Di tengah situasi wabah PMK ini, hewan kurban bisa menjadi agen penularan. Hewan kurban yang sehat lebih memenuhi syariat dan bisa mencegah penularan yang lebih masif.
Hingga Senin, 4 Juli 2022, tercatat ada 318 ribu hewan ternak mamalia Indonesia yang terkonfirmasi terserang penyakit mulut dan kuku (PMK). Sekitar 97 persen sapi, selebihnya kerbau, kambing, dan domba. Angka kematiannya sekitar 0,6 persen pada semua ternak mamalia itu. Yang sudah sembuh dari serangan PMK juga banyak, sekitar sepertiganya. Jadi, kasus positif aktif PMK pada hari itu sebanyak 205 ribu ekor.
Angka kasusnya masih akan bertambah karena kurva serangan virus PMK ini masih terus menanjak. Cakupan epideminya sudah mencapai 21 provinsi dan 2013 kabupaten/kota, yang tersebar hampir di seluruh Jawa, Bali, Lombok, Sumatra, Bangka Belitung, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, serta Kalimantan Selatan. Penyakit belum menyebar ke Kalimantan Timur serta Kalimantan Utara, Sulawesi, NTT (Nusa Tenggara Timur), Maluku, dan Papua. Indonesia timur dan sebagian Indonesia tengah relatif aman.
Meski penularan akan terus terjadi secara luas, jumlah hewan ternak ruminansia (mamalia besar) yang bisa disediakan sebagai hewan kurban masih sangat banyak. Angka kejadian (prevalensi) kasus aktif PMK pada sapi, misalnya, hanya 1,1 persen, yang lain sehat. Pada kerbau, kambing, dan domba, persentase hewan sehat hampir 100 persen. Ketersediaan hewan sehat terjamin.
‘’Wajib bagi masyarakat untuk memilih ternak sehat untuk hewan kurban dan hendaknya hindari kontak langsung dengan hewan kurban,’’ kata Profesor Wiku Adisasmito, Juru Bicara serta Koordinator Tim Pakar Satgas Covid-19 yang kini ikut membantu Satgas Penanganan PMK itu. Epidemiolog dari Universitas Indonesia (UI) tersebut juga merekomendasikan agar penyembelihan hewan korban dilakukan di Rumah Pemotongan Hewan (RPH) yang resmi. Kalau mau mudah dan aman, serahkan soal hewan kurban itu ke Badan Amil Zakat yang terpercaya.
Hasil sidang isbat Iduladha 2022, Kementerian Agama menetapkan Iduladha 1443 Hijriah jatuh pada 10 Juli 2022. Namun, Muhammadiyah menentukan Iduladha 2022 pada 9 Juli 2022. Toh, keduanya terikat protokol yang sama, yakni agar dalam dalam pelaksanaan kurban itu sah secara syariat, baik untuk masyarakat, dan mendukung pengendalian penyebaran PMK.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) sendiri telah menerbitkan Fatwa nomor 32 tahun 2022 tentang Hukum dan Panduan Pelaksanaan Ibadah Kurban di Saat Wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK). Fatwa itu menyebut ada empat kriteria hewan yang tidak sah untuk dijadikan hewan kurban. Pertama, hewan kurban yang buta sebelah matanya yang jelas kebutaannya. Kedua, sakit yang jelas sakitnya. Ketiga, pincang yang jelas pincangnya. Keempat, yang kurus kering.
Batasan soal sakit, terkait infeksi PMK, memang masih mengundang perdebatan. Dalam rapat Komisi Fatwa pada 27 Mei 2022, ada catatan bahwa gejala klinis tak berpengaruh signifikan atas jumlah dan kualitas daging yang dihasilkan. Daging hewan yang terkena PMK tetap layak konsumsi dan tak membahayakan kesehatan manusia Penyakit mulut dan kuku tidak menular kepada manusia. Maka, hewan yang terpapar PMK dengan gejala ringan tetap sah dijadikan sebagai hewan kurban.
Namun melibatkan ternak terinfeksi PMK dalam mobilitas perdagangan hewan kurban tentu akan mengundang risiko. Direktur Perbibitan dan Produksi Ternak di Kementerian Pertanian (Kementan) Agung Suganda mewanti-wanti agar masyarakat tetap berhati-hati dalam memiliih hewan ternak supaya tidak justru menjadi jalan penyebaran virus.
‘’Yang pasti membeli ternak kurban itu harus yang kondisinya sehat, sudah diperiksa dokter hewan atau paramedis yang ada di kabupaten/kota. Pilihlah ternak yang sehat, karena gejala PMK sangat khas, yakni ada lepuh dan lesi kuku," pesannya, saat dalam diskusi tertajuk “Amankah Berkurban saat Wabah Mengganas?” yang digelar pada Rabu, 29 Juni 2022. Dalam fase yang lebih lanjut, lepuh-lesi itu muncul di mulut dan hidung.
Gejala PMK itu, menurut Agung Suganda, terlihat dengan mata telanjang. Hewan terinfeksi akan tampak lemah dan lemas. ‘’Ternak yang sehat akan aktif geraknya dan nafsu makannya bagus. Ini yang harus dipilih oleh masyarakat yang akan membeli hewan kurban,’’ katanya.
Agung Suganda pun yakin, aparat di daerah-daerah sudah bekerja melakukan pengamanan. Mulai dari membatasi pergerakan hewan yang sakit, utamanya dari daerah kecamatan yang telah terjangkiti virus PMK. Hanya hewan yang sehat yang boleh ditranportasikan. Pemeriksaan dilakukan di pasar-pasar serta lapak-lapak penjualan hewan kurban. Namun, tidak jarang pula calon pembeli datang langsung ke peternak.
Toh, tidak ada jaminan bahwa semua hewan yang didatangkan ke lapak penjualan hewan kurban itu bebas PMK. Di lapak penampungan penjualan hewan kurban di Pasar Rebo, Jakarta Timur, pada Senin, 27 Juni lalu, petugas menemukan 12 dari 52 ekor sapi bergejala PMK. Beberapa hari sebelumnya kasus serupa terjadi di sebuah lapak penampungan di Koja, Jakarta Utara. Lapak-lapak itu ramai dikunjungi calon pembeli hewan kurban. Para calon pembeli itu umumnya telah mengunjungi beberapa lapak sebelum memutuskan pembelian.
Lapak-lapak yang menampung hewan terinfeksi PMK itu berpotensi menjadi spot penularan. Di situ ada koloni-kolon virus dalam bentuk droplet, aerosol, yang menempel pada benda ringan seperti bulu. Para calon pembeli itu membawanya bergerak dari satu ke lain lapak. Penularan bisa terjadi. Sebagian sapi yang tak terjual akan kembali ke kandangnya.
Maka, Profesor Wiku mewanti-wanti, calon pembeli agar selalu membatasi betul kontak dengan hewan korban itu. Semakin rendah kontak, makin kecil risiko penularan. Namun, yang tak kalah pentingnya adalah para petugas di lapangan bisa memastikan bahwa semua ternak yang ditransportasikan dan masuk ke lapak-lapak penampungan hewan kurban hendaknya benar-benar sehat dan terbebas dari virus.
Ternak sehat lebih membawa maslahat dan menghindarkan mudarat penularan. Stoknya mestinya sangat cukup untuk melayani kebutuhan hewan kurban.
Penulis: Putut Trihusodo
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari