Penurunan suku bunga acuan merupakan langkah untuk menyeimbangkan kebijakan moneter antara stabilitas dan pertumbuhan.
Bank Sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (The Fed) baru saja mengumumkan keputusan penting terkait suku bunga yang berdampak pada perekonomian dunia, khususnya negara berkembang, termasuk Indonesia. Dalam pertemuan September 2024, Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) memutuskan untuk memangkas suku bunga acuan sebesar 50 basis poin (bps), sehingga suku bunga berada di kisaran 4,75--5 persen.
Keputusan itu diambil guna merespons inflasi global yang melonjak hingga 5,9 persen per Agustus 2024, menurut Dana Moneter Internasional (IMF). Tentu, keputusan The Fed tidak hanya berdampak pada perekonomian AS. Pengaruh besar juga dirasakan seluruh dunia, terutama negara-negara berkembang yang bergantung pada utang luar negeri dalam dolar AS.
Penurunan suku bunga ini diharapkan dapat mengurangi biaya pinjaman internasional, sehingga negara-negara berkembang yang memiliki utang dalam dolar AS akan merasakan manfaat dari penurunan suku bunga tersebut. Menurut Reena Aggarwal, Direktur Pusat Psaros untuk Pasar Keuangan dan Kebijakan di Georgetown University, langkah The Fed memiliki dampak yang meluas di seluruh dunia.
Banyak negara berkembang, kata Reena, yang memiliki utang dalam bentuk dolar AS, sehingga ketika suku bunga The Fed turun, beban pembayaran utang mereka akan berkurang. Selain itu, kebijakan The Fed juga memengaruhi pasar valuta asing (valas). Di mana nilai tukar dolar AS yang berperan sebagai mata uang cadangan global dapat berubah signifikan, dan hal ini berimbas langsung pada kestabilan nilai tukar mata uang negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.
Beberapa negara lain, seperti Tiongkok, bahkan telah mengambil langkah proaktif dengan membangun sistem moneter internasional mereka sendiri menggunakan mata uang yuan atau renminbi, untuk mengurangi ketergantungan pada dolar AS.
Dampak Positif
Di Indonesia, keputusan The Fed memberikan dampak positif bagi pasar keuangan. Nilai tukar rupiah menguat tipis 0,35 persen terhadap dolar AS, mencapai level Rp15.275 per dolar, sementara Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) juga naik 0,75% ke level 7.887,76 pada pagi hari setelah pengumuman.
Penguatan ini menunjukkan adanya respons positif dari pasar terhadap kebijakan moneter global yang lebih longgar. Bank Indonesia (BI) sebagai otoritas moneter, juga mengambil langkah serupa dengan memangkas suku bunga acuan sebesar 25 bps menjadi 6 persen.
Langkah itu disambut baik oleh pasar, karena dianggap dapat memberikan stimulus bagi perekonomian Indonesia yang tengah berupaya pulih dari tekanan ekonomi global. Menurut Ryan Kiryanto, Ekonom dan Associate Faculty dari Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI), langkah BI ini dinilai berani dan taktis.
BI mengumumkan penurunan suku bunga hanya beberapa jam sebelum The Fed membuat keputusan serupa. Meskipun terdapat risiko jika The Fed tidak memangkas suku bunganya, BI berhasil memanfaatkan momen dengan baik.
Ryan menyebut, keputusan BI itu sebagai langkah yang tepat waktu, karena didukung oleh kondisi domestik yang cukup baik, seperti inflasi rendah dan penguatan rupiah. Penurunan suku bunga oleh BI diharapkan dapat memacu pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan permintaan dan penyaluran kredit.
Gubernur BI Perry Warjiyo menyebut bahwa langkah ini diambil untuk menyeimbangkan kebijakan moneter antara stabilitas dan pertumbuhan. “Kebijakan moneter BI lebih difokuskan pada stabilitas, namun saat ini mulai mengarah pada pertumbuhan ekonomi,” ujarnya, Rabu (18/9/2024).
Dorong Ekonomi
Suku bunga yang lebih rendah akan mendorong aktivitas ekonomi di berbagai sektor, termasuk sektor perbankan. Begitu juga dengan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Dengan suku bunga yang lebih rendah, pelaku usaha dapat lebih mudah mendapatkan akses kredit, yang pada gilirannya akan meningkatkan investasi dan konsumsi dalam negeri.
Perry juga optimis bahwa penurunan suku bunga akan berdampak positif pada pertumbuhan ekonomi Indonesia. Meskipun tekanan global sempat mempengaruhi nilai tukar rupiah, BI tetap memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan mencapai 4,7—5,5 persen pada 2024, dengan nilai tengah di 5,1 persen.
Bahkan, dengan adanya pemangkasan suku bunga dan stimulus fiskal yang lebih kuat, Perry meyakini, realisasi pertumbuhan ekonomi tahun ini dapat lebih tinggi dari proyeksi. Sementara itu, beberapa analis, seperti Satria Sambijantoro dari Bahana Sekuritas, memperkirakan bahwa BI masih memiliki ruang untuk kembali menurunkan suku bunga jika nilai tukar rupiah terus menguat.
Jika dolar AS melemah dan indeks dolar (DXY) turun di bawah 100, BI dapat mempertimbangkan untuk menurunkan suku bunga lebih lanjut hingga akhir tahun 2024. Langkah itu, menurut Satria, akan memberikan momentum positif bagi aliran modal asing ke negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.
Luthfi Ridho, ekonom dari Indo Premier Sekuritas, juga memprediksi bahwa BI akan menurunkan suku bunga sebesar 25 bps lagi pada bulan depan, seiring dengan kebijakan The Fed yang diperkirakan akan terus melonggarkan suku bunga hingga akhir tahun. Keputusan The Fed dan Bank Indonesia untuk menurunkan suku bunga memberikan dampak positif bagi perekonomian global, termasuk Indonesia. Penurunan suku bunga tidak hanya meringankan beban utang negara-negara berkembang, tetapi juga mendorong pertumbuhan ekonomi domestik melalui peningkatan kredit dan investasi.
Dengan prospek penurunan suku bunga yang lebih lanjut, Indonesia berada di jalur yang baik untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang lebih kuat pada tahun 2024.
Penulis: Firman Hidranto
Redaktur: Ratna Nuraini