Indonesia.go.id - Raih Tarif Pajak Rendah, Tax Amnesty makin Diperluas

Raih Tarif Pajak Rendah, Tax Amnesty makin Diperluas

  • Administrator
  • Selasa, 8 Maret 2022 | 16:18 WIB
TAX AMNESTY
  Petugas pajak melayani warga yang mengikuti program Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) di Kantor Direktorat Jendral Pajak, Jakarta. ANTARA FOTO/ Atiqa Fauziah
Saat ini, investasi PPS sangat penting nilainya sebagai sumber investasi baru untuk membiayai pembangunan ekonomi nasional.

Peran pajak dalam pembangunan sangat vital. Dari perolehan pajak sebagai sumber pendapatan, negara bisa melakukan pembiayaan untuk pengeluaran dan pembangunan.

Dalam konteks itu, pemerintah terus berupaya menggenjot perolehan pendapatannya dari pajak karena perolehan pajak dinilai masih belum optimal. Salah satu instrumen untuk menggenjotnya adalah melalui program tax amenesty atau program pengampunan pajak.

Secara umum, tax amnesty merupakan bagian dari kebijakan pemerintah di bidang perpajakan untuk memberikan pengampunan atau penghapusan pajak yang seharusnya terutang kepada wajib pajak dengan tidak mengenakan sanksi administrasi perpajakan dan sanksi pidana perpajakan bagi wajib pajak.

Tax amnesty pertama kali dilakukan pertama kali di era kepemimpinan Soekarno pada 1964. Dalam perjalanannya, di era Presiden Joko Widodo, kebijakan tax amnesty tetap menjadi instrumen untuk meningkatkan pertumbuhan perekonomian bangsa.

Melalui program itu, kesadaran dan kepatuhan masyarakat dalam melaksanakan kewajiban membayar pajak diharapkan semakin baik. Tax amnesty atau juga dikenal dengan istilah program pengungkapan sukarela (PPS), kini juga disebut dengan tax amnesty jilid II.

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pajak (DJP) per Sabtu (26/2/2022), negara telah mengantongi Rp2,19 triliun dari PPS atau program tax amnesty. Setoran itu terdiri dari pajak penghasilan (PPh) yang berasal dari pengungkapan harta bersih senilai Rp21,12 triliun.

Masih menurut data DJP, ada sebanyak 17.582 wajib pajak yang mengikuti tax amnesty jilid II. Dari total tersebut, DJP telah mengeluarkan 19.655 surat keterangan per Minggu (27/2/2022).

Dari data yang sama, per 25 Februari 2022, pemerintah mengantongi Rp2,13 triliun dari tax amnesty jilid II. Kementerian Keuangan juga mengungkapkan deklarasi dari dalam negeri dan repatriasi yang dilakukan oleh wajib pajak mencapai Rp18,49 triliun dan deklarasi luar negeri sebesar Rp1,36 triliun. Dari dana itu, sebanyak Rp1,27 triliun diinvestasikan ke instrumen surat berharga negara (SBN).

Sebagai informasi, kebijakan soal tax amnesty jilid II tertuang dalam Undang-Undang (UU) tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 196/PMK.03/2021 tentang Tata Cara Pelaksanaan PPS Wajib Pajak.

Dalam aturan itu disebutkan bahwa setiap wajib pajak dapat mengungkapkan harta bersih yang belum atau kurang diungkapkan dalam surat pernyataan, sepanjang Direktorat Jenderal Pajak belum menemukan data atau informasi mengenai harta yang dimaksud.

Harta bersih yang dimaksud tersebut adalah nilai harta dikurangi dengan nilai utang. Hal itu seperti yang tertuang dalam Undang-Undang nomor 11 tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak.

Harta yang dilaporkan merupakan aset yang diperoleh wajib pajak sejak 1 Januari 1985 sampai 31 Desember 2015. Nantinya, harta bersih itu akan dianggap sebagai tambahan penghasilan dan dikenakan PPh final.

