Berbagai cara telah ditempuh, baik oleh pemerintah pusat maupun daerah untuk mengatasi kemacetan di Ibu Kota Jakarta. Namun dari berbagai upaya yang diterapkan, agaknya masih kurang efektif. Setelah three in one dan ganjil-genap, sekarang muncul wacana baru, yaitu jalan berbayar atau ERP.
ERP merupakan sebutan untuk sebuah sistem yang menerapkan pungutan atas biaya kemacetan (congestion pricing). Dengan biaya tersebut, pengguna kendaraan pribadi akan dikenakan biaya, jika mereka melewati satu area atau koridor yang macet pada periode waktu tertentu. Penerapan sistem tersebut adalah konsep dasar yang diharapkan dapat menurunkan kemacetan.
ERP telah diberlakukan di Singapura untuk mengatasi masalah kemacetan. Sistem ini juga diberlakukan di beberapa negara, seperti Hongkong dan Inggris.
Dengan cita-cita yang sama, ERP ditargetkan akan berlaku pada 2020, di Indonesia. Saat ini, Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) sedang mengkaji dampak penerapan ERP terhadap penggunaan transportasi umum. BPJT juga mengkaji kebutuhan ketersediaan transportasi umum ketika ERP kelak diberlakukan.
Sejarah Proyek ERP di Jakarta sebenarnya muncul pada 2006, ketika ibu kota dipimpin Letjen (Purn) Sutiyoso. Mantan Panglima Kodam Jaya ini ingin memberlakukan sistem ERP kepada para pemilik mobil pribadi yang melintas di jalur Blok M-Kota.
Pertimbangannya kala itu adalah kebijakan “3-in-1” sudah tidak efektif mengurangi kemacetan. Namun, pada 2007 rencana itu batal karena harus menunggu tujuh koridor busway TransJakarta beroperasi efektif terlebih dulu.
Kemudian rencana ini berlanjut ke gubernur berikutnya, Fauzi Bowo. Ia mendapat tawaran sejumlah teknologi dari negara lain. Salah satunya Q-Free dari Norwegia. Perusahaan ini berpengalaman menjalankan sistem ERP di Stockholm, Swedia.
Sistem ini juga pernah diujicobakan pada 2015. Akan tetapi, hingga kini, sistem tersebut belum juga diberlakukan. Pemprov DKI Jakarta masih membahas penggunaan teknologi yang paling tepat untuk ERP bersama Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika.
Ada beberapa pilihan teknologi yang dapat diterapkan dalam sistem ERP di Jakarta. Di antaranya, ERP berbasis komunikasi jarak pendek (dedicated short range communication/DSRC). Teknologi ini menggunakan metode pengurangan saldo di jalur masuk pada jalan yang diterapkan sistem ERP.
Pengurangan saldo dilakukan melalui onboard unit yang terpasang di kendaraan. Teknologi ini membutuhkan pemasangan gerbang khusus sebagai pengenal kendaraan yang masuk ke jalur dengan sistem ERP.
Kemudian ada metode automatic number plate recognition (ANPR). Teknologi ini menggunakan metode pengenalan nomor pelat mobil dari kamera yang dipasang di titik-titik tertentu. Pemasangan kamera di titik tertentu ini bertujuan agar tidak diperlukan pemasangan onboard unit pada kendaraan.
Pembayaran dilakukan melalui central account yang terkoneksi dengan data nomor kendaraan, sehingga diperlukan pusat data nomor kendaraan yang akurat serta terkoneksi dengan akun perbankan pemilik kendaraan.
Ada juga metode global positioning system (GPS). Penerapan teknologi ini pada sistem ERP membutuhkan bantuan satelit, untuk mengetahui keberadaan kendaraan yang berada di jalur-jalur yang diterapkan sistem ERP.
Dengan teknologi ini, pemasangan gerbang pendeteksi onboard unit tidak diperlukan. Sebab, mobil yang memasang onboard unit dapat terdeteksi secara otomatis dari satelit saat memasuki jalan-jalan yang menerapkan ERP.
Pendapatan dari ERP akan digunakan untuk menunjang supply side management seperti pembangunan infrastruktur transportasi jalan termasuk pembangunan jalan dan alokasi dana untuk transportasi publik.
Untuk penerapan ERP di Jakarta, penerimaan akan dimasukkan menjadi satu ke dalam kategori Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Pasalnya, selama ini pemerintah daerah menerapkan sistem retribusi untuk daerahnya masing-masing.
Konsep ERP di Jakarta bakal diterapkan di tiga ring. Ring pertama di kawasan Jl Sudirman - Jl MH Thamrin. Kedua di ruas jalan yang sekarang terdampak perluasan sistem ganjil-genap. Kemudian, di perbatasan-perbatasan wilayah yang masuk dalam jalan nasional.
BPTJ sendiri punya kewenangan hanya untuk mengatur ruas yang termasuk jalan nasional. Mereka saat ini telah menyusun peta jalannya. Ruas jalan nasional ini di antaranya Jl Kalimalang untuk sisi timur, sisi selatan di Jl Margonda Raya, sedangkan sisi barat di Jl Dan Mogot.
BPTJ juga tengah membuat regulasi untuk menentukan jenis kendaraan apa saja yang kena aturan ERP. Adapun tarifnya juga masih dalam pembahasan.
Harapan baru pada teknologi ERP ini menjadi batu ujian dalam menyelesaikan problem kemacetan di ibu kota. Seiring dengan itu, pembangunan sarana transportasi massal terus digalakkan. Selain kemacetan, tujuan penerapan teknologi ini untuk menekan polusi di Jakarta dan sekitarnya yang semakin parah. Tentu saja, efektif dan tidaknya upaya ini juga akan diuji oleh waktu. (E-1)