Indonesia.go.id - Supergrid Sebuah Keharusan untuk NZE 2060

Supergrid Sebuah Keharusan untuk NZE 2060

  • Administrator
  • Minggu, 13 Maret 2022 | 06:55 WIB
EMISI KARBON
  Ilustrasi: Salah satu Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) komunal yang dibangun di wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur. DOK.PLN
Pemerintah telah memiliki rencana interkoneksi tenaga listrik dari Aceh hingga Papua. Interkoneksi antarpulau menjadi sebuah keharusan dalam rangka mencapai Net Zero Emission (NZE) 2060 atau lebih awal.

Ditjen Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mengapresiasi wacana pembangunan jaringan listrik Supergrid Nusantara. Dengan interkoneksi jaringan listrik se- Nusantara itu diharapkan ada peningkatan bauran energi baru terbarukan (EBT).  

Supergrid Nusantara yang digagas oleh Guru Besar Sekolah Teknik Elektro dan Informatika, Institut Teknologi Bandung (ITB) Pekik Argo Dahono (alm) itu disebut dapat mengembangkan potensi EBT di Indonesia.

"Terlihat gagasan beliau menghubungkan jaringan listrik dari Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, sampai Papua. Karena beliau melihat bahwa potensi EBT kita tidak merata dan jauh dari demand. Salah satu syarat mengembangkan EBT adalah dengan transmisi. Jadi interkoneksi transmisi sangat diperlukan. Meskipun beliau telah berpulang, idenya akan kita kembangkan," kata Direktur Pembinaan Program Ketenagalistrikan Jisman Hutajulu, dalam webinar “How Indonesia Power Grid Embrace the Era of Renewable Energy Integration”, pada akhir Januari lalu.

Saat ini Ditjen Ketenagalistrikan akan melakukan kajian untuk menentukan prioritas. "Kami sedang melakukan kajian. Kami tahu di utara Kalimantan ada potensi PLTA yang sangat besar seperti PLTA Kayan, akan kami hubungkan ke Sulawesi yang membutuhkan daya besar untuk pengembangan smelter. Kemungkinan kajian mengarah ke sana dulu, antara Kalimantan dan Sulawesi, Sumatra, dan Jawa. Seterusnya mungkin paralel kajiannya dari Bali ke Lombok dan sebelah timur karena potensi NTT untuk PLTS sangat besar," kata Jisman.

Pemerintah telah memiliki rencana interkoneksi tenaga listrik sesuai dengan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL). Sepuluh tahun ke depan menurut Jasman, pemerintah akan membangun hingga 47.723 kms secara nasional. “Ini untuk mengevakuasi pembangkit-pembangkit yang akan kita bangun sebesar 40,6 GW sesuai RUPTL 2021-2030 dan mengirimkannya ke pusat-pusat beban kita," tuturnya.

Proyek yang sudah masuk RUPTL adalah 150 kV Interkoneksi Sumatra-Bangka pada 2022, 500 kV Interkoneksi Sumatra-Malaysia pada 2030 untuk mendukung kerangka kerja sama ASEAN Power Grid, 150 kV Interkoneksi Kalimantan pada 2023, 150 kV Interkoneksi Sulawesi Bagian Utara (Sulbagut)-Sulawesi Bagian Selatan (Sulbagsel) atau Tambu-Bangkir yang direncanakan beroperasi pada 2024.

Di samping itu, pemeritah juga masih mengkaij lebih jauh untuk sejumlah proyek interkoneksi. Yaitu interkoneksi Sumatra-Singapura (termasuk interkoneksi Sumatra-Bintan) yang mendukung kerangka kerja sama ASEAN Power Grid; 500 kV Interkoneksi Sumatra-Jawa untuk supply dan demand-nya, jaringan 150 kV interkoneksi Bali-Lombok untuk mendukung rencana interkoneksi Jawa-Nusa Tenggara, lalu 150 kV Interkoneksi Bangka-Belitung sebagai bagian untuk mendukung rencana Interkoneksi Sumatra-Kalimantan), Interkoneksi Belitung-Kalimantan, dan150 kV Interkoneksi Baubau-Sulawesi bagian Selatan  yang memerlukan kajian lebih lanjut untuk mendukung keandalan Bau-Bau.

"Kami sedang melakukan identifikasi dan studi serta mendorong supaya interkoneksi di dalam pulau sendiri cepat selesai. Selesaikan dulu di dalam pulau, nanti bertahap untuk sambungkan atau interkoneksi antarpulau," tutur Jisman.

Selain Jisman, webinar ini juga menghadirkan Fabby Tumiwa dari IESR, Novias Nurendra dari Hutama Karya, dan Shantakumar dari Hitachi Energy India sebagai narasumber. Webinar ini merupakan bagian dari HK Hutama Expertalk yang mengakomodasi ruang bagi para praktisi, pengamat, dan akademisi untuk berbagi wawasan baru bagi Indonesia.