PPh final akan dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan dasar pengenaan pajak. Tarif itu terdiri dari enam persen atas harta bersih yang berada di dalam negeri dan diinvestasikan untuk kegiatan usaha sektor pengolahan sumber daya alam (SDA), energi baru dan terbarukan  (EBT), dan SBN.

Regulasi itu juga menjelaskan sebanyak delapan persen atas harta bersih yang berada di dalam negeri dan tidak diinvestasikan untuk sektor SDA, EBT, dan SBN. Selanjutnya, enam persen atas harta bersih yang berada di luar Indonesia dengan ketentuan bahwa akan dialihkan ke dalam wilayah Indonesia serta diinvestasikan untuk sektor SDA, EBT, dan SBN.

Setiap wajib pajak dapat mengungkapkan harta bersih melalui surat pemberitahuan pengungkapan harga. Surat itu diberikan kepada Direktorat Jenderal Pajak pada 1 Januari 2022 sampai 30 Juni 2022.

Lampirkan Beberapa Dokumen

Selain itu, wajib pajak juga harus melampirkan beberapa dokumen, seperti bukti pembayaran PPh final, daftar rincian harta, beserta informasi kepemilikan harta yang dilaporkan, daftar utang, pernyataan mengalihkan harta bersih ke Indonesia, pernyataan menginvestasikan harta bersih ke sektor usaha SDA, EBT, dan SBN.

Setelah itu, Direktorat Jenderal Pajak akan menerbitkan surat keterangan terhadap penyampaian surat pemberitahuan atas pengungkapan harta oleh wajib pajak. Tidak berhenti di situ saja, dalam rangka merespons keluhan wajib pajak peserta PPS atau tax amnesty 2022, pemerintah kembali memperluas instrumen investasi penampung dana repatriasi harta yang diungkap selama holding period.

Perluasan itu diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan (KMK) nomor 52/KMK.010/2022 tentang Kegiatan Usaha Sektor Pengolahan SDA dan Sektor Energi Terbarukan sebagai Tujuan Investasi Harta Bersih dalam Rangka Pelaksanaan PPS.

Sebanyak 332 kegiatan usaha sektor pengolahan sumber daya alam atau SDA serta EBT sebagai tujuan investasi dari program pengungkapan sukarela atau PPS.

Beberapa kegiatan usaha antara lain pengusahaan tenaga panas bumi, industri pengolahan dan pengawetan produk daging dan daging unggas, industri pengasapan/pemanggangan ikan, industri pengolahan rumput laut, industri minyak mentah kelapa sawit (CPO), industri batu bata dari tanah liat/keramik, industri mesin pembangkit listrik, industri furnitur dari kayu, hingga aktivitas pengembangan video game.

Ketentuan itu mensyaratkan wajib pajak peserta PPS untuk melakukan investasi seperti disebutkan di atas paling lambat 30 September 2023. Mereka harus menyimpan dananya paling singkat (holding period) lima tahun sejak investasi berlangsung.

Menurut Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan Neilmaldrin Noor, dengan menempatkan investasi di sana, peserta PPS akan memperoleh tarif pajak terendah.

"Saat ini, investasi PPS sangat penting nilainya sebagai sumber investasi baru untuk membiayai pembangunan ekonomi nasional," ujar Neilmaldrin pada Selasa (1/3/2022).

Harapannya, upaya pemerintah termasuk kebijakan baru berupa Keputusan Menteri Keuangan nomor 52/KMK.010/2022 juga untuk lebih menjelaskan pelaksanaan PPS sesuai dengan ketentuan Pasal 16 Ayat (4) Peraturan Menteri Keuangan nomor 196/PMK.03/2021 tentang Tata Cara Pelaksanaan PPS. Bila wajib pajak itu melaksanakan itu, mereka mendapatkan pemanis berupa hak istimewa kebijakan tarif terendah PPS.

“Sekarang ini, investasi PPS sangat penting nilainya sebagai sumber investasi baru untuk membiayai pembangunan ekonomi nasional,” tambah Neilmaldrin.

 

Penulis: Firman Hidranto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari