Indonesia.go.id - Optimalkan Belanja Pemerintah, Kunci Pemulihan Industri Manufaktur Nasional

Optimalkan Belanja Pemerintah, Kunci Pemulihan Industri Manufaktur Nasional

  • Administrator
  • Kamis, 29 Agustus 2024 | 14:02 WIB
INDUSTRI
  Kenaikan belanja pemerintah yang signifikan diharapkan bukan hanya memicu peningkatan permintaan produk manufaktur, tapi membantu menghidupkan kembali sektor ini. ANTARA FOTO/ Aji Styawan
Di tengah ketidakpastian ekonomi global, sektor manufaktur Indonesia menghadapi tantangan besar. Namun, dengan strategi tepat dari pemerintah, industri ini berpotensi bangkit dan memacu pertumbuhan ekonomi nasional.

Perekonomian global saat ini tengah diselimuti oleh ketidakpastian. Banyak negara, termasuk Indonesia, merasakan dampaknya. Indikator ekonomi menunjukkan tanda-tanda kontraksi, yang mengancam keberlanjutan pertumbuhan sektor industri.

Salah satu indikator yang menjadi perhatian adalah Purchasing Managers' Index (PMI) Manufaktur Indonesia, yang mengalami penurunan pada Juli 2024, dari 50,7 di bulan sebelumnya menjadi 49,3. Angka itu menjadi sinyal peringatan bagi pemerintah untuk segera mengambil langkah-langkah yang diperlukan guna menghidupkan kembali sektor manufaktur.

Menyikapi kondisi tersebut, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) sebagai pengampu sektor manufaktur tidak tinggal diam menghadapi kondisi ini. Kementerian itu menyadari pentingnya menjaga stabilitas sektor manufaktur, terutama dalam masa transisi pemerintahan, Kemenperin telah menyiapkan serangkaian langkah strategis.

Salah satu langkah yang menjadi fokus adalah peningkatan permintaan domestik, yang diharapkan dapat menjadi pendorong utama pemulihan sektor ini. Presiden Joko Widodo, dalam rapat paripurna kabinet di Ibu Kota Nusantara (IKN), beberapa waktu lalu, mengarahkan Kemenperin untuk mengupayakan agar permintaan domestik meningkat, khususnya melalui belanja pemerintah, konsumsi rumah tangga, dan penguatan rantai pasok industri di tingkat lokal.

Kemenperin menargetkan agar anggaran belanja pemerintah untuk barang-barang dengan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) sebesar Rp1.000 triliun dapat terserap lebih optimal pada semester II-2024.

Meskipun belum ada angka pasti terkait realisasi belanja pemerintah terhadap produk manufaktur lokal, Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arif yakin bahwa anggaran tersebut akan terserap dengan baik pada periode ini.

Kenaikan belanja pemerintah yang signifikan diharapkan dapat memicu peningkatan permintaan produk manufaktur, yang pada gilirannya akan membantu menghidupkan kembali sektor ini.

 

Optimalisasi Produk Lokal

Di samping meningkatkan permintaan domestik, pemerintah juga berupaya mengendalikan impor, terutama untuk barang-barang hilir atau produk jadi. Kebijakan pembatasan impor ini diharapkan dapat memberikan ruang bagi produk-produk lokal untuk lebih kompetitif di pasar domestik.

Hal itu menjadi sangat penting, terutama ketika produk-produk impor dengan harga yang lebih murah mulai membanjiri pasar Indonesia, menekan daya saing produk lokal. Kemenperin juga berusaha untuk menjaga keseimbangan antara sektor hulu, intermediate, dan hilir dalam industri manufaktur.

Salah satu langkah konkret yang telah dilakukan adalah agenda business matching antara industri hilir alat kesehatan dengan industri hulu, seperti tekstil dan baja logam. Dengan upaya itu, diharapkan industri alat kesehatan dapat lebih banyak menyerap bahan baku lokal yang kompetitif dan berkualitas, sehingga mampu menghasilkan produk yang memiliki daya saing tinggi di pasar.

 

Terus Bertahan

Namun, di tengah upaya pemerintah untuk menghidupkan kembali sektor manufaktur, pelaku industri masih menghadapi tantangan besar. Kondisi ekonomi yang tidak menentu membuat banyak perusahaan harus berjuang keras untuk bertahan.

Biaya produksi yang tinggi, minimnya pesanan baru, serta tantangan logistik menjadi masalah utama yang dihadapi pelaku industri. Fajar Budiono, Sekjen Asosiasi Industri Olefin, Aromatik, dan Plastik Indonesia (Inaplas), menyatakan bahwa pesanan untuk beberapa bulan ke depan masih minim di industri plastik, baik di sektor hulu maupun hilir.

Di tengah pesanan yang terbatas, industri plastik masih berupaya untuk menjaga produksi, meskipun hal ini menyebabkan penurunan utilisasi kapasitas produksi hingga mendekati 50%. Pelaku industri plastik juga harus menghadapi biaya logistik yang semakin mahal, terutama untuk pengiriman bahan baku dan produk jadi.

Salah satu masalah yang menekan daya saing produk lokal adalah tingginya biaya logistik di Indonesia. Fajar Budiono menyoroti bahwa biaya logistik untuk mengirimkan barang dari Jakarta ke Medan, misalnya, bisa mencapai USD400 hingga USD500 per kontainer.

Situasi ini semakin diperparah oleh kondisi geopolitik global dan perang di Laut Merah, yang menyebabkan kenaikan biaya logistik hingga 30%.

Melihat tantangan yang ada, pemerintah perlu mengambil langkah-langkah strategis untuk meningkatkan daya saing industri manufaktur nasional. Berikut beberapa langkah yang dapat diambil, pertama, optimalisasi belanja pemerintah. Dalam hal ini, pemerintah harus memastikan bahwa belanja untuk produk-produk dengan TKDN benar-benar terserap secara optimal, terutama di semester II-2024. Pengadaan barang dan jasa oleh pemerintah dapat menjadi pendorong utama permintaan produk manufaktur dalam negeri.

Kedua, pengendalian impor. Kebijakan pembatasan impor harus diterapkan secara ketat, terutama untuk barang-barang hilir yang dapat diproduksi di dalam negeri. Hal ini akan memberikan ruang bagi industri lokal untuk tumbuh dan berkembang.

Ketiga, peningkatan infrastruktur logistik. Dalam hal itu, pemerintah perlu meningkatkan infrastruktur logistik untuk mengurangi biaya pengiriman barang di dalam negeri. Dengan logistik yang lebih efisien, produk lokal dapat lebih kompetitif di pasar domestik dan internasional.

Keempat, pengembangan sumber daya lokal. Di mana penggunaan bahan baku lokal yang lebih besar dalam proses produksi perlu didorong melalui kebijakan insentif. Hal ini tidak hanya akan mengurangi ketergantungan pada impor, tetapi juga meningkatkan nilai tambah produk lokal.

Kelima, kolaborasi antarsektor. Di sini, pemerintah perlu mendorong kolaborasi antarsektor, terutama antara industri hulu dan hilir, untuk menciptakan rantai pasok yang lebih kuat dan efisien. Business matching antara berbagai sektor industri harus diperluas dan difasilitasi lebih intensif.

Berpijak dari kondisi tersebut, di tengah tantangan ekonomi global yang penuh ketidakpastian, sektor manufaktur Indonesia memang dihadapkan pada ujian yang berat. Namun dengan langkah-langkah strategis yang tepat, sektor ini memiliki potensi untuk bangkit dan berkembang. Peningkatan permintaan domestik, pengendalian impor, optimalisasi logistik, dan kolaborasi antarsektor adalah kunci bagi keberhasilan pemulihan industri manufaktur nasional. Dengan komitmen pemerintah dan partisipasi aktif dari pelaku industri, Indonesia dapat melewati masa sulit ini dan menuju masa depan yang lebih cerah.

 

 

Penulis: Firman Hidranto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari