Pada hari Minggu, tepatnya pada 22 Desember 2019, Presiden Joko Widodo direncanakan meluncurkan B30 secara nasional di Monas, Jakarta, setelah PT Pertamina (Persero) dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral tuntas melakukan serangkaian uji jalan (road test) produk bauran itu pada kendaraan bermesin diesel.
Harus diakui, keberanian pemerintah untuk meluncurkan program B30 secara nasional merupakan sebuah keputusan yang sangat tepat di tengah-tengah semakin meningkatnya impor migas dan defisit neraca perdagangan negara ini.
Penggunaan B30 adalah solusi dari kondisi tersebut. Tidak itu saja, pengenaan bea masuk 8%-18% terhadap produk biodiesel asal Indonesia untuk tujuan Uni Eropa tak menjadikan bangsa ini menjadi tergantung dengan pasar benua biru tersebut.
Bahkan, Presiden Indonesia Joko Widodo pun hingga perlu berjanji untuk melawan rencana Uni Eropa yang mengenakan bea masuk hingga 18% tersebut, Dalam sebuah wawancara dengan Bloomberg News yang diterbitkan pada Jumat (12/7/2019), Jokowi mengatakan bahwa dirinya bertekad untuk membuat Uni Eropa mengubah aturan.
“Bagi saya, jika ada diskriminasi seperti itu, saya akan berjuang demi 16 juta petani dan pekerja di industri ini,” katanya. “Kelapa sawit adalah komoditas strategis bagi Indonesia.”
Dalam tulisan ini saya tidak akan mengulas soal rencana sanksi UE tersebut. Memang ada keterkaitannya, yakni ada keberanian dari pemerintah Indonesia sebagai bentuk kepeduliannya dengan terhadap komoditas strategis, yakni menjadikan komoditas itu sebagai program bauran energi dengan kewajiban penggunaan B30.
Harus diakui, proram bauran energi sebagai proram ramah lingkungan dengan wujud B30 harus diakui cukup serius dilakukan. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melalui Badan Penelitian dan Pengembangan ESDM menyampaikan hasil akhir rangkaian uji jalan (road test) penggunaan bahan bakar B30 pada kendaraan bermesin diesel.
Kementerian ESDM pun mengeluarkan rekomendasi teknis terkait implementasi mandatori B30 pada 2020 kepada publik. Rekomendasi teknis B30 ini sampaikan berdasarkan hasil jalan, uji performa kendaraan, monitoring dan evaluasi yang dilakukan oleh tim teknis.
“Secara umum dari hasil uji jalan B30, maka B30 siap diimplementasikan pada kendaraan bermesin diesel per 1 Januari 2020," kata Kepala Balitbang ESDM Dadan Kusdiana di Kantor Kementerian ESDM Jakarta, Kamis (28/11/2019).
Program mandatori B30, akan mulai diberlakukan pada 2020, sesuai dengan amanat Peraturan Menteri ESDM Nomor 12 Tahun 2015. "Rekomendasi yang kami berikan termasuk penanganan, penyimpanan hingga spesifikasi bahan bakar tersebut," jelasnya.
Payung Hukum
Sebagai payung hukum kebijakan ini telah terbit Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Kepmen ESDM) Nomor 227 K/10/MEM/2019 Tentang Pelaksanaan Uji Coba Pencampuran Bahan Bakar Nabati Jenis Biodiesel 30% (B30) ke Dalam Bahan Bakar Minyak Jenis Minyak Solar Periode 2019, yang diteken Menteri ESDM Arifin Tasrif pada 15 November 2019.
Dikeluarkannya Kepmen ESDM terkait B30 ini sebagai persiapan pelaksanaan B30 di awal 2020. Secara teknis rekomendasi yang diberikan oleh Kementerian ESDM meliputi, antara lain, a. Handling dan blending B30, pertama, untuk menjaga kualitas B30, proses pencampuran, penyimpanan, dan penyaluran perlu pengendalian dan monitoring secara berkala, seperti halnya pada saat Uji Jalan B30.
Kedua, untuk memperoleh campuran B30 yang homogen, metode blending harus sesuai dengan pedoman umum dan menggunakan sarana prasarana yang memenuhi standar. Ketiga, untuk mencegah peningkatan kadar air, B30 harus disimpan dalam tangki tertutup dan dihindarkan dari kontak dengan udara.
Keempat, agen tunggal pemegang merk (ATPM) diharapkan memberikan informasi adanya penggantian filter bahan bakar yang lebih cepat pada kendaraan baru atau kendaraan yang belum pernah menggunakan bahan bakar campuran biodiesel.
Yang jelas, seperti disampaikan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif, kementerian itu berkomitmen untuk mengoptimalkan potensi energi baru terbarukan (EBT). Salah satunya, pemanfaatan biodiesel yang menjadi prioritas percepatan capaian bauran EBT nasional melalui mandatori B30, yang akan diimplementasikan awal tahun depan.
Arifin mengakui peralihan dari satu tahap ke tahapan lainnya membutuhkan proses dan evaluasi yang berkesinambungan. "Memang Kita harus stepping, harus bertahap. B30, B40, B50, itu harus dicek kesesuaiannya dengan pemakaian,” tutur mantan Dubes Jepang tersebut.
Tentu kita patut mendukung tekad pemerintah dengan mengakselerasi penggunaan biodiesel tersebut. Akselerasi B30 itu bisa jadi menjadi tonggak sejarah bagi bangsa ini lebih berdikari, menjadi bangsa yang mandiri dan memiliki jati diri sebagai bangsa yang kuat, dan tidak bisa didikte oleh bangsa lain.
Benar, penggunaan biodiesel negara ini terus diakselerasi, tidak lagi B20 (dengan kandungan CPO sebanyak 20%), tapi melangkah lebih maju ke B30, bahkan hingga B100. Oleh karena itu, mandatori penggunaan biodiesel pun sudah ditetapkan untuk diimplementasikan secara tepat waktu.
Misalnya, mandatori penggunaan B20 yang dimulai 2016 kini pencapaiannya sudah mencapai 99%. Berikutnya, B30 (Januari 2020), dan B50 (akhir 2020). Bahkan berencana mengakselerasinya hingga B100. Program yang ambisius dan patut didukung. (F-1)