Demokratis itu tak selalu identik dengan berisik. Setidaknya, tak semua provinsi yang mencatat indeks demokrasi Indonesia (IDI) tertinggi punya tabiat temperamental secara politik. Dari lima provinsi yang meraih IDI tertinggi 2018, yakni DKI Jakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Bali, Kalimantan Utara (Kaltara), dan Nusa Tenggara Timur (NTT), boleh jadi hanya dua yang disebut pertama yang berisik secara politik, selebihnya kalem-kalem saja.
Kelima provinsi itu memperoleh penghargaan dari Menteri Kordinator Polhukam (Politik, Hukum, dan Keamanan) Wiranto di Jakarta. Acara yang berlangsung di Hotel Sari Pan Pasifik Jakarta, Kamis (26/9/2019) itu dibarengi peluncuran buku bertajuk Penguatan Kebebasan Berpendapat dan Lembaga Perwakilan, yang merupakan bahan sosialisasi atas hasil pengukuran IDI 2018 oleh Badan Pusat Statistik (BPS).
Indeks demokrasi Indonesia itu bergerak dari skor 0 sampai 100. Predikat baik disematkan pada daerah dengan IDI di atas 80. Predikat sedang skornya antara 60--80, dan di bawah 60 masuk kategori buruk. Secara nasional, skor IDI mencapai 72,39, naik tipis dari 72,11 pada 2017.
Lima provinsi yang meraih penghargaan itu semuanya meraih skor IDI di atas 80. Yangg tertinggi adalah DKI Jakarta (85,08), lalu Bali (82,37), NTT (82,32), Kaltara (81,07), dan DIY (80,82). Provinsi dengan angka IDI terendah disandang oleh Papua Barat yang mencatat skor 58,82. Pada 2018, IDI Papua Barat anjlok, dan posisinya disalip oleh Provinsi Papua yang naik kelas dengan IDI 61,34. Ssecara umum, provinsi di Indonesia mencatat IDI di sekitar angka 70.
IDI adalah indikator komposit yang menunjukkan tingkat perkembangan demokrasi. Capaiannya diukur dari tiga aspek penting demokrasi, yaitu Kebebasan Sipil (Civil Liberty), Hak-Hak Politik (Political Rights), dan Lembaga Demokrasi (Institution of Democracy). Ketiga aspek itu pun dirinci lagi menjadi 11 elemen yang lebih membumi, yakni kebebasan berkumpul dan berserikat, kebebasan berpendapat, kebebasan berkeyakinan, bebas dari diskriminasi, hak memilih-dipilih, hak partisipasi dalam penyusunan kebijakan, pemilu yang jurdil, peran DPRD, birokrasi, dan peradilan yang independen.
Untuk mengukur banyak variabel itu, metodenya adalah melakukan analisis konten media lokal, review atas perda/pergub/perbub dan sejenisnya, hasil wawancara, yang semuanya kemudian digelar di dalam fokus grup diskusi (FGD). Di situ penghitungan skor dilakukan, masing-masing punya bobot sendiri, dan dihimpun ke dalam tiga aspek utama tadi, yaitu kebebasan sipil, hak politik, dan lembaga demokrasi. Skor IDI nasional adalah rata-rata dari IDI 34 provinsi di Indonesia.
Di balik kenaikan tipis dari skor IDI nasional itu, ada dinamika tersendiri. Kebebasan sipil meningkat, tapi hak-hak politik warga cenderung menurun. Akses untuk berpartisipasi dalam perumusan kebijakan dan pengawasan, misalnya, tak selancar tahun sebelumnya. Namun, kinerja lembaga demokrasi cenderung menguat di tahun 2018. Boleh jadi, mungkin ini terkait dengan persiapan Pileg 2019.
Indeks demokrasi secara nasional selama lima tahun (2014-2018) belum menunjukkan perkembangan tren yang konsisten. Pada 2014, IDI nasional mencapai 73,04 sempat menurun sedikit dan naik lagi ke 72,39. Dari tiga aspek utamanya, tidak satu pun yang kinerjanya bisa stabil. Flustuasi yang tajam terjadi pada aspek Kebebasan Sipil, Hak-Hak Politik, maupun Lembaga Demokrasinya.
Titik terendah IDI dalam 5 tahun terakhir terjadi 2016 yakni sebesar 70,11. Pada tahun itu, kebebesan sipil, kebebasan politik maupun kinerja lembaga demokrasi mengalami penurunan serentak. Boleh jadi, itu adalah dampak Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak yang digelar 15 Februari 2017, yang suhu politiknya telah memanas sejak pertengahan 2016. Pilkada serentak itu meliputi 101 daerah kabupaten, kota dan provinsi, termasuk DKI Jakarta.
Kebebasan sipil mengalami tekanan di tahun 2016, lalu naik di tahun 2017 dan sedikit turun lagi di 2018. Kebebasan sipil yang dimaksud itu mencakup kebebasan berkumpul dan berserikat, berpendapat, berkeyakinan dan bebas dari diskriminasi. Menjelang Pilkada serentak 2017, tekanan kepada kebebasan sipil itu cukup terasa. Catatan BPS menyebutkan, gangguan itu bukan dilakukan oleh negara, melainkan oleh satu kelompok masyarakat kepada kelompok yang lain.
Gangguan terhadap hak-hak sipil itu itu tak pelak lagi berlanjut pada gangguan pada kebebasan politik. Ditambah pula adanya penurunan kinerja dan reputasi lembaga demokrasi, maka secara umum IDI pun merosot. Dengan selesainya proses panjang Pilpres 2019, BPS yakin bahwa IDI akan terus menguat pada tahun 2019 dan 2020.
Penguatan IDI akan berpengaruh positif terhadap kepercayaan investor asing untuk melakukan bisnis di indonesia. Kenaikan indeks demokrasi ini bisa mempengaruhi kegairahan para pebisnis berinvestasi. Hasil penelitian Tim dari Istc Business School, Paris, atas negara-negara MENA (Middle East and North Africa) 200-2009, menunjukkan ada korelasi positif antara kebebasan sipil dan pertumbuhan ekonomi, ada pula korelasi positif antara kebebasan politik dan investasi. (P-1)