Awal tahun 2025, pemerintah akan terus mengoptimalkan peran APBN sebagai pendorong pertumbuhan dan konsumsi masyarakat. Seperti program Makan Bergizi Gratis (MBG) dan Pemeriksaan Kesehatan Gratis (PKG).
Situasi ekonomi global sedang tidak baik-baik. Kebijakan tarif pemerintahan Presiden Amerika Serikat Donald Trump terhadap Tiongkok, Eropa, Kanada, dan Mexico memicu tekanan pada perdagangan dunia maupun pasar finansial. Di satu sisi terjadi penurunan harga komoditas andalan ekspor Indonesia seperti kelapa sawit/crude oil palm (CPO), batubara, dan nikel.
Meski demikian, di tengah gejolak dinamika global, realisasi postur APBN hingga akhir Februari 2025 masih selaras dengan target yang tertuang dalam UU No 62 Tahun 2024 tentang APBN 2025. Hal tersebut disampaikan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dalam Konferensi Pers APBN KiTa yang digelar di Kementerian Keuangan Jakarta, Kamis (13/3/2025).
Menteri Keuangan mengungkapkan, realisasi Pendapatan Negara hingga akhir Februari 2025 mencapai Rp316,9 triliun atau 10,5 persen dari target APBN tahun ini. Penerimaan perpajakan mencatatkan angka Rp240,4 triliun atau 9,7 persen dari target tahun ini, terdiri dari penerimaan pajak Rp187,8 triliun (8,6 persen dari target) serta penerimaan kepabeanan dan cukai Rp52,6 triliun (17,5 persen dari target). Sementara itu, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) telah terkumpul sebanyak Rp76,4 triliun atau 14,9 persen dari target APBN.
Dijelaskan lebih lanjut, pola realisasi Pendapatan Negara tetap sama dari tahun ke tahun dengan realisasi Januari dan Februari yang mengalami penurunan.
“Kita melihat ada beberapa perlambatan terutama karena adanya koreksi harga-harga komoditas yang memberi kontribusi penting bagi perekonomian kita seperti batu bara kemudian minyak dan dalam hal ini nikel,” jelas Menteri Sri Mulyani.
Dari sisi belanja, APBN mencatatkan realisasi Belanja Negara sebesar Rp348,1 triliun atau 9,6 persen dari total pagu anggaran belanja tahun ini. Belanja Pemerintah Pusat mencapai Rp211,5 triliun atau 7,8 persen dari target. Terdiri dari Belanja Kementerian/Lembaga (K/L) Rp83,6 triliun (7,2 persen dari target) dan Belanja Non-K/L mencapai Rp127,9 triliun (8,3 persen dari target). Sedangkan Transfer ke Daerah mencatatkan realisasi cukup tinggi sebesar Rp136,6 triliun atau 14,9 dari target.
Sementara itu, Menkeu juga memaparkan bahwa Keseimbangan Primer dalam posisi surplus Rp48,1 triliun sedangkan defisit mencapai Rp31,2 triliun atau 0,13 dari produk domestik bruto (PDB) serta Pembiayaan Anggaran tercapai Rp220,1 triliun.
Defisit terjadi karena realisasi belanja negara dalam dua bulan pertama tahun 2025 telah mencapai Rp348,1 triliun atau 9,6 persen dari total anggaran belanja yang ditetapkan dalam APBN 2025. Jumlah ini lebih besar dibandingkan dengan pendapatan negara yang baru terkumpul sebesar Rp316,9 triliun atau 10,5 persen dari target APBN 2025. Kesenjangan antara pendapatan dan belanja inilah yang menyebabkan terjadinya defisit anggaran.
Menteri Keuangan juga menyoroti bahwa pengeluaran besar pada awal tahun menjadi salah satu faktor utama penyebab defisit. Hal ini tecermin dari pembiayaan anggaran yang telah mencapai Rp220,1 triliun hingga akhir Februari 2025, atau sekitar 35,7 persen dari total rencana pembiayaan tahunan. Sri Mulyani menyebut fenomena ini sebagai strategi "front loading" dimana penerbitan surat berharga negara (issuance) dilakukan dengan jumlah yang cukup besar di awal tahun.
Adapun deflasi 0,09 yang terjadi pada Februari 2025 bukan dipicu oleh penurunan daya beli masyarakat. Menkeu menjelaskan, komponen inflasi yang mengalami penurunan adalah harga diatur pemerintah atau adminestered price. Penurunan itu disebabkan oleh sejumlah kebijakan strategis pemerintah, misalnya penurunan harga tiket pesawat karena insentif pajak pertambahan nilai (PPN) ditanggung pemerintah (DTP) serta diskon listrik 50 persen pada dua bulan pertama 2025.
Pada kesempatan itu, Menkeu menjelaskan alasan pihaknya baru menyampaikan laporan APBN setelah menundanya selama sebulan. Laporan APBN KiTA biasanya dirilis setiap bulan. Sebab, Kemenkeu mesti menunggu sampai data cukup stabil sebelum disampaikan kepada publik. Hal itu bertujuan untuk menghindari risiko misinterpretasi terhadap data-data yang disampaikan.
Realisasi Program Prioritas
Kendati demikian, pemerintah tetap menyokong program yang berdampak langsung ke masyarakat. Awal tahun 2025, pemerintah akan terus mengoptimalkan peran APBN sebagai pendorong pertumbuhan dan konsumsi masyarakat. Sesuai dengan arahan Presiden Prabowo Subianto agar kementerian/instansi terkait mempercepat belanja pada program-program prioritas pemerintah seperti Makan Siang Gratis (MBG) dan Pemeriksaan Kesehatan Gratis (PKG).
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara dalam Konferensi Pers APBN KiTa menjelaskan realisasi terkini sejumlah program prioritas pemerintah hingga awal Maret 2025 berikut dengan manfaat yang telah diterima oleh masyarakat.
“Yang sudah berjalan di tahun anggaran 2025 ini anggaran Pemeriksaan Kesehatan Gratis di tahun anggaran 2025 adalah Rp3,4 triliun. Melalui Kementerian Kesehatan Rp2,2 triliun dan juga melalui Dana Alokasi Khusus Nonfisik jadi artinya melalui APBD Rp 1,2 triliun,” ujar Wamenkeu Suahasil.
Program Pemeriksaan Kesehatan Gratis di hari ulang tahun meliputi kelompok bayi dan anak hingga usia 6 tahun (balita dan prasekolah) dan usia 18 tahun ke atas, layanan PKG di sekolah dan juga layanan PKG yang sifatnya rutin untuk ibu hamil, bayi, dan anak hingga usia enam tahun hingga lanjut usia (lansia).
Hingga 6 Maret 2025, telah dilakukan pemeriksaan terhadap 415.211 orang di 8.885 Puskesmas atau meliputi 86 persen Puskesmas di seluruh Indonesia yang tersebar di 498 kabupaten/kota di seluruh provinsi di Indonesia.
Sementara itu, terkait program Makan Bergizi Gratis (MBG), APBN telah mengalokasikan anggaran sebanyak Rp71 triliun dengan target penerima 17,9 juta orang yang terdiri dari 15,5 juta anak sekolah serta 2,4 juta ibu hamil/menyusui dan balita. Meski demikian, Presiden Prabowo Subianto telah menginstruksikan agar target penerima manfaat tersebut dimaksimalkan pada tahun 2025 sehingga bisa mencapai 82,9 juta orang penerima manfaat dengan kebutuhan alokasi anggaran menjadi Rp171 triliun.
“Sampai dengan tanggal 12 Maret, pencairan anggaran telah mencapai Rp710,5 miliar dan sesuai laporan ini telah menjangkau penerima manfaat sebanyak lebih dari 2 juta orang. Dan pada saat ini telah tercatat sejumlah Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi atau SPPG yang telah beroperasi 726 yang dari waktu ke waktu akan terus ditingkatkan sehingga nantinya bisa menjangkau keseluruhan dari 82,9 juta target penerima makanan bergizi gratis,” terang Wamenkeu Suahasil Nazara.
Satu hal, para ekonom menyoroti skala prioritas belanja pemerintah seiring dengan efisiensi belanja pemerintah. Mengingat selama ini belanja pemerintah merupakan motor utama pertumbuhan ekonomi nasional.
Ekonom UPN Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat menilai pemerintah perlu menata ulang prioritas belanja. Di tengah melambatnya penerimaan, evaluasi terhadap kebijakan populis dianggap perlu dilakukan. Belanja pemerintah harus lebih fokus menopang kelompok rentan dan program yang memberikan efek ekonomi berganda.
Penulis: Kristantyo Wisnubroto
Redaktur: Untung Sutomo