Hilirisasi silika menjadi wafer silikon diharapkan mendukung kemandirian industri photovoltaic (PV) module dan semikonduktor dalam negeri.
Komoditas silika memiliki potensi besar untuk dikembangkan sebagai bahan baku industri semikonduktor. Industri ini memiliki prospek sebagai penghasil devisa dan pencipta lapangan kerja yang besar.
Oleh karenanya, Indonesia perlu mendorong pengembangan industri hulu dan industri antara melalui hilirisasi silika menjadi wafer silikon berbasis solar grade silicon (SGS) dan electronic grade silicon (EGS).
Wafer silikon merupakan material building block bagi industri semikonduktor dan sel surya. Tapi, menurut Staf Ahli bidang Penguatan Kemampuan Industri Dalam Negeri Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Ignatius Warsito, saat ini industri yang mengolah silika hingga menjadi wafer silikon solar grade belum tersedia di Indonesia.
Hilirisasi silika menjadi wafer silikon diharapkan mendukung kemandirian industri photovoltaic (PV) module dan semikonduktor dalam negeri. Untuk mencapai pengembangan hilirisasi silika menjadi wafer silikon, perlu dilakukan beberapa kegiatan penunjang, seperti penyusunan roadmap industri wafer silikon dan pembuatan pohon industri secara komprehensif.
Direktur Industri Semen, Keramik, dan Pengolahan Bahan Galian Nonlogam (ISKBGNL) Kemenperin Wiwik Pudjiastuti menyampaikan, berdasarkan data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, di Indonesia terdapat 328 perusahaan pencadangan pasir silika, 98 pemegang izin usaha pertambangan (IUP), 82 pemegang IUP eksplorasi dengan realisasi penambangan pasir silika pada 2021 sebesar 2,01 juta meter kubik, dan 330 juta ton total cadangan.
Adapun lokasi potensial tambang pasir silika ada di Bangka Belitung, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Barat, dan tidak menutup potensi-potensi di tempat lainnya. “Sedangkan kuarsit total sumber dayanya sebesar 297 juta ton dan lokasi utama potensi penambangannya ada di Aceh,’’ jelas Wiwik.
Wiwik memaparkan, berdasarkan Sistem Informasi Industri Nasional (SIINas) Kemenperin, saat ini tercatat ada 21 perusahaan pengolahan pasir silika dengan kapasitas terpasang 738.536 ton per tahun (tpy) dengan realisasi volume produksi dari sembilan perusahaan pada 2022 sebesar 404.755 ton.
Menurutnya, dari sembilan perusahaan yang tersebar di Jawa dan Kalimantan tersebut, utilisasinya sebesar 68,48%. Sedangkan untuk jenis produknya, masih diminati pasir silika, tepung silika dan resin coated sand.
Dari sisi potensi bahan baku industri PV dan semikonduktor, data BPS 2022 menyebutkan, potensi nilai substitusi impor untuk Wafer Silikon mencapai USD17,7 juta USD, USD120 juta produk semi konduktor, USD6,2 juta untuk solar cell tidak dirakit, dan mencapai USD65,9 juta untuk solar cell dirakit.
“Apabila bisa disiapkan di dalam negeri, tentunya ini menjadi potensi yang sangat besar untuk Indonesia, sehingga potensi-potensi substitusi impor produk olahan silika sebagai bahan baku industri PV dan semikonduktor tersebut dapat diraih,” tutur Wiwik.
Sesuai rencana, mulai tahun ini, Kemenperin akan menyusun rencana aksi kebijakan hilirisasi komoditas silika/kuarsa, dimulai dengan penyusunan draf roadmap hilirisasi silika menjadi wafer silikon tahun 2025–2035 dalam rangka kemandirian industri PV module dan semikonduktor yang akan mulai disusun pada tahun ini. Kemudian finalisasi penyusunan roadmap hilirisasi silika menjadi wafer silikon tahun 2025--2035 akan mulai dilaksanakan pada 2024, dilanjutkan dengan penyusunan peraturan Menteri Perindustrian terkait roadmap tersebut.
Di dunia perindustrian porsi penggunaan pasir silika saat ini cukup besar. Contohnya, digunakan untuk kebutuhan industri gelas, semen, beton, keramik, tekstil, kertas, kosmetik, elektronik, cat, film, pasta gigi, dan lain-lain. Sebagian besar masih dapat memakai pasir silika dengan kandungan Si02 99.5 %, namun impuritas bisa jadi masih 200 ppm.
Sebelumnya, Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) secara tegas melarang kegiatan ekspor pasir silika atau pasir kuarsa. Menurut Presiden Jokowi, pasir silika atau kuarsa rupanya memiliki sebanyak 60 ribu turunan yang memiliki nilai tambah.
"Tahun 2027, ekosistem EV harus tuntas. Semua hilirisasi termasuk pasir silika juga akan kita larang ekspor. Kalau pasir silika ini saya sudah hitung turunannya ada 60 ribu, ada nilai tambah yang besar," ungkap Jokowi di Istana Negara beberapa waktu lalu.
Himpunan Penambang Kuarsa Indonesia (HIPKI) membeberkan bahwa Indonesia sudah memulai mengekspor pasir kuarsa sejak 2020. Adapun ekspornya 100% dilakukan ke Tiongkok. Indonesia menggeser posisi ekspor negara ke Tiongkok, yakni Australia, Kamboja, dan Pakistan.
Saat ini Indonesia tidak memanfaatkan pasir kuarsa hanya untuk diekspor melainkan sudah dimanfaatkan dalam negeri untuk industri semen dan bata. Proporsi pemanfaatan pasir kuarsa dalam negeri sebesar 80%, sedangkan 20% sisanya diekspor.
Penulis: Eri Sutrisno
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari