Indonesia.go.id - Melanjutkan Efek Berganda Hilirisasi Industri

Melanjutkan Efek Berganda Hilirisasi Industri

  • Administrator
  • Kamis, 16 Maret 2023 | 16:30 WIB
INDUSTRI
  Kebijakan penghiliran tambang yang dilakukan pemerintah telah menuai hasil. Satu yang paling terlihat adalah penghiliran nikel. Tercatat nilai ekspor nikel dari USD1,1 miliar menjadi USD30 miliar—USD33 miliar pada 2022. ANTARA FOTO
Pemerintah terus bertekad untuk memperkuat hilirisasi di sektor industri manufaktur. Sebab, bukti nyata multiplier effect bagi perekonomian nasional

Indonesia telah berkomitmen untuk terus menggenjot penghiliran. Kini, pengembangan industri penghiliran sudah mulai terlihat hasilnya. Wajar, Presiden Joko Widodo (Jokowi) seringkali mengangkat masalah penghiliran tersebut.

Dalam sambutan di depan umum, ketika menghadiri Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keungan, Senin (6/2/2023), masalah penghiliran kembali disinggung. Di depan para investor yang menghadiri ajang Mandiri Investment Forum, Presiden Jokowi menyinggung soal penghiliran industri pertambangan.

Presiden Jokowi mengingatkan, kebijakan penghiliran tambang yang dilakukan pemerintah telah menuai hasil. Dia pun mencontohkan, larangan ekspor nikel sejak Januari 2020 yang diikuti dengan penghiliran produk nikel di tanah air, mendorong nilai ekspor nikel dari USD1,1 miliar menjadi USD30 miliar—USD33 miliar pada 2022.

“Bayangkan, dari kira-kira Rp17 triliun kemudian melompat menjadi Rp450 triliun, betapa nilai tambah itu sangat besar sekali,” kata Presiden Jokowi.

Presiden Jokowi juga meminta dukungan dari semua pihak. Termasuk, pelaku industri keuangan untuk mendukung arah penghiliran yang disusun pemerintah.

Tidak dipungkiri, sektor industri termasuk subsektor penghiliran, menunjukkan kinerja sangat baik pada 2022 dengan mencatatkan angka pertumbuhan 5,01 persen, serta menjadi sumber pertumbuhan tertinggi bagi perekonomian, yaitu sebesar 1,01 persen. Merujuk data Kementerian Perindustrian (Kemenperin), setidaknya terdapat tiga hal yang mendukung pertumbuhan sektor itu.

Pertama, hilirisasi industri yang terus meningkat. Lalu, pertumbuhan industri otomotif yang mencapai dua digit. Dan ketiga, produk hasil manufaktur Indonesia yang telah masuk dalam bagian global value chain.

Data Kemenperin juga menyebutkan, keberhasilan dari hilirisasi ditunjukkan dengan pertumbuhan industri logam dasar yang mencapai 14,8 persen atau tumbuh dua digit. Begitu pula dengan industri otomotif yang sebesar 10,67 persen.

“Kedua produk tersebut juga telah masuk dalam mata rantai global, sehingga dapat dikatakan program hilirisasi yang kita galakkan telah mencapai sasaran. Kami berharap pertumbuhan double digit ini bisa terus berlanjut di tahun 2023,” ujar Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita di Jakarta, Selasa (7/2/2023).

Nikel merupakan satu dari empat komoditas utama penghiliran di industri tambang. Dalam kerangka penghiliran industri berbasis mineral tambang, Kemenperin menyebutkan ada empat komoditas utama penghiliran selain nikel, yakni besi baja, aluminium, dan tembaga.

Tak dipungkiri, kekayaan sumber alam Indonesia untuk empat produk tambang itu, cukup besar. Data Kemenperin mencatat untuk industri besi baja, Indonesia memiliki sumber daya bijih besi 712 juta ton dan pasir besi 2 miliar ton.

Produksi Indonesia pada 2011 disebut menempati peringkat ke-16 dunia. Sementara itu, untuk produk tembaga, sumber daya di tanah air tercatat 17 miliar ton dengan cadangan terbesar ke-9 dunia dan produksi ada di rangking ke-8 dunia.

Sementara itu, cadangan produk nikel lebih luar biasa lagi. Sumber daya mencapai 3 miliar ton dengan cadangan nomor ke-6 dunia dan produksi ada di peringkat ke-2 dunia.

Dengan kekayaan sumber daya dan cadangan yang besar, wajar jika urusan penghiliran tambang ini selalu disuarakan Kepala Negara di mana-mana. Mengingat, kontribusi ekonominya memang sangat besar.

Satu sisi, di tengah semangat penghiliran itu, kemampuan industri di Indonesia untuk mengolah komoditas tambang masih menjadi pekerjaan rumah. Industri perantara untuk mengolah hasil olahan, belum sepenuhnya tersedia di Indonesia.

Dalam roadmap penghiliran milik Kemenperin 2016—2025 tergambar, di komoditas baja, misalnya, industri manufaktur untuk pengolahan produk slab, strip, roof, dan tube, belum tersedia di dalam negeri.

Untuk komoditas nikel, pembangunan sarana pemurnian dapat memotong rantai produksi pengolahan. Namun, produk lanjutannya seperti baterai, nickel alloy, atau stainless steel billet, juga belum tersedia di sini.

Dari gambaran di atas, bisa dikatakan kesiapan industri manufaktur yang menjadi hub antara hulu dan hilir, belum sepenuhnya siap. Alhasil, komoditas tambang yang sudah melewati proses pemurnian, tidak dapat diserap oleh pasar lokal.

Dalam konteks tersebut, semua pemangku kepentingan perlu satu langkah untuk meneruskan kembali rantai industri logam tersebut. Indonesia memiliki bahan baku, namun industri lanjutan berupa industri menengah dari proses lanjutan belum terintegrasi. Butuh roadmap lanjutan dari industri penghiliran.

Berkaitan dengan kondisi itu, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengemukakan, terdapat dua tantangan dalam target penghiliran.

Pertama, dari sisi internal seperti kesediaan infrastruktur dan energi baik itu berupa jalan, pelabuhan, dan listrik di luar Pulau Jawa, terutama untuk mendukung kegiatan smelter.  Kedua, dari aspek sumber daya manusia (SDM). Pembangunan smelter, mendorong kebutuhan SDM untuk operator smelter yang akan meningkat. Dan ketiga, dari aspek teknologi dan modal, butuh dukungan untuk riset. Keempat, tantangan internal dari sisi logistik.

“Dukungan logistik, supaya produk smelter efisien untuk disalurkan ke seluruh Indonesia, sehingga tidak perlu diekspor,” kata Agus Gumiwang.

Dari sisi tantangan eksternal, adanya resistensi dari pihak luar negeri terhadap kebijakan penghiliran maupun industri serta produk penghiliran. Namun semua itu tak menyurutkan langkah untuk meneruskan laju perahunya memperkuat dan mendorong tumbuhnya industri di tengah atau intermediate. Demi, bisa langsung terhubung ke hilir dalam rangka memenuhi kebutuhan industri pengguna dalam negeri.

“Pemerintah terus bertekad untuk memperkuat hilirisasi di sektor industri manufaktur. Sebab, bukti nyata sudah ada, yakni multiplier effect (efek berganda) bagi perekonomian nasional, antara lain adalah meningkatkan nilai tambah bahan baku dalam negeri, menarik investasi masuk di tanah air, menghasilkan devisa besar dari ekspor, dan menambah jumlah serapan tenaga kerja,” ujar Menperin.

 

Penulis: Firman Hidranto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari