Kesembuhan dua warga Kecamatan Batang Kuis, Kabupaten Deli Serdang, Sumatra Utara, yakni Inca dan Tika, menjadi bukti nyata keberhasilan pengobatan gratis serta komitmen pemerintah dalam memberantas Tuberkulosis (TBC) di daerah ini.
Perjuangan Inca dan Tika membuktikan TBC dapat disembuhkan dengan ketekunan, dukungan keluarga, dan layanan kesehatan pemerintah.
Kesembuhan dua warga Kecamatan Batang Kuis, Kabupaten Deli Serdang, Sumatra Utara, yakni Inca dan Tika, menjadi bukti nyata keberhasilan pengobatan gratis serta komitmen pemerintah dalam memberantas Tuberkulosis (TBC) di daerah ini.
Selama enam bulan keduanya menjalani pengobatan rutin di Puskesmas, meminum obat secara teratur, serta menjaga pola makan bergizi hingga akhirnya dinyatakan sembuh. “Obat yang diberikan benar-benar gratis. Kami berterima kasih kepada pemerintah daerah yang serius membantu kami sembuh,” ujar Inca penuh syukur saat ditemui di area Car Free Day (CFD) Stadion Utama Sumatera Utara, Minggu (9/11/2025).
Inca menuturkan, awalnya dirinya tertular TBC dari sang suami yang lebih dahulu terdiagnosis penyakit tersebut. "Awalnya yang kena TBC suami saya. Sebelum dia sembuh, saya malah tertular. Akhirnya setelah diperiksa di Puskesmas, saya juga dinyatakan positif TBC,” ujar dia.
Sejak saat itu, Inca rutin menjalani pengobatan di Puskesmas. Obat diberikan setiap minggu untuk dikonsumsi setiap hari tanpa terputus. “Obat saya minum setiap hari di malam hari. Saya juga rutin makan buah,” kata dia.
Menurut Inca, selain pengobatan dan asupan bergizi, dukungan keluarga menjadi sumber semangat utama selama masa penyembuhan. “Keluarga memberikan dukungan penuh, terutama anak-anak saya. Alhamdulillah sekarang saya dan suami sudah sembuh,” tutur dia.
Hal serupa juga dialami Tika, yang sempat dinyatakan menderita Multidrug Resistant Tuberculosis (MDR-TB), yaitu jenis TBC yang kebal terhadap obat-obatan lini pertama. “Awalnya saya batuk-batuk. Setelah diperiksa di Puskesmas, saya dinyatakan kena MDR-TB,” ujar dia.
Tika mengaku perjuangannya untuk sembuh tidak mudah. Obat yang dikonsumsi dalam jangka panjang sempat membuatnya bosan dan hampir menyerah. "Dengan rutin meminum obat, walaupun dinyatakan kena TBC kebal obat, akhirnya saya sembuh setelah enam bulan berobat,” jelasnya dengan wajah cerah.
Kisah kesembuhan Inca dan Tika menjadi inspirasi dalam Kampanye Gerakan Eliminasi TBC Menuju Sumatra Utara Bebas TBC Tahun 2030, yang digelar bertepatan dengan Car Free Day dan diikuti ribuan masyarakat.
Kegiatan ini merupakan hasil kolaborasi antara Pemerintah Provinsi Sumatra Utara (Pemprov Sumut) dengan pemerintah kabupaten/kota se-Sumut. “Sejalan dengan arah pembangunan nasional dalam visi Indonesia Maju dan Emas, penanganan TBC menjadi salah satu dari delapan program hasil terbaik cepat (PHTC) yang menjadi prioritas Presiden Prabowo Subianto, khususnya dalam pembangunan sumber daya manusia yang sehat,” ujar Penjabat Sekretaris Daerah Provinsi Sumatra Utara, Sulaiman Harahap.
Penyakit yang dapat Disembuhkan
Pj Sekda Sumut menyampaikan, berdasarkan data Sistem Informasi Tuberkulosis (SITB) per 22 Oktober 2025, capaian Sumatra Utara untuk indikator Standar Pelayanan Minimal (SPM) baru mencapai 70 persen dari target 100 persen, dan penemuan kasus baru TBC sebesar 60 persen dari target 90 persen. “Angka ini menunjukkan perjuangan kita masih panjang. Dibutuhkan kerja keras serta kolaborasi yang lebih luas untuk mencapai target tersebut,” tegas Sulaiman Harahap.
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa TBC merupakan penyakit menular yang dapat disembuhkan sepenuhnya. "Pemerintah telah menjamin ketersediaan obat dan layanan pengobatan gratis hingga tuntas bagi seluruh pasien.“Mari jadikan kampanye penuntasan TBC ini sebagai gerakan bersama di seluruh kabupaten/kota. Dengan semangat tema global ‘Yes, We Can End TBC – Commit in First Deliver’ dan tema nasional tahun 2025 ‘Sumut Bergerak, TBC Tersingkir’, kita wujudkan Sumatra Utara bebas TBC tahun 2030,” kata dia.
Sementara itu, Deputi Bidang Koordinasi Penanggulangan Bencana dan Konflik Sosial Kemenko PMK, Lilik Kurniawan, menegaskan bahwa TBC masih menjadi masalah kesehatan serius di Indonesia. “Indonesia saat ini menempati peringkat kedua tertinggi di dunia untuk beban kasus TBC setelah India, dengan lebih dari satu juta kasus baru dan 125 ribu kematian setiap tahun,” ungkap Lilik.
Menurut dia, pemberantasan TBC tidak dapat hanya mengandalkan peran pemerintah atau tenaga kesehatan, tetapi harus menjadi gerakan bersama masyarakat. “Kita tidak bisa hanya menyerahkan penanganan kepada Dinas Kesehatan. Semua pihak, termasuk keluarga dan tetangga pasien, harus turut membantu agar pasien dapat sembuh. Bukan untuk mengucilkan, tetapi untuk mendampingi,” tegas dia.
Lilik juga menyoroti pentingnya pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2021 tentang Penanggulangan TBC, yang menargetkan eliminasi TBC pada tahun 2030 dengan penurunan angka insiden dari 387 menjadi 65 per 100 ribu penduduk. “Untuk mencapai target itu, isu TBC harus menjadi prioritas di semua tingkatan — mulai dari pusat, provinsi, kabupaten/kota, hingga desa dan dasawisma,” ujar dia.
Ia pun mengajak seluruh masyarakat menjadikan kampanye TOSS TBC (Temukan, Obati, Sampai Sembuh) sebagai gerakan edukatif dan partisipatif dalam menciptakan lingkungan yang sehat dan bebas TBC.
Kisah Inca dan Tika menjadi bukti bahwa dengan ketekunan, dukungan keluarga, serta komitmen pemerintah, TBC bukan lagi vonis, melainkan tantangan yang dapat disembuhkan bersama.
Penulis: Jhonrico
Redaktur: Kristantyo Wisnubroto
Berita ini sudah terbit di infopublik.id: https://infopublik.id/kategori/features/946279/ketika-harapan-menjadi-obat-dua-warga-batang-kuis-bangkit-dari-tbc