Indonesia.go.id - Indonesia Targetkan Nol Kematian Dengue 2030 lewat Transformasi Sistem Kesehatan

Indonesia Targetkan Nol Kematian Dengue 2030 lewat Transformasi Sistem Kesehatan

  • Administrator
  • Jumat, 20 Juni 2025 | 11:48 WIB
TRANSFORMASI SISTEM KESEHATAN
  Petugas melakukan pengasapan (foging) di komplek perumahan Permata Hijau Gerung Selatan, Lombok, Minggu (24/2). Foging dilakukan bersama masyarakat setempat setelah ditemukan jentik-jentik nyamuk di saluran air. MC Lombok Barat/Ivan/rasidibragi
Kemenkes mendorong penguatan deteksi dini, pelaporan real-time, dan penyesuaian program pengendalian yang adaptif terhadap dinamika iklim.

Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan RI secara resmi membuka Pertemuan Nasional Program Pengendalian Dengue (P2DG) 2025, dengan mengusung target ambisius Indonesia Menuju Nol Kematian Akibat Dengue pada 2030. Pertemuan ini menekankan pentingnya kesiapsiagaan sistem kesehatan nasional dalam menghadapi krisis penyakit menular, termasuk demam berdarah dengue (DBD) dan arbovirosis lainnya.

Direktur Penyakit Menular Kemenkes RI, Ina Agustina Isturini, mengingatkan bahwa sistem kesehatan nasional perlu sigap, bahkan sebelum krisis terjadi. "Kadang kita baru bertindak kalau musuh sudah di depan mata. Tapi seharusnya justru sekarang kita anggap sudah kepepet karena ancaman itu nyata dan sudah ada di depan kita," ujarnya.

Berdasarkan data ASEAN Dengue Summit 2024, Indonesia menyumbang 66 persen kematian akibat dengue di Asia, sekaligus menjadi negara dengan jumlah kasus tertinggi di kawasan ASEAN. Sepanjang 2024, tercatat lebih dari 257.000 kasus DBD dan 1.400 kematian.

Data tersebut diperkuat laporan WHO yang mencatat bahwa sebagian besar kematian akibat dengue di Asia berasal dari Indonesia. Tren tahunan kasus dengue di Indonesia juga menunjukkan peningkatan yang berkaitan erat dengan perubahan iklim. Perubahan suhu, kelembaban, dan pola curah hujan mempercepat siklus hidup nyamuk Aedes aegypti serta memperluas wilayah penyebarannya.

Menurut Ina, pola peningkatan kasus yang sebelumnya terjadi setiap 10 tahun kini menjadi setiap 3 tahun, seiring fenomena El Nino–La Nina. Penjelasan dari BMKG menunjukkan bahwa lonjakan kasus terjadi pada fase transisi saat suhu turun ke kondisi ideal bagi nyamuk berkembang biak.

"Bukan saat suhu ekstrem panas atau dingin, tapi saat suhu mulai turun. Itu fase yang sangat cocok untuk nyamuk bertelur dan menetas lebih cepat,” jelasnya, Kamis (19/6/2025). 

Kemenkes mendorong penguatan deteksi dini, pelaporan real-time, dan penyesuaian program pengendalian yang adaptif terhadap dinamika iklim.

Anggota Tim Kerja Arbovirosis Kemenkes RI, Fadjar S.M. Silalahi menjelaskan, hingga semester pertama 2025, Indonesia mencatat 67.000 kasus DBD dan 297 kematian, dengan Case Fatality Rate (CFR) sebesar 0,4 per 100.000 penduduk. Meskipun di bawah target IKP nasional.

Ia juga menekankan bahwa penanganan dengue bukan sekadar isu medis, tetapi masalah sistemik. "Masyarakat belum paham gejala, layanan primer belum siap, rujukan terlambat, semua ini berkontribusi," ungkapnya.

Sebagai solusi, Kemenkes mengedepankan transformasi sistem dan teknologi, termasuk dua inovasi utama:

1. Sistem Monitoring Inventory Logistik Elektronik (SMILE): sistem digital pemantauan logistik kesehatan secara real-time.

2. Gerakan Respons Integratif Dengue): integrasi deteksi dini, surveilans, dan respons cepat berbasis data, seperti diterapkan di Kabupaten Tangerang.

“Dengan SMILE, distribusi vaksin dan logistik bisa dipantau secara akurat. Dengan GRID, kita lihat daerah bisa bergerak cepat karena data dan kolaborasi lintas sektor berjalan,” jelas Fadjar.

Ia juga menyoroti peningkatan risiko akibat urbanisasi, mobilitas tinggi seperti mudik dan libur sekolah, serta penyebaran dengue yang tidak lagi musiman. “Penyebaran sangat cepat di wilayah padat. Korban kini juga dari usia produktif, bahkan remaja 19 tahun bisa meninggal dalam tiga hari. Ini alarm bagi kita semua,” tegasnya.

Secara global, WHO mencatat pelaporan dari Indonesia dinilai belum optimal karena kendala sistem. Kini, Indonesia telah resmi beralih dari kawasan WHO SEARO ke Western Pacific Regional Office (WPRO) dan berkomitmen memperkuat pelaporan data secara global. “Selama ini data kita underreported. Sekarang kita pastikan data Indonesia masuk dan dunia tahu tantangan kita sebenarnya,” pungkas Fadjar.

 

Penulis: Juli
Redaktur: Untung S

Berita ini sudah terbit di infopublik.id: https://infopublik.id/kategori/nasional-sosial-budaya/925220/indonesia-targetkan-nol-kematian-dengue-2030-lewat-transformasi-sistem-kesehatan

-->