Indonesia.go.id - Mendorong Pencapaian Target PTSL 120 Juta Bidang

Mendorong Pencapaian Target PTSL 120 Juta Bidang

  • Administrator
  • Selasa, 24 September 2024 | 08:00 WIB
PERTANAHAN
  Menteri ATR/Kepala BPN Agus Harimurti Yudhoyono (kiri) menyerahkan sertifikat tanah kepada warga eks Timor Timur di Desa Oebola dalam, Kecamatan Fatuleu, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), Sabtu (14/9/2024). AHY menyebutkan, saat ini sebanyak 120 juta bidang tanah yang menjadi target Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) yang harus tercapai hingga akhir 2024. ANTARA FOTO
PTSL menjadi langkah strategis dalam merapikan administrasi pertanahan, mewujudkan target besar 120 juta bidang tanah tersertifikasi di seluruh Indonesia.

Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) adalah inisiatif ambisius yang dirancang untuk memberikan kepastian hukum atas kepemilikan tanah bagi seluruh rakyat Indonesia. Pemerintah melalui Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Badan Pertanahan Nasional (BPN) memiliki target monumental, yakni menyertifikasi 120 juta bidang tanah di seluruh Indonesia hingga akhir tahun 2024. Program ini bertujuan menciptakan kepastian hukum, menghindari sengketa tanah, dan mendukung penataan ruang nasional yang lebih tertib dan teratur.

Menteri ATR/Kepala BPN, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), menyatakan bahwa target 120 juta bidang tanah dalam PTSL harus tercapai tepat waktu. "Untuk target yang harus dicapai dalam PTSL itu adalah 120 juta bidang tanah hingga Desember 2024," ujar AHY saat menyampaikan laporan di Kota Balikpapan, Provinsi Kalimantan Timur, pada Jumat (13/9/2024). Hingga saat ini, realisasi PTSL sudah mencapai 97,93 persen, atau tepatnya sebanyak 117,4 juta bidang tanah telah terdaftar. Ini menunjukkan progres signifikan dalam pencapaian target besar ini.

Langkah Strategis untuk Kepastian Hukum

PTSL bukan hanya sekadar angka target, melainkan fondasi penting dalam membangun tatanan hukum tanah yang jelas dan transparan. Melalui sertifikasi tanah, masyarakat diberikan jaminan kepastian hukum atas kepemilikan lahan yang mereka miliki. Sertifikat resmi dari negara menjadi bukti sah yang diakui dalam hukum, sehingga meminimalisir potensi konflik, sengketa, maupun tumpang tindih klaim kepemilikan yang sering terjadi selama ini.

AHY menegaskan bahwa PTSL tidak hanya memberikan kepastian hukum bagi pemilik tanah, tetapi juga merupakan langkah krusial untuk memperbaiki administrasi tata ruang di Indonesia. Dalam jangka panjang, program ini dapat membantu pemerintah dalam merancang dan mengelola pembangunan secara lebih teratur, sekaligus memastikan hak-hak warga negara atas lahan mereka terlindungi secara hukum.

"Sertifikasi tanah ini memberikan kepemilikan yang sah kepada warga negara dan mendukung penataan ruang yang lebih teratur. Ini adalah bagian dari upaya memperkuat kepastian hukum dan mencegah terjadinya sengketa di kemudian hari," jelas AHY.

Tantangan dan Solusi untuk Mencapai Target

Meski progres PTSL hingga saat ini cukup mengesankan, tantangan untuk mencapai target 120 juta bidang tanah masih cukup besar. Salah satu kendala utama adalah keterbatasan anggaran. AHY mengakui bahwa tambahan anggaran diperlukan agar program ini dapat berjalan secara efektif hingga mencapai target akhir. "Untuk mencapai target tersebut, kami membutuhkan dukungan anggaran tambahan," tegas AHY.

Dalam upaya mengatasi masalah anggaran, Kementerian ATR/BPN telah mengajukan permohonan tambahan anggaran kepada Kementerian Keuangan. Menurut AHY, pihak Kementerian Keuangan telah menyetujui adanya tambahan anggaran untuk mendukung program ini. Selain itu, Komisi II DPR RI juga mendukung Kementerian ATR/BPN untuk mendapatkan tambahan anggaran sebesar Rp675,89 miliar. Dana ini diharapkan dapat mempercepat proses sertifikasi tanah melalui PTSL, serta membantu penyelesaian kegiatan lain seperti Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dan transformasi digital di Kementerian ATR/BPN.

Namun, upaya mengejar target PTSL ini juga perlu diimbangi dengan pendekatan yang hati-hati. Komisi II DPR RI mengingatkan Kementerian ATR/BPN untuk tidak hanya fokus pada angka pencapaian, tetapi juga memastikan agar proses pendaftaran tanah tidak menimbulkan konflik baru di masa depan. Hal ini mengingat potensi tumpang tindih dalam pendaftaran tanah yang dapat memicu sengketa hukum. Oleh karena itu, Komisi II mendesak agar Kementerian ATR/BPN tetap memprioritaskan akurasi dan validitas data dalam setiap proses sertifikasi.

Dampak Ekonomi dari PTSL

Selain manfaat dari segi kepastian hukum, PTSL juga memiliki dampak positif pada pertumbuhan ekonomi. Program ini tidak hanya membantu masyarakat memperoleh sertifikat tanah, tetapi juga memberikan nilai tambah ekonomi yang signifikan. Pada 2023, tercatat nilai ekonomi yang dihasilkan dari program pendaftaran tanah mencapai lebih dari Rp100 triliun. Hingga Juli 2024, nilai ini sudah menyentuh Rp46,39 triliun.

Dampak ekonomi ini berasal dari berbagai sumber, termasuk Pajak Penghasilan (PPh), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), serta nilai Hak Tanggungan (HT). Dengan kepastian hukum yang terjamin, pemilik tanah dapat lebih mudah memanfaatkan tanah mereka untuk keperluan ekonomi, seperti menjadikannya sebagai jaminan kredit di bank, atau untuk kepentingan bisnis lainnya.

PTSL juga membuka akses lebih luas bagi masyarakat untuk memanfaatkan tanah mereka secara lebih produktif. Misalnya, dengan adanya sertifikat, tanah yang sebelumnya tidak bisa dimanfaatkan untuk kredit, kini bisa dijadikan agunan di bank. Hal ini tentu menjadi daya dorong bagi perekonomian nasional, terutama dalam sektor agraria dan properti.

Harapan dan Langkah ke Depan

Dengan sisa waktu yang ada hingga akhir tahun 2024, pemerintah optimistis target 120 juta bidang tanah yang tersertifikasi dapat tercapai. AHY menyatakan bahwa semua kantor wilayah dan kantor pertanahan di daerah-daerah akan bekerja fokus dan efektif untuk mencapai target tersebut. Di sisi lain, masyarakat diharapkan dapat aktif dalam proses pendaftaran tanah agar program ini dapat memberikan manfaat maksimal bagi semua pihak.

Pemerintah juga terus berinovasi dalam mendigitalisasi proses pendaftaran tanah. Transformasi digital diharapkan dapat mempercepat proses sertifikasi dan mengurangi risiko kesalahan administratif yang dapat menimbulkan sengketa di kemudian hari. Dengan sistem yang lebih terintegrasi, baik di tingkat pusat maupun daerah, pengelolaan data tanah dapat dilakukan secara lebih transparan dan akurat.

"Kami optimistis dengan dukungan dari berbagai pihak, target PTSL dapat tercapai. Selain memberikan kepastian hukum, ini juga menjadi momentum penting bagi pengelolaan tata ruang dan pembangunan yang lebih baik di Indonesia," pungkas AHY.

Pada akhirnya, PTSL bukan hanya soal mengejar angka, tetapi juga soal memberikan kepastian hukum dan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat. Dengan sertifikasi yang tepat dan teratur, konflik pertanahan dapat diminimalisir, dan tanah-tanah yang ada dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk pembangunan ekonomi yang berkelanjutan.

 

Penulis: Eri Sutrisno
Redaktur: Ratna Nuraini/TR