Sejak 2015, penataan 15 Pos Lintas Batas Negara berhasil dirampungkan, dari target 18 PLBN. Kini selain cantik, PLBN juga mendorong pertumbuhan wilayah perbatasan.
Selain di bandara dan pelabuhan, pos masuk ke suatu wilayah negara adalah di pos di perbatasan. Di Indonesia, area terakhir itu disebut sebagai pos lintas batas negara (PLBN) atau juga disebut sebagai halaman depan Indonesia.
Mewakili halaman depan atau muka negara, sudah seharusnya PLBN tampil menawan. Untuk citra elok itu, pemerintah melalui Kementerian PUPR dengan gencar melakukan penataan gerbang masuk ke wilayah RI itu dalam 10 tahun terakhir. Sebanyak 18 PLBN yang ditata.
"Pembangunan PLBN tidak hanya sebagai gerbang masuk, melainkan menjadi embrio pusat pertumbuhan ekonomi kawasan yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat perbatasan,” kata Menteri Basuki Hadimuljono, sebagaimana disimak redaksi www.indonesia.go.id dari halaman resmi resmi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), www.pu.go.id.
Adalah PLBN Entikong, sebagai PLBN pertama yang mendapat sentuhan atau revitalisasi, pada 2015. Pos di Jalan Lintas Malindo, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat itu kerap juga disebut sebagai pos lintas batas pertama di Indonesia--mulai beroperasi pada 1 Oktober 1989.
PLBN Entikong, hanyalah satu dari total 15 PLBN yang ditata Kementerian PUPR sejak 2015. Langkah itu ditempuh sebagai bagian dari upaya pemerintah menjaga kedaulatan negara dan mengurangi disparitas serta memeratakan pembangunan infrastruktur khususnya di kawasan perbatasan.
Dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Pengelolaan Batas Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan Tahun 2020-2024 dan Perencanaan Pembangunan Kawasan Perbatasan Tahun 2025-2029, di Jakarta, Kamis (6/6/2024), Sekretaris Direktorat Jenderal (Dirjen) Perumahan M Hidayat berkata, "Sejak 2015 hingga 2024 ditargetkan pembangunan 18 PLBN dengan capaian hingga 2023 sebanyak 15 PLBN.”
Ke-15 PLBN yang selesai direvitalisasi itu terbagi dalam dua gelombang. Ada tujuh PLBN pada gelombang I, yaitu Aruk, Entikong, Badau (Kalbar), Mota’ain, Motamasin, Wini (NTT), dan Skouw (Papua). Sisanya, sebanyak delapan PLBN diselesaikan pada pembangunan gelombang II, yaitu Serasan (Kepri), Jagoi Babang (Kalbar), Sei Pancang/Sei Nyamuk (Kaltara), Napan (NTT), Yetetkun, Sota (Papua Selatan), Long Nawang, dan Labang (Kaltara).
Sementara itu, ada dua PLBN yang belum dilaksanakan, yaitu di Sei Kelik dan PLBN Oepoli. Penataan PLBN Sei Kelik di Kalimantan Barat (Kalbar) terkendala akses jalan menuju PLBN yang tidak layak serta adanya permasalahan lahan. Sementara itu, untuk PLBN Oepoli (NTT) karena permasalahan batas negara dengan Timor Leste, yaitu pada penentuan titik koordinat antara segmen Naktuka dan Citrana.
"Sedangkan satu PLBN lainnya, dilakukan penghentian kontrak. Yaitu, di Long Midang (Kaltara) karena terkendala akses menuju lokasi dan akan dilanjutkan apabila akses sudah memadai untuk penyelesaian pekerjaan," ujar Hidayat.
Penggerak Perekonomian
Kementerian PUPR juga membangun prasarana untuk mendukung pengembangan kegiatan sosial ekonomi di kawasan perbatasan, antara lain, jalan menuju perbatasan dan paralel perbatasan, pasar, rumah khusus, dan prasarana lainnya. Dalam rangka pengembangan kawasan perbatasan, Kementerian PUPR juga mendapat tugas melalui Inpres nomor 1 tahun 2021 tentang Percepatan Pembangunan Ekonomi pada Kawasan Perbatasan Negara di Aruk, Motaain, dan Skouw, dengan masa pelaksanaan dua tahun (2021--2022).
Kementerian PUPR secara bertahap melakukan pembangunan jalan perbatasan di Pulau Kalimantan, Provinsi NTT, dan Provinsi Papua dengan total 3.720,4 km yaitu jalan perbatasan di Pulau Kalimantan sepanjang 2.295,6 km dengan rincian, di Provinsi Kalimantan Barat sepanjang 813,7 km dengan kondisi jalan tanah 173,1 km, jalan agregat 178,9 km, dan jalan aspal 461,7 km.
"Selanjutnya di Provinsi Kalimantan Timur sepanjang 491,4 km dengan kondisi jalan tanah 287 km, jalan agregat 68,6 km, dan jalan aspal 135,7 km. Provinsi Kalimantan Utara sepanjang 990,6 km dengan kondisi jalan belum tembus 43,3 km, jalan tanah 698,1 km, jalan agregat 183,6 km, dan jalan aspal 65,5 km," kata Hidayat.
Selanjutnya jalan perbatasan di Provinsi NTT sepanjang 326,6 km dengan kondisi jalan tanah 2,6 km dan jalan aspal 324 km. Jalan perbatasan juga dibangun di Provinsi Papua sepanjang 1.098,2 km dengan kondisi jalan belum tembus 151,4 km, jalan tanah 176,9 km, dan jalan aspal 769,9 km.
Penulis: Dwitri Waluyo
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari