Indonesia.go.id - Beleid Baru yang Mempertegas UU ASN

Beleid Baru yang Mempertegas UU ASN

  • Administrator
  • Selasa, 26 November 2019 | 01:53 WIB
SKB ASN
  Pegawai Negeri Sipil. Foto: Setkab

Lahirnya beleid baru ASN bukanlah suatu yang berlebihan atau mengada-ada. Apalagi bila dituding sebagai alat pembungkam ASN.

Pada 12 November 2019, pemerintah menerbitkan Surat Keputusan Bersama (SKB) dari 11 instansi pemerintah tentang Penanganan Radikalisme dalam Rangka Penguatan Wawasan Kebangsaan pada Aparatur Sipil Negara (ASN).

Ada enam menteri terlibat dalam SKB ini. Yakni, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Tjahjo Kumolo, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, Menteri Agama Fachrul Razi, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Anwar Makarim, dan Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate.

Selain itu, ada pula Kepala Badan Intelijen Negara Budi Gunawan, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Suhardi Alius, Pelaksana tugas Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila Hariyono, Kepala Badan Kepegawaian Negara Bima Haria Wibisana, dan Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara Agus Pramusinto.

SKB ini diterbitkan bersamaan dengan peluncuran portal aduanasn.id. Portal ini sengaja dibuat untuk memberikan ruang partisipasi masyarakat sipil untuk turut mengawasi sikap para ASN.

Penandatanganan SKB ini merupakan upaya tindak lanjut pemerintah terkait mekarnya isu radikalisme di kalangan ASN. Juga termasuk di dalamnya ialah Pegawai Negeri Sipil (PNS). PNS sendiri adalah mereka yang telah diangkat sebagai Pegawai ASN secara tetap.

Tujuan SKB ini ialah terbangunnya sinergitas dan koordinasi antarkementerian dan lembaga dalam rangka penanganan terhadap ASN/PNS yang disinyalir telah terpapar paham radikalisme. Terkait upaya ini, pemerintah menunjukkan keseriusannya dengan membentuk tim satuan tugas (task force) dan juga meluncurkan portal Aduan ASN untuk menangani pelbagai pelanggaran ASN/PNS yang dilaporkan oleh masyarakat.

Menkominfo Jhonny G Plate mengatakan, pihaknya bertugas sebagai fasilitator untuk menyediakan infrastruktur berupa sarana dan prasarana pengaduan masyarakat. Portal Aduan ASN dapat dilakukan di domain aduanasn.id. Dengan adanya portal ini diharapkan masyarakat memiliki tempat pengaduan yang tepat terkait perilaku jajaran ASN/PNS. Oleh karena itu, pengaduan masyarakat sendiri harus didukung oleh adanya data dan bukti-bukti yang memadai sehingga dapat ditindaklanjuti.

“Tentu diharapkan infrastuktur sarana dan prasarana yang disediakan ini, digunakan dengan konten-konten yang bermanfaat, digunakan untuk menjadi portal aduan yang didukung dengan fakta, data, dan realita yang berguna dan bermanfaat,” ujar Johny.

Pertanyaannya, apakah indikator dari tindakan jajaran ASN/PNS yang disinyalir terpapar paham radikalisme? Pada poin kedua SKB ini telah memberikan indikator jelas tentang radikalisme, yakni meliputi sikap intoleran, antiideologi Pancasila, anti-Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan menyebabkan terjadinya disintegrasi bangsa.

Sementara itu, secara lebih spesifik dan mendetail, pada poin kelima dalam SKB tentang Penanganan Radikalisme dalam Rangka Penguatan Wawasan Kebangsaan pada Aparatur Sipil Negara (ASN), disebutkan adanya sebelas jenis pelanggaran, yaitu:

  1. Penyampaian pendapat baik lisan maupun tertulis dalam format teks, gambar, audio, atau video melalui media sosial yang bermuatan ujaran kebencian terhadap Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan Pemerintah;
  2. Penyampaian pendapat baik lisan maupun tertulis dalam format teks, gambar, audio, atau video melalui media sosial yang bermuatan ujaran kebencian terhadap salah satu suku, agama, ras, dan antargolongan;
  3. Penyebarluasan pendapat yang bermuatan ujaran kebencian sebagaimana angka 1 dan 2 melalui media sosial (share, broadcast, upload, retweet, repost, dan sejenisnya);
  4. Tanggapan atau dukungan sebagai tanda setuju pendapat sebagaimana angka 1 dan 2 dengan memberikan likes, dislike, love, retweet, atau comment di media sosial;
  5. Pemberitaan yang menyesatkan atau tidak dapat dipertanggungjawabkan;
  6. Penyebarluasaan pemberitaan yang menyesatkan baik secara langsung maupun melalui media sosial;
  7. Penyelenggaraan kegiatan yang mengarah pada perbuatan menghina, menghasut, memprovokasi, dan membenci Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan Pemerintah;
  8. Keikutsertaan pada organisasi dan atau kegiatan yang diyakini mengarah pada perbuatan menghina, menghasut, memprovokasi, dan membenci Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan Pemerintah;
  9. Penggunaan atribut yang bertentangan dengan Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan Pemerintah;
  10. Pelecehan terhadap simbol negara baik secara langsung maupun melalui media sosial; dan/atau
  11. Perbuatan sebagaimana dimaksud pangka angka 1 sampai 10 dilakukan secara sadar oleh ASN.

Bicara substansi isi dari SKB tentang Penanganan Radikalisme dalam Rangka Penguatan Wawasan Kebangsaan pada Aparatur Sipil Negara (ASN) sebenarnya hanyalah turunan UU No 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.

Merujuk UU ASN, demikian sohor disebut, jelas disebutkan bahwa kesetiaan pada ideologi Pancasila dan UUD 1945 serta terhadap pemerintahan yang sah ialah syarat utama dan sekaligus prinsip dasar bagi setiap anggota ASN/PNS. Bahkan UU ASN menyebutkan pokok-soal di atas dalam empat pasal.

Pertama, pada Pasal 4 sebagai terjemahan terhadap Pasal 3 khususnya Huruf (a) tentang nilai dasar sebagai salah satu prinsip yang melandasi profesi ASN. Disebutkan dalam Pasal 4, bahwa “Nilai dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a meliputi: (a) “memegang teguh ideologi Pancasila”; (b) “setia dan mempertahankan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta Pemerintahan yang sah”.

Kedua, Pasal 23 terkait Kewajiban Pegawai ASN. Pasal 23 berbunyi “Pegawai ASN wajib”: pada Huruf (a) disebutkan: “setia dan taat pada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan pemerintah yang sah”; sedangkan pada Huruf (b): “menjaga persatuan dan kesatuan bangsa”.

Ketiga, Pasal 66 terkait sumpah atau janji PNS, khususnya Ayat (2) berbunyi: “Sumpah/janji sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) berbunyi sebagai berikut”:

"Demi Allah/Atas Nama Tuhan Yang Maha Esa, saya bersumpah/berjanji:

bahwa saya, untuk diangkat menjadi pegawai negeri sipil, akan setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, negara, dan pemerintah;

bahwa saya, akan menaati segala peraturan perundang-undangan yang berlaku dan melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepada saya dengan penuh pengabdian, kesadaran, dan tanggung jawab;

bahwa saya, akan senantiasa menjunjung tinggi kehormatan negara, pemerintah, dan martabat pegawai negeri sipil, serta akan senantiasa mengutamakan kepentingan negara daripada kepentingan saya sendiri, seseorang atau golongan;

bahwa saya, akan memegang rahasia sesuatu yang menurut sifatnya atau menurut perintah harus saya rahasiakan;

bahwa saya, akan bekerja dengan jujur, tertib, cermat, dan bersemangat untuk kepentingan negara".

Dan terakhir atau keempat, yaitu Pasal 87 terkait pemberhentian ASN/PNS. Pasal 87 khususnya Ayat (4) berbunyi: “PNS diberhentikan tidak dengan hormat karena”, di mana pada Huruf (a) disebutkan: “melakukan penyelewengan terhadap Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”.

Menyimak jernih UU ASN, jelas bahwa SKB tentang Penanganan Radikalisme dalam Rangka Penguatan Wawasan Kebangsaan pada Aparatur Sipil Negara (ASN) sebenarnya hanyalah bentuk penegasan UU ASN dalam rangka implementasi. Artinya, bicara lahirnya SKB 11 kementerian/lembaga ini bukanlah berlebihan dan mengada-ada sebagaimana tuduhan sebagian orang, bahwa beleid ini sengaja dilahirkan semata untuk membungkam ASN/PNS kritis. (W-1)