Menko Airlangga mendorong efisiensi biaya logistik nasional dan peningkatan produktivitas. Target incremental capital output ratio (ICOR) di angka 4.
Efesiensi merupakan kata yang mudah diucapkan, tapi tidak mudah dijalankan. Masalah efisiensi dalam perekonomian di tanah air, sudah menjadi persoalan klasik. Menjadi salah satu penghambatan pertumbuhan. Persoalan efesiensi dalam perekonomian RI, sebagaimana disimak redaksi www.indonesia.go.id, kembali diingatkan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto saat tampil secara virtual dalam Rapat Kerja Kementerian Perdagangan, Selasa (20/2/2024).
Menurut Menko, sepanjang 2023, ekonomi Indonesia tumbuh sebesar 5,05% (year on year/yoy) dan mampu lebih tinggi dari angka consensus forecast sebesar 5,03%. Kinerja apik tersebut ditopang oleh komponen pengeluaran konsumsi rumah tangga 4,82% (yoy) maupun PMTB/investasi 4,40% (yoy).
Berdasarkan lapangan usaha, sektor yang tumbuh paling tinggi adalah sektor transportasi dan pergudangan. Sedangkan menurut pengeluaran, pertumbuhan tertinggi disumbang oleh konsumsi lembaga nonprofit yang melayani rumah tangga (LNPRT).
Meski tumbuh tinggi, kata Menko Airlangga, jajaran perekonomian nasional sebaiknya tidak berpuas diri. Lantaran, di tengah capaian tersebut sudah ada menghadang berbagai tantangan. Setidaknya, perekonomian Indonesia masih perlu menggerakkan dan memaksimalkan tiga mesin ekonomi untuk bisa terus berfungsi secara berkesinambungan ke depan dalam rangka mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat.
Yang pertama adalah mesin konvensional. Yakni, harus terus-menerus mencari dan membuka pasar ekspor. Selain itu juga mendorong peningkatan produktivitas serta mendorong investasi yang lebih produktif atau lebih efisien. “Kita tahu incremental capital output ratio (ICOR) kita sekarang sekitar 6, kita harus efisienkan sehingga ICOR targetnya ke angka 4,” tutur Menko Airlangga.
Kemudian yang kedua, mesin ekonomi baru atau mesin digital yang nantinya berfungsi sebagai akselerator pertumbuhan di masa depan. Lalu yang ketiga, menyempurnakan mesin ekonomi Pancasila, yaitu mesin ekonomi yang berkeadilan.
Infrastruktur Konektivitas
Sebagai negara kepulauan yang besar, Indonesia sangat membutuhkan infrastruktur konektivitas seperti jalan, pelabuhan, dan bandara. Di mana kehadiran infrastruktur itu dapat membuat biaya logistik lebih efisien. Efisiensi biaya logistik mejadi sangat penting untuk mendongkrak daya saing investasi di Indonesia.
Merujuk data Bappenas dan BPS, biaya logistik nasional 2022 sebesar 14,29%. Angka ini terhitung masih tinggi. “Kita mendorong agar sepuluh tahun ke depan bisa mendekati single digit dan di 2045 targetnya adalah 8%,” ujar Menko Airlangga.
Pemerintah terus berkomitmen meningkatkan kinerja logistik melalui berbagai kebijakan, salah satunya melalui implementasi National Logistics Ecosystem (NLE) sebagai bentuk sinergi dan kolaborasi sistem informasi antar instansi dan pelaku usaha untuk meningkatkan efisiensi logistik nasional.
Secara umum, progres capaian rencana aksi NLE hingga 31 Desember 2023 melalui Instruksi Presiden RI (Inpres) nomor 5 tahun 2020 telah berjalan dengan lancar. Keberadaan NLE telah berkontribusi dalam mendukung proses logistik nasional melalui langkah terobosan pada layanan SSm, SP2 online, dan DO online.
“Kemudian sesuai dengan Inpres 5 tahun 2020, Kementerian Perdagangan salah satu tugasnya ada integrasi pelaporan perdagangan antarpulau melalui sistem INSW. Saat ini Kementerian Perdagangan juga sedang merevisi Peraturan Menteri Perdagangan nomor 92 tahun 2020 yang tentu akan mengakomodasi perbaikan yang pro bisnis dan diharapkan ini bisa meningkatkan efisiensi kita,” kata Menko Airlangga.
Selain itu, dengan memperhatikan kondisi dan dinamika yang terjadi baik dalam lingkup global maupun domestik, Menko Airlangga mengatakan, perlu untuk dilakukan penguatan penataan logistik nasional untuk mencapai target efisiensi dan penurunan biaya logistik nasional di 2045, melalui penguatan NLE dan perluasan digitalisasi kegiatan logistik di luar pelabuhan, penurunan biaya logistik melalui standardisasi layanan logistik, serta penguatan infrastruktur dan konektivitas melalui re-engineering jaringan pelayaran domestik dengan hub and spoke, dan pengembangan pusat logistik sebagai agregator komoditas unggulan daerah.
“Perbaikan sistem logistik ini juga Indonesia sedang memperhatikan untuk bergabung dan mempelajari Comprehensive and Progressive Agreement for Trans-Pacific Partnership (CP-TPP) untuk memperluas fokus pasar di Amerika Selatan dan Amerika Tengah,” pungkas Menko Airlangga.
Penulis: Dwitri Waluyo
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari