DIVERSIFIKASI PRODUK SAWIT
Sebagai produsen minyak sawit terbesar dunia, tidak berarti Indonesia bisa ongkang-ongkang kaki. Gempuran dari berbagai pihak bisa mengganggu pasar sawit Indonesia.
Sejumlah regulasi dari Uni Eropa berpeluang menjadi kendala ekspor sawit dari Indonesia. Per Januari 2025, misalnya, produsen sawit harus menghadapi pemberlakuan kebijakan deforestasi Uni Eropa atau European Union Deforestation-free Regulation (EUDR).
Regulasi tersebut memberlakukan benchmarking atau pengelompokan negara eksportir berdasarkan tingkat risiko deforestasi, yakni ‘tinggi risiko’, ‘risiko menengah’ dan ‘rendah risiko’. Berdasarkan standar UE, Indonesia dinilai sebagai negara dengan penghasil komoditas yang memiliki risiko deforestasi tinggi, salah satunya melalui ekspor minyak kelapa sawit.
Menghadapi berbagai tantangan, baik lokal maupun global terkait sawit, pemerintah terus mencari jalan keluar terbaik. Terkait EUDR, pemerintah telah melakukan tata kelola perkebunan sawit secara berkelanjutan, termasuk melakukan perbaikan sertifikasi Indonesia Sustainability Palm Oil (ISPO) ke tingkat hilir.
Langkah inovasi lain juga digali, termasuk menemukan potensi diversifikasi produk sawit sehingga meningkatkan nilai tambah komoditas ini. Pemerintah melalui Kementerian Perindustrian (Kemenperin) aktif mendorong hilirisasi kelapa sawit guna menghasilkan produk-produk turunan yang tidak hanya memiliki nilai jual tinggi, tetapi juga memiliki manfaat besar bagi berbagai industri, termasuk industri kerajinan dan batik.
Produk turunan kelapa sawit seperti stearin dan limbah cangkang sawit, demikian keterangan tertulis Kepala Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSKJI) Kemenperin, Andi Rizaldi Kamis (29/8/2024), dapat digunakan dalam proses pembuatan malam batik dan pewarna alami untuk batik. Penggunaan bahan-bahan ini tidak hanya membantu pengrajin batik menghasilkan produk berkualitas, tetapi juga memberikan solusi bagi limbah sawit, mengubahnya dari masalah lingkungan menjadi aset berharga.
Potensi Sawit Kalimantan Selatan
Kalimantan Selatan, dengan luas lahan perkebunan kelapa sawit mencapai 427.000 hektare, menjadi fokus utama dalam upaya diversifikasi produk sawit ini. Kegiatan Promosi Diversifikasi Produk Kelapa Sawit di Banjarbaru pada 21--24 Agustus 2024 menunjukkan komitmen untuk mengembangkan industri kerajinan dan batik berbasis sawit. Acara ini, hasil kolaborasi antara Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) dan satuan kerja di bawah BSKJI, bertujuan untuk mempromosikan pemanfaatan produk sawit yang berkelanjutan serta mendukung pertumbuhan industri kreatif lokal.
Mengutip pernyataan Budi Setiawan, Kepala Balai Besar Standardisasi dan Pelayanan Jasa Industri Kerajinan dan Batik (BBSPJIKB) Yogyakarta, kegiatan ini bertujuan melatih dan menyertifikasi tiga puluh tenaga terampil di Kalimantan Selatan. Dengan sertifikasi yang sesuai, para pelaku industri ini akan siap mengajarkan keterampilan mereka kepada masyarakat, sehingga meningkatkan kapasitas dan kualitas produk kerajinan berbasis sawit.
Sebagai contohnya, selain limbah cangkang kelapa sawit, lidi dari kelapa sawit juga bermanfaat untuk diolah menjadi berbagai produk seni melalui keterampilan anyaman karena memiliki karakter serat yang lebih kuat sehingga mudah dibentuk. Salah satu daerah yang memiliki luasan perkebunan kelapa sawit yang besar adalah Provinsi Kalimantan Selatan.
Melansir data dari Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit (GAPKI) Kalimantan Selatan, luas lahan perkebunan kelapa sawit di Provinsi Kalimantan Selatan mencapai 427.000 hektare, sehingga daerah ini memiliki potensi sumber daya yang mencukupi untuk pengembangan industri kerajinan dan batik berbasis kelapa sawit.
Mendorong Citra Positif
Di tengah semakin meningkatnya kesadaran terhadap produk halal, diversifikasi produk sawit menjadi sangat relevan. Sesuai dengan Undang-Undang nomor 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, seluruh produk yang beredar di Indonesia, termasuk batik, diharuskan bersertifikat halal. Salah satu langkah strategis adalah menggantikan penggunaan malam batik hewani dengan malam batik nabati berbasis kelapa sawit, yang tidak hanya lebih ramah lingkungan tetapi juga mendukung upaya sertifikasi halal.
Anwar Sadat, Senior Analis Divisi UKMK BPDPKS, menegaskan bahwa program ini tidak hanya bertujuan mempromosikan penggunaan limbah sawit secara efektif, melainkan juga untuk memperkuat citra positif industri kelapa sawit Indonesia di mata internasional. Di tengah tekanan dan kritik terhadap industri sawit dari beberapa negara Eropa, langkah ini menjadi bukti komitmen Indonesia dalam mengembangkan industri sawit yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.
Dengan diversifikasi produk sawit yang inovatif, industri kelapa sawit Indonesia tidak hanya akan tetap menjadi pemain utama di pasar global, tetapi juga membuka peluang baru di sektor industri kreatif. Langkah-langkah strategis ini memperkuat posisi Indonesia sebagai pemimpin dalam industri sawit yang tidak hanya fokus pada produksi minyak mentah melainkan pada produk-produk turunan bernilai tinggi.
Kegiatan promosi diversifikasi produk sawit yang diadakan di Kalimantan Selatan tersebut dapat dinilai sebagai awal dari serangkaian inisiatif yang direncanakan Kemenperin dan BPDPKS untuk masa depan. Direncanakan, kegiatan serupa akan diselenggarakan di Jawa Timur pada September 2024, sebagai bagian dari upaya berkelanjutan untuk mendorong inovasi dan keberlanjutan dalam industri sawit Indonesia.
Dengan kolaborasi yang kuat antara pemerintah, pengusaha, dan komunitas lokal, diversifikasi produk sawit akan menjadi katalis bagi pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan, memastikan bahwa manfaat industri sawit dirasakan secara merata oleh semua lapisan masyarakat. Karenanya, kegiatan promosi positif lain layak dilanjutkan dan menjangkau lebih banyak pihak di wilayah lain di Indonesia.
Penulis: Dwitri Waluyo
Redaktur : Ratna Nuraini/TR