Supergrid adalah konsep mentransmisikan listrik jarak jauh menggunakan tegangan tinggi arus searah (high voltage direct current/HVDC). Pembangunan power plant bisa dilakukan di daerah potensial dan mentransmisikannya ke daerah yang membutuhkan.

Gagasan supergrid ini sudah diterapkan di lebih 41 negara untuk jaringan antarpulau atau jaringan cable bawah tanah. Di Asia Tenggara di Thailand (Khong Ngae)–Malaysia (Gurun) dengan kapasitas daya 300 MW. Yang terpanjang adalah di Tiongkok dengan transmisi sepanjang 2070 km dan dengan kapasitas daya 6,400 MW dari kota Shanghai-Xiangjiaba. Juga Yulong-Tongli (Tiongkok) 2059 km dengan daya 7,200 MW.

Pemerintah mempunyai wacana untuk menghubungkan sistem kelistrikan antarpulau di Indonesia, yang dikenal dengan konsep Nusantara Super Grid. Meski demikian, proyek ini akan membutuhkan investasi yang cukup besar.

Kepada Indonesia.go.id, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengatakan, interkoneksi antarpulau merupakan sebuah keharusan dalam rangka mencapai NZE 2060 atau lebih awal. “Dengan adanya jaringan interkoneksi antarpulau, kita dapat memanfaatkan potensi sumber daya energi terbarukan yang tersebar di seluruh kepulauan Indonesia dan membawa energi yang dihasilkan ke pusat-pusat beban. Tanpa itu sukar untuk bisa mencapai NZE di 2060,” katanya.

Fabby menuturkan interkoneksi saat ini ada dua teknologi yaitu high voltage AC dan high voltage DC. Keduanya bisa dipakai untuk interkoneksi inter-island dan intra-island. Menurutnya teknologi HVDC sekarang semakin populer dan cocok untuk transmisi daya listrik jarak jauh. Interkoneksi antarpulau bisa menggunakan teknologi HVDC.

Ia memperkirakan untuk interkoneksi antarpulau, estimasi kebutuan investasi mencapai USD3,3 miliar sampai dengan 2030, setelah itu 2030--2050 total investasi diperkirakan USD90 - 100 miliar. Atau sekitar lebih dari Rp1.450 triliun pada 2050.

Perlu diketahui, saat ini, lebih dari 50% energi listrik di Indonesia berasal dari batu bara. Kontribusi energi terbarukan tak lebih dari 13%, terutama dari pembangkit listrik tenaga air dan panas bumi. Bahkan Badan Pusat Statistik mencatat bauran energi terbarukan Indonesia meningkat dari 4,4% pada 2015 menjadi 11,5% pada 2020. Pada 2016, bauran energi terbarukan meningkat menjadi 6,61% dari tahun sebelumnya. Tetapi pada tahun berikutnya, persentase bauran energi terbarukan tercatat menurun menjadi 6,34% pada 2017.

Barulah pada 2018 tren jumlah bauran energi terbarukan terus mengalami peningkatan hingga 2020. Bauran energi terbarukan terhadap total konsumsi energi final tercatat sebesar 8,55% pada 2018, 9,15% pada 2019, dan 11,51% pada 2020.

Pemerintah Indonesia menargetkan kontribusi energi terbarukan meningkat menjadi 23% pada 2025 dan menjadi 31% pada 2050. Indonesia kaya akan sumber energi terbarukan seperti halnya tenaga air, panas bumi, matahari, angin, dan biomasa. Sayangnya lokasi sumber energi itu lokasinya jauh dari pusat kebutuhan sehingga belum layak dibangun.

Jika Indonesia punya tol listrik yang menghubungkan banyak pulau besar maka antarpulau besar bisa berbagi sumber energi terbarukan. Dengan adanya tol listrik, diharapkan akan muncul banyak lumbung-lumbung energi baru. Antar daerah bisa berbagi sumber daya sehingga kontribusi energi terbarukan bisa ditingkatkan dengan cepat.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menargetkan, bauran energi terbarukan dapat mencapai 15% pada 2021. Pada 2025, Indonesia menargetkan bauran energi terbarukan dapat mencapai 23%. Kementerian ESDM sendiri memperkirakan potensi energi terbarukan Indonesia mencapai 417,8 GW. Potensi tersebut berasal dari arus laut samudera sebesar 17.9 GW, panas bumi 23,9 GW, bioenergi 32,6 GW, angin 60,6 GW, air 75 GW, dan matahari atau surya 207,8 GW.

 

Penulis: Eri Sutrisno
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari