Meski berjuang di tengah kondisi permesinan yang sudah tua dan tekstil impor yang membanjiri pasar tanah air, tampaknya pada kuartal I 2019 ini, industri tekstil dan pakaian mengalami lonjakan signifikan. Pertumbuhannya mencapai 18,9%. Pencapaian ini jauh lebih baik dibanding kuartal I 2018 yang hanya tumbuh 7,46%. Bahkan angka itu melebihi pencapaian 2018 yang hanya 8,73%.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) pun menunjukkan, produksi industri manufaktur besar dan sedang (IBS) pada triwulan I 2019 naik 4,45% secara tahunan. Pertumbuhan IBS ditopang produksi sektor industri pakaian jadi yang meroket hingga 29,19% karena peningkatan pesanan, terutama dari pasar ekspor.
Industri TPT ini memberikan kontribusi besar bagi perekonomian nasional, sebab industri ini tergolong padat karya dan berorientasi ekspor. Pertumbuhan tinggi yang terjadi pada industri TPT ditopang oleh investasi yang cukup besar di sektor hulu, khususnya produsen rayon. Ini terlihat dari beroperasinya PT Asia Pacific Rayon (APR) di Riau pada akhir 2018 dengan investasi Rp11 triliun.
Dalam perkembangannya APR menambah kapasitas produksi sebesar 240 ribu ton per tahun. Dari jumlah tersebut, sebanyak 120 ribu ton digunakan untuk ekspor, inilah yang menyebabkan peningkatan ekspor.
Peningkatan industri TPT tak hanya melulu sektor hulu, karena peningkatan pasokan di hulu otomatis mendorong kinerja ke industri hilir. Hal ini juga menjadi faktor yang mendorong ekspor TPT naik 1,1% pada triwulan I 2019.
Persoalan lain adalah kebijakan pengendalian terhadap impor yang dilakukan pemerintah juga berdampak positif. Impor TPT tercatat mencapai 2,1% sepanjang kuartal I 2019. Penurunan impor TPT ini akhirnya berdampak manis pada surplus neraca perdagangan yang tercatat juga ikut naik.
Dari sisi produktivitas, industri TPT mencatat hasil yang sangat baik. Salah satu pemicu naiknya pertumbuhan industri TPT adalah perhelatan pemilihan umum 2019 (Pemilu 2019), yang menjadi momentum kenaikan permintaan produksi atribut kampanye.
Permintaan terhadap TPT akan terus meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk dan perubahan gaya hidup. Pelaku industri TPT nasional harus bekerja keras meningkatkan produktivitas, kualitas, dan efisiensi melalui penerapan teknologi yang lebih modern sesuai dengan era digital.
Pada making industry Indonesia 4.0, TPT merupakan satu dari lima sektor manufaktur yang menjadi prioritas pengembangan menuju era industri 4.0. Harapannya, produsen tekstil dan pakaian jadi nasional masuk jajaran lima besar dunia pada 2030. Oleh karena itu, industri TPT perlu melakukan transformasi dengan mengoptimalkan pemanfaatan teknologi digital, seperti 3D printing, automation, serta pemanfaatan internet of things (IOT).
Industri TPT dalam negeri mampu kompetitif di pasar global karena memiliki daya saing tinggi. Sebab, struktur industrinya sudah terintegrasi dari hulu sampai hilir dan produknya juga dikenal baik di pasar internasional. Dengan pertumbuhan ekonomi dan pergeseran permintaan dari pakaian sehari-hari (basic clothing) menjadi pakaian fungsional seperti baju olahraga, industri TPT nasional perlu membangun kemampuan produksi dan meningkatkan skala ekonomi agar dapat memenuhi permintaan domestik maupun ekspor.
Adapun, pertumbuhan industri TPT sepanjang 2018 sebesar 8,73% atau melampaui pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,17%. Seiring dengan hal tersebut, industri TPT menjadi penghasil devisa yang cukup signifikan dengan nilai ekspor mencapai USD13,22 miliar atau naik 5,55% dibandingkan 2017. Selain itu, industri TPT telah menyerap tenaga kerja sebanyak 3,6 juta orang.
Pemerintah sendiri terus mendorong daya saing TPT. Adapun investasi yang diperlukan untuk proses revitalisasi dan permesinan TPT diperkirakan mencapai Rp175 triliun. Minimnya daya saing industri TPT saat ini disinyalir karena masih ada sebagian pabrik yang menggunakan mesin tua. Karenanya, perlu ada revitalisasi agar produksinya kembali optimal.
Nilai investasi Rp175 triliun ini merupakan harmonisasi superhulu kepada hilir sampai ke industri garmen yang diperlukan dalam waktu tujuh tahun.
Untuk investasi mesin produksi, diperkirakan mencapai Rp75 triliun dari total nilai investasi industri. Setelah investasi itu direalisasikan, maka kontrubusi devisa industri TPT dalam negeri diharapkan meningkat 10 kali lipat dalam 12 tahun.
Sementara itu, untuk net devisa yakni pendapatan ekspor dikurangi impor diproyeksikan akan mencapai USD30 miliar.
Industri TPT masuk lima besar industri dengan kontribusi tertinggi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) di triwulan kedua 2019. Meski demikian, Jokowi menilai pertumbuhan pangsa pasar TPT RI di pasar global masih stagnan, yakni sebesar 1,6% pada 2018. Angka ini tertinggal jauh jika dibandingkan dengan Tiongkok yang sebesar 31,8%, termasuk dibandingkan Vietnam yang sebesar 4,59% dan Bangladesh yang sebesar 4,72%. (E-1)