapai USD310,4 juta, Malaysia USD224,1 juta, Swiss USD1562,2 juta, dan Spanyol USD110,5 juta. 

Berkomentar soal laporan BPS itu, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi meyakini, surplus perdagangan tetap bisa dinikmati Indonesia ke depannya. Tidak itu saja, industri pengolahan berorientasi ekspor bernilai tambah akan memainkan peran penting dalam menekan defisit.

Dia mencatat empat dari lima produk penyumbang ekspor terbesar merupakan produk industri pengolahan yakni produk minyak sawit, besi dan baja, otomotif, dan elektronik.

"Ke depannya perlu dipastikan industri pengolahan kita tidak tergantung komoditas. Kita lihat dengan investasi-investasi dan penghiliran di pertambangan dan pertanian, ekspor RI menjadi lebih terdiversifikasi dan solid," tambahnya.

Sebagaimana laporan BPS, Lutfi menambahkan, kenaikan impor yang cukup drastis pada Desember 2021 menjadi indikasi bahwa perekonomian nasional berada pada jalur perbaikan.

Hal ini lantaran 76,51 persen impor disumbang oleh bahan baku/penolong yang menjadi faktor produksi industri manufaktur di dalam negeri. "Lebih dari 75 persen impor merupakan bahan baku/penolong yang dipakai industri untuk berproduksi. Artinya impor bersifat produktif," kata Lutfi.

 

Penulis: Firman Hidranto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari