Remaja tanggung itu berangkat sendirian. Di tangannya tergenggam sebuah tiket kelas II kapal penumpang milik Koninklijke Paketvaart-Maatschappij, alias KPM tujuan Jakarta. Tiket atau bewes itu adalah tiket kelas tengah yang memberi dia hak untuk menempati satu kamar berkapasitas empat orang. Mami, yang melepasnya sore itu, sengaja memesan satu kamar agar dia aman. Kapal uap itu pun bergerak pelan, meninggalkan pelabuhan Makassar. Tetapi Rudy, panggilan remaja itu, masih merasa gamang.
Baru beberapa hari sejak peringatan empat puluh hari meninggalnya Papi, Alwi Abdul Djalil Habibie, dia harus memulai perantauannya. Kelak, kurang lebih setengah abad sesudahnya, remaja berdarah Bugis-Jawa itu adalah orang yang mengubah banyak hal. Dia adalah Presiden ketiga Republik Indonesia.
Pengagum dari Kampung
Andi Makmur Makka, kelahiran Parepare 13 Februari 1945, adalah sosok yang mungkin paling serius menulis segala sesuatu tentang Bacharuddin Jusuf Habibie. Tidak tanggung-tanggung, dalam catatan Museum Rekor Indonesia (MURI), Makka, panggilannya, telah menulis 46 (empat puluh enam) buku, semuanya tentang BJ Habibie alias Rudy.
Makka adalah pengagum sekaligus sahabat bagi Rudi yang lebih senior. Ada keterikatan dan kedekatan yang khas di antara mereka. Sebagai sesama kelahiran Parepare, hanya sembilan tahun jarak yang membedakan Makka dengan Rudy yang lahir pada 25 Juni 1936.
Ayah Rudy adalah atasan paman Makka di zaman Belanda. Keluarga Alwi Abdul Djail Habibie, adalah tempat bagi anak-anak keluarga besar Makkarumpa untuk belajar. Istilahnya menimba ilmu.
Andi Mannaungi, Wali Kota Parepare pertama dalam sejarah Republik Indonesia adalah kakak Makka yang sempat mengalami masa hidup Papi Abdul Djalil. Selepas meninggalnya Papi, keluarga Habibie tetap menjadi tempat belajar ilmu dan etika bagi orang-orang dekatnya. Mami Rudy, RA Tuti Marini Puspowardojo, adalah orang yang tekun mengajarkan bahasa Belanda dan tata krama bagi kerabat dan kolega yang berkunjung ke rumahnya.
Menulis dengan Setia
Di tangan Makka, kisah Rudy kecil hingga dia menjadi orang nomor satu republik, bisa dia sajikan dengan ketekunan dan energi yang tak lekang. Energi Makka untuk menulis dari 1978 hingga sekarang ini hampir mirip energi yang dipunyai oleh Rudy, tetapi yang ini tidak meletup-letup.
Kisah-kisah masa kecil, masa sekolah, dan masa bermain di Pare-pare mampu disajikan Makka dengan cermat dan rapi. Mungkin terlalu rapi bagi pembaca zaman sekarang. Belakangan penulis Gina S Noer, menulis kembali riwayat hidup Rudy dengan gaya yang lebih kekinian. Dalam banyak hal Gina sangat bergantung pada puluhan buku yang disusun Makka.
Rudy sendiri memberi penilaian khusus bagi buku-buku yang disusun Makka. Mengomentari peluncuran buku Mr. Crack dari Parepare yang dilakukan di pertengahan tahun 2018, Rudy alias BJ Habibie berkata, "Saya bisa mengatakan bahwa buku ini adalah biografi terlengkap tentang diri saya yang pernah ditulis oleh beberapa pengarang. Bagi saya, yang menarik dalam buku ini adalah bentuk penulisannya yang selalu menggunakan rujukan yang jelas sumbernya. Karena itu semua benar yang dikutip dalam buku ini, tidak ada yang fiktif dan direkayasa penulisnya."
Cara menulis yang rapi, tidak terlalu banyak berindah-indah, dengan rujukan-rujukan yang jelas, hampir seperti menyusun penulisan sejarah ilmiah, adalah cara Makka memberikan kesetiaan dan penghormatan kepada Rudy dan keluarga besarnya. Dengan kata-katanya sendiri Makka menulis, “Sulit mengatakan dengan pasti, apakah benar kata Leon Edel yang menulis Writing Lives, bahwa beberapa pengarang menulis tentang seseorang karena ia kagum dan ‘jatuh cinta’ kepada subjeknya. Namun, yang tidak dapat saya bantah bahwa tokoh yang saya tulis di sini adalah orang yang sudah bertahun-tahun saya kenal dan setiap hari bekerja dekat dengannya. Karena itu, sulit pula untuk memilah-milah unsur subjektivitas di antara keinginan memberikan objektivitas.”
— Andi Makmur Makka dalam ‘Mr. Crack Dari Parepare, Dari Ilmuwan ke Negarawan sampai Minandito’
Masa Kecil yang Membentuk Karakter
Salah satu hal penting yang diceritakan oleh Makka adalah kemampuan keluarga besar Alwi Abdul Djalil Habibie dalam memberikan pendidikan karakter tidak hanya bagi anak-anak mereka tetapi juga bagi handai taulannya. Cara Papi Alwi memberikan pemahaman berpikir ilmiah pada Rudy yang gemar bertanya adalah salah satu peristiwa yang membentuk karakter Rudy. Tidak cukup hanya dengan penjelasan, Papi memberi contoh pada Rudi dengan keahlian memuliakan tanamannya.
Gina S Noer dalam buku Rudy: Kisah Masa Muda Sang Visioner (2015) menggambarkan dengan lebih lengkap cara Papi Alwi menanamkan bibit kecerdasan pada Rudy.
"Oleh Papi, pertanyaan-pertanyaan Rudy itu dia rayakan dan selalu dia jawab dengan serius. Rudy pernah bertanya apa sebenarnya pekerjaan Papi? Mengapa Papi sibuk menggabungkan dua tanaman yang tak sejenis? Papi tak memberikan Rudy jawaban yang sederhana tetapi dia menjawab dengan cara sesederhana mungkin hingga anak kecil bisa mengerti."
Dijelaskan pada Rudy bahwa Papi sedang bereksperimen atau melakukan percobaan yang namanya stek. Batang yang bawah adalah mangga yang tumbuh subur di sini, tapi rasanya tidak seenak yang dari Jawa. Sementara yang atas adalah mangga dari Jawa. Papi menggabungkan itu agar tumbuh mangga yang subur dan enak.
Hal lain yang ikut membentuk karakter Rudy di masa kecilnya adalah kegemaran menyusun mainan bongkar pasang. Jika sudah berhadapan dengan blocin, dalam catatan Makka, Rudy bisa berjam-jam membentuk berbagai benda yang disukai. Mulai dari mobil, kapal, hingga pesawat terbang. Hal itu yang sangat menarik bagi dirinya yang terus dia bawa bahkan hingga kantor pribadinya di Thamrin dipenuhi dengan berbagai kit yang bisa dia gunakan untuk membentuk berbagai model pesawat yang sangat dia gemari. (Y-1)