Dalam menghadapi ancaman modern seperti serangan siber dan biologis, pemerintah merevisi UU TNI setelah 20 tahun. Menko Polhukam Hadi Tjahjanto menegaskan pentingnya undang-undang yang relevan untuk memperkuat pertahanan negara. Revisi ini juga membuka ruang bagi masyarakat untuk memberikan masukan, memastikan TNI siap menghadapi tantangan zaman.
Dalam rangka meningkatkan kemampuan TNI dalam menjaga NKRI dari beragam ancaman yang ada, pemerintah melakukan revisi terhadap UU TNI. Terkait itu, Menkopolhukam Hadi Tjahjanto mengingatkan, setelah diberlakukan selama 20 tahun, menjadi sebuah keniscayaan untuk melakukan revisi karena kini TNI tidak hanya dihadapkan dengan potensi ancaman serangan fisik dari negara lain ataupun kelompok lain, melainkan juga dihadapkan dengan ancaman-ancaman kekinian.
Di antaranya, menurut Menko Hadi, potensi ancaman serangan siber, serangan secara biologis, termasuk juga beragam pengaruh negara luar yang mengakibatkan terjadinya kesenjangan sosial. Itulah sebabnya, Menko Hadi mengatakan, Revisi Undang-Undang TNI yang saat ini sedang disusun diharapkan akan membantu TNI untuk memperkuat pertahanan negara.
“Karena UU TNI ini sudah 20 tahun berjalan dan kita harus menyesuaikan dengan kebutuhan kekinian, di antaranya ancaman-ancaman yang sekarang sudah sangat nyata,” kata saat ditemui awak media di Jakarta, Rabu (17/7/2024).
Ancaman kekinian, menurut Menko Hadi, terbaca dari fenomena peperangan nonfisik antarnegara atau kelompok yang belakangan terjadi di dunia internasional. Menko Hadi juga menambahkan, berbagai potensi ancaman itu perlu diantisipasi agar keutuhan NKRI bisa terjaga dengan baik.
Oleh karena itu, Menko Hadi melanjutkan, TNI perlu didukung dengan undang-undang yang lebih relevan guna membantu kinerja dalam memperkuat pertahanan negara. Kini, penggodokan RUU TNI itu sedang dalam tahap inventarisasi masalah yang dilakukan Kemenko Polhukam. Pada tahap ini, Kemenko Polhukam membuka kesempatan bagi seluruh masyarakat untuk memberikan masukan guna memperkuat RUU TNI.
Menko Hadi menegaskan, sudah ada beragam masukan dari berbagai pihak, mulai dari tokoh masyarakat, TNI, akademisi hingga pengamat. Dia pun berharap, masukan dari beragam pihak ini dapat membuat RUU TNI sesuai dengan kebutuhan penguatan pertahanan negara.
Menjaring Masukan
Bahkan, Menko Hadi menuturkan, jajarannya telah menggelar diskusi publik yang melibatkan unsur masyarakat dalam rangka menjaring masukan penting dalam menyusun RUU Perubahan UU TNI dan Polri. “Tujuannya adalah untuk bisa mendapatkan masukan tentang kebutuhan masyarakat terkait dengan tugas dan fungsi TNI dan Polri," kata Hadi.
Menurut Hadi, pihaknya merasa wajib membuka ruang bagi masyarakat untuk memberikan pendapat. Terlebih, perhatian publik terhadap proses pembahasan RUU perubahan UU TNI dan Polri bisa dibilang sangat tinggi. Elemen-elemen masyarakat yang dihadirkan dalam diskusi tersebut berasal dari berbagai tokoh dari kalangan akademisi, praktisi hukum, pengamat hingga perwakilan media massa.
Beberapa yang diundang di antaranya Rektor Universitas Jenderal Achmad Yani Profesor Hikmanto Juwana, Dosen Universitas Indonesia Edy Prasetyono, Sekjen Federasi Kontras Andy Irfan, Dosen Universitas Al Azhar Indonesia Suparji Achmad, Dosen Universitas Indonesia Harkristuti Harkrisnowo, dan Direktur Lembaga Bantuan Hukum Indonesia atau YLBHI Muhammad Isnur.
Hasil diskusi tersebut, lanjut Menko Hadi, akan digunakan pihak Kemenko Polhukam guna menyempurnakan daftar intervensi masalah (DIM). Dengan melibatkan masyarakat, Menko Hadi berharap, RUU TNI akan menjadi produk hukum yang tepat sasaran untuk kebutuhan masyarakat.
Sebelumnya, Staf Khusus Presiden RI Bidang Hukum Dini Purwono mengatakan, ada empat RUU, yakni TNI dan Polri, Imigrasi, dan Kementerian Negara yang telah sampai pada proses penyusunan DIM oleh kementerian terkait. "Saat ini daftar inventarisasi masalah dari empat RUU tersebut sedang disusun," kata Dini Purwono.
Menurut Dini, RUU Kementerian Negara, RUU Imigrasi, RUU TNI, dan RUU POLRI merupakan RUU yang menjadi inisiatif DPR. Proses penyusunan DIM, kata Dini, dilakukan oleh kementerian maupun lembaga terkait, seperti RUU TNI dan Polri oleh Kemenko Polhukam.
Pembahasan RUU TNI dan Polri tersebut sejauh ini berfokus pada perubahan usia pensiun untuk bintara, tamtama, dan perwira.
Sejauh ini sudah ada sekitar dua kali pembahasan RUU TNI di Baleg DPR RI. Adapun salah satu faktor pendorong RUU itu digulirkan karena untuk menyesuaikan dengan UU Aparatur Sipil Negara (ASN) yang juga memuat perubahan usia pensiun.
Dalam draf RUU tersebut, batas usia pensiun anggota Polri diatur dalam Pasal 30 Ayat (2) yang menjelaskan bahwa anggota Polri pensiun pada usia 60 tahun. Namun, bagi anggota Polri yang memiliki jabatan fungsional, usia pensiunnya bisa menjadi 65 tahun.
Penulis: Eri Sutrisno
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari