Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Indrawati bersama dengan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar meluncurkan Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) pada 9 Oktober lalu. BPDLH ini akan menjadi pengelola dana-dana terkait bidang kehutanan, energi dan sumber daya mineral, perdagangan karbon, jasa lingkungan, industri, transportasi, pertanian, kelautan dan perikanan, dan bidang lainnya terkait lingkungan hidup. Sebelumnya, anggaran tersebut tersebar di beberapa kementerian dan lembaga (K/L) dengan beragam program yang tersebar pula di beberapa K/L yang berbeda.
BPDLH adalah implementasi dari amanat Peraturan Pemerintah nomor 46 tahun 2017 tentang Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup dan Peraturan Presiden nomor 77 tahun 2018 tentang Pengelolaan Dana Lingkungan Hidup.
Berdasarkan penandaan anggaran perubahan iklim (climate budget tagging) yang dilakukan Kementerian Keuangan, tercatat peningkatan dukungan APBN dari tahun ke tahun dalam program nasional terkait isu perubahan iklim. Peningkatan itu terbaca Rp72,4 triliun dalam APBNP 2016, Rp95,6 triliun dalam APBNP 2017 dan Rp109,7 triliun dalam APBN 2018. Atau sekitar 3,6% pada 2016, 4,7% pada 2017 dan 4,9% pada 2018 terhadap total anggaran APBN.
Isu perubahan iklim dalam program pembangunan nasional telah dan akan terus dilaksanakan pemerintah. Dengan badan ini diharapkan isu lingkungan hidup dan perubahan iklim menjadi bagian dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan nasional.
Pemerintah Indonesia memiliki target dalam rangka mencapai komitmen penurunan emisi dalam Nationally Determined Contribution (NDC) sebesar 29% dengan upaya sendiri, atau 41% dengan dukungan internasional. Jumlah itu setara dengan 2,8 giga ton CO2. Dari data Kementerian LHK, pada 2016 tercatat penurunan emisi mencapai 8,7 persen, dan juga 10,8 persen pada 2017.
Secara garis besar ada lima sektor utama untuk mencapai target NDC yaitu sektor energi, Land Use Land Use Change Forestry (LULUCF), pertanian, limbah, dan Proses Industri dan Penggunaan Produk (IPPU). Sektor Kehutanan sebagai bagian dari LULUCF memiliki target 17, 2% dari total target NDC atau lebih dari 50%. Salah satu upaya penurunan emisi di sektor kehutanan adalah melalui program Reduced Emission From Deforestation and Forest Degradation.
Komitmen pemerintah dalam upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup tersebut diwujudkan melalui besarnya anggaran yang dialokasikan dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup.
Pendanaan dari negara maju terkait perlindungan dan pengelolaan lingkungan bertumbuh seiring dengan kebutuhan untuk pendanaan lingkungan di negara berkembang yang sejalan dengan implementasi Paris Agreement.
"Kita perlu untuk terus menjaga dan mengembangkan strategi pembangunan bagaimana Indonesia bisa tumbuh tinggi, bagaimana kemiskinan ditanggulangi, pemerataan pembangunan terjadi di seluruh pulau dan pelosok Indonesia. Namun, komitmen kita untuk dapat mengurangi emisi karbon tetap bisa dilakukan," kata Sri Mulyani.
BPDLH diharapkan dapat mengedepankan pengelolaan dana yang akuntabel dengan tata kelola berstandar internasional, sehingga dapat menjadi sebuah solusi bagi negara-negara maju untuk memberikan pendanaan.
Badan ini dijadwalkan mulai beroperasi 1 Januari 2020 dan akan melibatkan berbagai kementerian atau lembaga (K/L) lintas sektor untuk dapat dimanfaatkan oleh seluruh lapisan masyarakat. Dalam pelaksanaannya juga ada Komite Pengarah yang akan memberikan arah kebijakan dalam pengelolaan badan ini.
Potensi pengelolaan dana anggaran pada Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) bisa mencapai Rp800 triliun. Angka itu didapatkan berdasarkan prakiraan carbon trading yang nantinya dilakukan oleh BPDLH.
"Potensi anggaran yang dikelola selain yang berasal dari reboisasi dan lain-lain, sedangkan untuk carbon trading dan juga potensi lainnya bisa mencapai Rp800 triliun. Nanti kita lihat bagaimana strategi dan skemanya," ungkap Menkeu.
Sesuai dengan tujuannya, BPDLH bisa mendapatkan dana dari berbagai sumber baik dalam dan luar negeri maupun dari APBN ataupun non APBN. Dalam masa transisi 2019 ini, fokus pemerintah dalam mengurus BPDLH ialah mengalihkan aset dan dana.
Kalau dari APBN, menurut Sri Mulyani sudah ada budget tagging. Sampai 2018 mencapai lebih dari Rp104 triliun. “Untuk 2019, nanti saya akan melihat tagging-nya, berbagai macam aktivitas yang diklasifikasikan climate related untuk 2020 kita tentu masih belum bisa identifikasi samapai lihat programnya," jelas Sri Mulyani.
BPDLH yang sejajar dengan Badan Layanan Umum (BLU) tersebut bisa menjadi institusi yang melakukan pembiayaan. Hal itu berarti kemampuan BPDLH melakukan fleksibilitas dalam membentuk skema yang dibutuhkan program-program terkait lingkungan hidup.
Dewan Pengarah dari BPDLH ini terdiri dari beberapa menteri yang berkaitan langsung dengan lingkungan hidup selain dengan bidang kementeriannya. Kementerian yang ikut tergabung sebagai Dewan Pengarah yakni, Kemenko Perekonomian, Kemenkeu, KLHK, Kemendagri, Kementerian ESDM, Kemenhub, Kementan, Kementerian PPN/Bappenas, Kemenperin dan Kementerian KP.
Untuk upaya mitigasi dan adaptasi sendiri, Indonesia telah menyiapkan berbagai instrumen inovatif seperti Sistem Registrasi Nasional (SRN), Monitoring Reporting dan Verifikasi (MRV) Protocol, Sistem Informasi Safeguards (SIS) REDD+. Lalu, Sistem Identifikasi Kerentanan (SIDIK), SIGN-SMART dan lain-lain. BPDLH akan melengkapi upaya Indonesia dalam pengendalian dan penanganan dampak perubahan iklim. (E-2)