Indonesia.go.id - Pembangunan Infrastruktur Air Bersih di Kepulauan: Komitmen Indonesia Menuju Ketahanan Air

Pembangunan Infrastruktur Air Bersih di Kepulauan: Komitmen Indonesia Menuju Ketahanan Air

  • Administrator
  • Sabtu, 6 Juli 2024 | 07:34 WIB
LINGKUNGAN
  Warga membawa jarigen berisi air bersih dengan perahu ketinting yang diambil dari sumur galian di Desa Tawabi, Kecamatan Bacan Barat, Kabupaten Halmahera Selatan, Maluku Utara, Selasa (28/5/2024). ANTARA FOTO/ Andri Saputra
Perubahan iklim dan pemanasan global mengancam keberadaan pulau kecil. Selain terancam tenggelam, juga kesulitan akses air bersih.

Menurut data di Perserikatan Bangsa-Bangsa, Indonesia memiliki 13.466 pulau kecil. Sebagian besar (13.300 buah) pulau-pulau kecil tersebut, sebagaimana data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), selain masih kosong alias tidak berpenghuni, juga tidak bernama.

Sementara itu, di antara pulau-pulau kecil yang berpenghuni, sejauh ini penuh dengan sejumlah kendala. Selain sulit akan akses transportasi, kendala laten yang ada adalah sulitnya akses air bersih.  Kalaupun air bersih tersedia, kualitasnya jauh jika dibandingkan air pegunungan, pun warga harus bersusah payah mendapatkannya.

Kesulitan mendapatkan air bersih itu pula, sekedar menyebut contoh, dialami warga Desa Tawabi, Halmahera Selatan. Guna memenuhi kebutuhan air bersih untuk keperluan sehari-hari, sebagaimana laporan Majalah GPRNews, Kementerian Kominfo, warga Talabi harus mengayuh dayung sejauh 500meter menyeberang ke Pulau Wiring. Itupun air yang diperoleh rasanya tak sesegar seperti air di pegunungan.

Kesulitan akses air bersih tidak hanya dialami warga Talabi, melainkan juga warga di pulau-pulau kecil dan kepulauan di dunia. Termasuk di antaranya, warga di negara kepulauan kecil Fiji.

Dampak perubahan iklim

Di seluruh dunia, merujuk data yang dilansir di laman earth.org, setidaknya 703 juta orang kekurangan akses air bersih. Lebih dari 2 miliar bahkan tak punya akses untuk layanan air minum yang sehat.

Yang juga sangat mengkhawatirkan, pada 2030, dengan adanya skenario perubahan iklim, diprediksi hampir separuh populasi dunia diperkirakan akan tinggal di daerah dengan tingkat kesulitan air yang tinggi. Selain itu, kelangkaan air di beberapa daerah kering dan semikering akan membuat 24 juta hingga 700 juta orang terpaksa mengungsi.

Mencermati ancaman tersebut, hampir semua negara berupaya mendapatkan solusi. Melalui World Water Forum (WWF) atau Forum Air Sedunia ke-10 yang berlangsung di Bali, 18--25 Mei 2024, akses air bersih warga di pulau-pulau kecil dan kepulauan menjadi salah satu agenda bahasan penting.  

Menarik untuk dicatat, sebagaimana disimak www.indonesia.go.id, pada akhir pertemuan yang melibatkan perwakilan dari 132 negara yang hadir sepakat dengan penetapan program pengelolaan air terpadu bagi negara kepulauan.  Dengan deklarasi tersebut, sebagaimana disampaikan Kalpin Nur yang menjadi Person in Charge dalam sesi HLP17 di BNDCC, Bali, semua berharap program-program ketahanan air dapat ditingkatkan untuk menjawab persoalan tantangan perubahan iklim dan ketahanan air di pulau-pulau kecil di dunia.

Menurut Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono, sebagian besar negara kepulauan kecil memiliki permasalahan sama seperti keterbatasan sumber daya, urbanisasi, pertanian, keterpencilan, kerentanan terhadap bencana alam karena pusat ekonomi dekat garis pantai, dan lingkungan alam yang rentan. “Di negara-negara kepulauan kecil yang sedang berkembang, tantangan-tantangan ini semakin diperburuk oleh kurangnya sumber daya keuangan dan kapasitas teknis, sehingga mengganggu implementasi rencana ketahanan iklim,” kata Basuki disela Forum WWF di Bali pada Kamis (23/5/2024).

Untuk mengatasi berbagai permasalahan terkait air, dalam pandangan Menteri Basuki, sangat penting untuk membangun dan memfasilitasi pemahaman berbasis pengetahuan mengenai dampak perubahan iklim terhadap negara-negara kepulauan kecil, pulau-pulau kecil, dan negara bagian.

Komitmen Indonesia

Masalah air di pulau-pulau kecil telah menjadi perhatian pemerintah. Pembangunan infrastruktur dilakukan seperti embung, sanitasi, dan fasilitas penyediaan air bersih.

Contoh di Kepulauan Talaud, menurut catatan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, dari 2015-2023 investasi untuk peningkatan infrastruktur air minum mencapai Rp52 miliar. Kemudian ditambahkan dengan  infrastruktur sanitasi sebesar Rp30,2  miliar.

Salah satu bentuk nyatanya yakni untuk pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) di Ibu Kota Kecamatan (IKK) Mangarang, Kepulauan Talaud, Sulawesi Utara pada 2016. Dilakukan pula pengembangan dan optimalisasi SPAM di kawasan MBR, yaitu di IKK Melonguane dan IKK Beo.

Dalam ​compendium atau ikhitisar Tindakan konkret Deklarasi Menteri WWF ke-10, Indonesia menyampaikan langkah yang akan dilakukan untuk penyediaan akses air minum di pulau-pulau kecil. "Dalam hal ketahanan pulau-pulau kecil, Indonesia akan menjamin ketersediaan air baku di pulau-pulau kecil terluar Indonesia dengan membangun waduk, pipa transmisi, dan sumur air tanah. Proyek ini menjawab kebutuhan air dan isu-isu strategis nasional,” demikian bunyi compendium tersebut.

Adapun anggaran yang akan dikucurkan di dalam proyek-proyek tersebut mencapai US$6,196 juta. Tak hanya itu, Indonesia juga mendorong proyek desalinasi atau penyulingan air asin di pulau.  

 

 

Penulis: dee waluyo
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari