Indonesia.go.id - Strategi Nasional Lawan Ancaman Resistensi Antimikroba

Strategi Nasional Lawan Ancaman Resistensi Antimikroba

  • Administrator
  • Selasa, 27 Agustus 2024 | 07:42 WIB
KESEHATAN
  Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono (kiri) dalam acara peluncuran Stranas Pengendalian Resistansi Antimikroba di Jakarta, Senin (19/8/2024). ANTARA-HO Kementerian Kesehatan RI.
Peluncuran Strategi Nasional Pengendalian Resistansi Antimikroba oleh Kemenkes dan WHO menjadi langkah krusial untuk mencegah 10 juta kematian pada 2050. Mari bersiap bersama dalam menghadapi ancaman kesehatan global ini sebelum terlambat.

Kementerian Kesehatan dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) meluncurkan Strategi Nasional (Stranas) Pengendalian Resistansi Antimikroba periode 20250-2029. Langkah itu dilakukan sebagai upaya pencegahan kematian akibat resistensi antimikroba (AMR), yang diproyeksikan terus meningkat hingga mencapai 10 juta kematian pada 2050.

Sebagaimana disampaikan Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono, peluncuran Stranas Pengendalian Resistansi Antimikroba merupakan kesempatan penting untuk belajar dari kesalahan masa lalu dan berkomitmen dalam upaya pencegahan resistansi AMR. “Stranas ini dibangun dengan empat pilar penting, yaitu pencegahan penyakit infeksi, akses terhadap layanan kesehatan esensial, diagnosis tepat waktu dan akurat, serta pengobatan yang tepat dan terjamin kualitasnya,” katanya dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Selasa (20/8/2024).

Dante menjelaskan, strategi itu memiliki tiga landasan utama, yakni tata kelola efektif, informasi strategis, serta sistem evaluasi eksternal. Sebelumnya, koordinasi lintas sektor telah dilakukan terkait penanganan kasus AMR di Indonesia. Langkah itu dilakukan dengan mengacu pada Permenko PMK nomor 07 tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Pengendalian Resistensi Antimikroba periode 2020--2024.

Dante berharap, peluncuran Stranas Pengendalian Resistansi Antimikroba menjadi harapan untuk menyelamatkan jutaan orang pada masa mendatang. Sebagaimana diketahui, beberapa waktu berselang, Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) telah meminta agar Pemerintah Indonesia mulai mencermati resistensi antimikroba (AMR), guna menghindari terjadinya infeksi atau penyakit sulit diobati dan menekan kematian akibat AMR.

“Orang yang terkena AMR harus menghadapi penyakit berkepanjangan, durasi pengobatan lebih lama, tantangan kesehatan mental, stigma sosial, dan beban keuangan yang tinggi. Ini bisa kita hindari kalau kita beraksi bersama sekarang,” kata Technical Officer (AMR) WHO Indonesia Mukta Sharma.

Menurut Mukta, AMR dapat terjadi ketika bakteri, virus, jamur, dan parasit berubah dari waktu ke waktu dan tidak lagi merespons obat-obatan. Hal itu membuat infeksi lebih sulit untuk diobati dan meningkatkan risiko penyebaran penyakit, penyakit parah, dan kematian.

WHO telah menyatakan AMR sebagai salah satu dari 10 besar ancaman kesehatan masyarakat global yang dihadapi umat manusia. Indonesia dipandang perlu mulai mewaspadai AMR karena berkaca pada situasi global. Di mana, setidaknya setiap tiga menit, seorang anak meninggal karena sepsis, infeksi yang kebal antibiotik.​ Di mana satu dari lima kematian yang disebabkan oleh AMR terjadi pada anak-anak di bawah usia lima tahun dan seringkali karena infeksi yang sebelumnya dapat diobati.

Selain itu, hampir 1,3 juta kematian secara langsung disebabkan oleh AMR bakteri dan hampir lima juta kematian terkait dengan AMR bakteri.​ AMR adalah masalah one health, yang mempengaruhi dan dipengaruhi oleh manusia, hewan, dan lingkungan.

Tak hanya itu, AMR disinyalir dapat mendorong kemunduran pengetahuan medis 10--20 mendatang, atau kembali pada saat dunia belum menemukan antibiotik. Hal lainnya yang ditimbulkan dari AMR adalah hilangnya kesempatan membuat tindak operasi hilang karena resistensi yang diderita pasien.

AMR juga diprediksi dapat memberi pukulan yang lebih keras pada perekonomian dunia dibandingkan dengan apa yang terjadi karena pandemi Covid-19. Guna mengurangi kebutuhan antimikroba sekaligus meminimalisir munculnya AMR, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan disarankan mulai memastikan penggunaan antibiotik secara rasional.

Pemerintah juga disarankan untuk memperkuat pencegahan dan pengendalian infeksi di fasilitas kesehatan, peternakan, dan tempat industri makanan. Selain itu, memastikan akses ke vaksinasi untuk penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin.

Kemudian pemerintah dapat menerapkan praktik baik dalam produksi pangan, perikanan, dan pertanian sembari memperkuat pendekatan one health pada kementerian/lembaga dan stakeholder terkait.

 


Terus Meningkat


Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kemenkes Azhar Jaya mengungkapkan secara global pada 2019 ada 1,27 juta kematian disebabkan AMR. Angka tersebut diproyeksikan terus meningkat dan mencapai 10 juta kematian pada 2050.

Itulah sebabnya, Azhar menjelaskan, strategi nasional sebagai upaya preventif diperlukan untuk mengatasi peningkatan kasus kematian akibat AMR yang menjadi ancaman global. “Kalau ini tidak kita handle dengan baik tentu saja akan menimbulkan permasalahan terutama di negara kita (Indonesia),” ujarnya.

Dia mengatakan Stranas Pengendalian Resistansi Antimikroba memuat 14 intervensi utama, yang akan digunakan sebagai bahan masukan untuk menyusun rencana aksi nasional pengendalian AMR lintas sektor periode 2025–2029.

Pelaksana Tugas Team Lead untuk Sistem Kesehatan WHO Roderick Salenga mengatakan peluncuran Stranas Pengendalian Resistansi Antimikroba ini berdasarkan pada pendekatan berorientasi manusia WHO.

“Pendekatan ini akan menjawab langsung hambatan-hambatan yang dihadapi orang-orang saat mengakses layanan kesehatan untuk mencegah, mendiagnosis, dan mengobati infeksi, termasuk infeksi yang resistan terhadap obat,” ujarnya.

Dengan kata lain, menurut Azhar, pendekatan ini memprioritaskan akses dan keadilan yang merupakan nilai-nilai penting dalam transformasi kesehatan. “Kami berharap kepemimpinan Indonesia terus menginspirasi tidak hanya kesadaran, melainkan juga tindakan,” ujarnya.

 

 

Penulis: Eri Sutrisno
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari