Forum Indonesia Afrika ke-2 di Nusa Dua pada 1--3 September 2024 dihadiri sekitar 1.500 peserta dan para kepala pemerintahan negara kawasan Afrika.
Indonesia memiliki tempat tersendiri di hati rakyat Afrika. Terutama, usai digelarnya Konferensi Asia Afrika di Kota Bandung, Jawa Barat, pada 18 April 1955. Pertemuan besar itu dihadiri 29 negara di Asia dan Afrika serta sejumlah utusan negara-negara di Amerika Latin. Konferensi yang digagas Presiden Pertama RI Soekarno itu menghasilkan Piagam Dasasila Bandung dan mempromosikan kerja sama ekonomi dan kebudayaan negara-negara di Asia dan Afrika.
Bung Karno dan para pemimpin Asia Afrika yang hadir pada pertemuan di Bandung menyampaikan pesan tegas kepada dunia bahwa mereka tak ingin terseret ke dalam perpolitikan yang dibangun oleh Amerika Serikat dan Uni Soviet saat itu. KAA, demikian pertemuan akbar tersebut dikenal, menginspirasi terbangunnya solidaritas, kolaborasi, kerja sama lintas benua yang dijalin oleh bangsa-bangsa di Asia dan Afrika. Pertemuan itu juga mengecam segala bentuk rasisme dan kolonialisme dan mewujudkan kemandirian bangsa-bangsa di Asia dan Afrika.
Semangat Bandung ini yang kemudian kembali dihidupkan oleh Indonesia dengan kawasan Afrika melalui Forum Indonesia-Afrika (Indonesia-Africa Forum/IAF) ke-2 yang diadakan di Nusa Dua, Bali, 1--3 September 2024. Tema pertemuan IAF kali ini adalah Bandung Spirit for Africa's Agenda 2063 dan berfokus kepada isu yang berhubungan dengan kerja sama pembangunan, transformasi ekonomi, ketahanan pangan, energi dan pertambangan, serta kesehatan.
Tema pertemuan IAF kedua yang dihadiri oleh perwakilan dari 54 negara di Afrika ini juga menekankan pentingnya semangat KAA dalam menjawab bermacam tantangan global seperti perubahan iklim, konflik, dan krisis ekonomi di kawasan. Semangat KAA di Bandung ini menjadi pemandu hubungan diplomatik Indonesia dengan negara-negara di Afrika. Indonesia dan Afrika memiliki produk domestik bruto gabungan senilai USD4,4 triliun dan populasi sebanyak 1,7 miliar jiwa.
Direktur Jenderal Informasi dan Diplomasi Publik Kementerian Luar Negeri Siti Nugraha Mauludiah, di Jakarta, Minggu (25/8/2024), menyatakan bahwa Indonesia telah diakui oleh negara-negara Afrika sebagai mitra pembangunan yang dapat diandalkan. Dalam satu dekade terakhir, Indonesia telah melaksanakan sekitar 60 program Kerja Sama Selatan-Selatan Triangular (KSST) melibatkan 500 peserta dari berbagai negara di Afrika.
Program KSST mencakup sejumlah sektor di antaranya perdagangan dan investasi, infrastruktur, pertanian dan perikanan, kelautan, kesehatan, dan pemberdayaan perempuan. Selain itu terdapat pula sektor energi, manajemen risiko bencana, dan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Melalui Indonesia AID yang dibentuk pada 2019, Indonesia telah menyalurkan bantuan kepada 23 dari 54 negara Afrika.
Pada sektor ketahanan pangan, Indonesia memberi dukungan bagi upaya mengatasi dampak bencana kekeringan di Kenya, Ethiopia, dan Madagaskar. Indonesia juga membantu revitalisasi pelatihan pertanian di Gambia dan Tanzania. Sedangkan pada sektor kesehatan, Mozambik dan Zimbabwe telah merasakan bantuan Indonesia berupa obat-obatan dan alat kesehatan.
Terdapat pula bantuan 1,58 juta dosis vaksinasi pentavalent bagi Nigeria. Indonesia juga membantu pelatihan pembangunan kapasitas energi surya bagi Namibia, Mozambik, Sudan, Senegal, dan Tanzania. "Indonesia juga telah menyelesaikan grand design pembangunan lima tahun ke depan bagi Afrika dengan tujuan mewujudkan kolaborasi konkret antara Indonesia dan negara-negara di kawasan tersebut," ucap Siti.
Pertemuan IAF kedua juga mengakomodasi Visi Indonesia Emas 2045 dan Agenda Pembangunan Afrika 2063 (Africa's Agenda 2063). Bagi Direktur Afrika Kementerian Luar Negeri Dewi Justicia Meidiwaty, ini merupakan refleksi dari tekad masing-masing pihak untuk membangun masa depan lebih inklusif dan adil. "Kedua visi ini memiliki kesamaan dalam fokus pembangunan manusia dengan penekanan pada pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan perempuan dan pemuda," ujarnya.
Menurut penilaian Sekretaris Jenderal Kawasan Perdagangan Bebas Afrika (AfCFTA) Wamkele Mene, Agenda 2063 menjadi landasan untuk optimalisasi potensi Afrika. Misalnya mendorong perdagangan antarnegara di Afrika dan menciptakan pasar yang terintegrasi. "Agenda 2063 menjadi kunci untuk mengubah Afrika menjadi kekuatan ekonomi global pada tahun 2063," ungkap Wamkele.
Indonesia dan Afrika memiliki warisan sejarah yang kaya dalam perjuangan melawan kolonialisme. Komitmen untuk menjalin kerja sama yang saling menguntungkan ditegaskan oleh kedua pihak. Melalui sinergi antara Visi Indonesia Emas 2045 dan Agenda Pembangunan Afrika 2063, IAF ke-2 tidak hanya membahas kemajuan masing-masing wilayah, melainkan juga upaya kedua benua agar saling memperkuat dan memberikan dampak positif bagi dunia.
"Sebagai negara dengan kekuatan ekonomi terbesar di Asia Tenggara dan Afrika sebagai benua dengan potensi pertumbuhan ekonomi yang luar biasa, kolaborasi ini tidak hanya akan memberikan manfaat bagi masyarakat Indonesia dan Afrika. Tetapi juga akan menjadi katalisator bagi perubahan global yang lebih luas," tegas Wamkele.
Sementara itu, Wakil Menteri Luar Negeri Pahala Nugraha Manshury mengatakan, kesepakatan yang dihasilkan dari pertemuan IAF kedua diharapkan dapat segera diimplementasikan dan memberikan dampak secara langsung. Pahala berharap, terjadi kesepakatan yang diperkirakan bisa mencapai USD3,5 miliar (Rp58 triliun) dan dapat menghasilkan rencan konkret mengingat potensi besar yang bisa dikembangkan oleh kedua pihak, Indonesia dan negara-negara di Afrika.
Sebanyak enam kepala negara hadir pada IAF kedua yaitu Presiden Rwanda Paul Kagame, Presiden Liberia Joseph Boakai, Presiden Ghana Nana Akufo-Addo, Perdana Menteri Eswatini Cleopas Dlamini, Presiden Zanzibar mewakili Tanzania Hussein Ali Mwinyi, dan Wakil Presiden Zimbabwe Constantino Chiwenga. Duta Besar Rwanda untuk Indonesia Sheikh Abdul Karim Harerimana berharap, IAF dapat mempererat hubungan Indonesia dan negaranya.
Guna mengamankan pertemuan tersebut, Indonesia juga menerjunkan pengamanan berlapis. Panglima Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Pangkogabwilhan) II Marsekal Madya M Khairil Lubis mengatakan 13 ribu personel gabungan terbagi ke dalam 13 satuan tugas (satgas). Jumlah personel gabungan yang diturunkan tersebut, terdiri dari 8.300 personel TNI dan 4.300 Polri.
Penulis: Anton Setiawan
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari